Tulisan Steve Fuller “What has Atheism ever done for Science” ini menarik untuk dibaca terutama karena Muslim yang berpapasan dengan ateis online polemikus akan terus-menerus membaca klaim bahwa para ateislah yang menjadi wakil dari sains. Taktik lanjutan setelah membuat klaim seperti ini salah satunya adalah membuat grup sosmed bernama “sains”, kemudian mem-bashing agama di situ, untuk membentuk opini bahwa “musuh terbesar sains adalah agama”, selain itu “karena ini grup sains, atau bahkan karena kami saintis, maka kami berhak membashing agama”…dan pada akhirnya sains dijadikan kambing tunggangan oleh ateis dalam menunjukkan sikap bermusuhan terhadap agama.
Sedemikian kuatnya kamuflase di balik sains itu, sehingga sekarang tidak perlu lagi mengaku “saya bersikap anti agama karena saya ateis”, karena sudah diganti dengan “saya mencintai sains, maka itu membuat saya otomatis anti agama”. Dengan pengakuan itu dia jadi merasa lebih keren dari pada kalau mengaku ateis karena nanti akan dituduh “situ ateis karena malas ibadah, situ ateis karena mau bebas ngewe, tusbol, mabok…” dsbnya—yang lebih downgrading karena terkait moral dan lebih sulit membela diri].
Begitu mendarahdagingnya propaganda ini diterima sehingga kita akan menemukan mereka yang aktif di grup diskusi sekadar untuk ngetrol, pun berani mengklaim motifnya meninggalkan agama karena agama bertentangan dengan sains. Sialnya, beberapa Muslim pun percaya pada klaim ini, kita bisa melihat meme-meme yang disebarkan Muslim ketika mengejek ateis (online) Indonesia dengan menyatakan bahwa ateis luar negeri lebih asik menggeluti sains dari pada membahas agama…karena itu mereka lebih keren, cerdas, di banding ateis (online) Indonesia.
Lebih jauh lagi, setelah mengklaim sains sebagai jalurnya menjadi ateis, para ateis ini bahkan juga tidak percaya bahwa bahwa seorang Muslim yang menjadi saintis dapat tetap menjadi Muslim. Kita bisa melihat bagaimana di grup-grup ateis [bahkan di ABIM sini juga] disebarkan hitlist berisi belasan ilmuwan Muslim masa Golden Age dengan nama plus “foto”-nya yang diberi label “kafir”, “heretic”, seolah-olah sejarah intelektual Islam pun jadi urusan ateis. Kita tidak pernah melihat dalam berpolemik dengan Katolik, misalnya, Muslim membuat daftar ratusan orang Katolik yang sudah “dikafirkan” oleh Gereja Katolik, untuk membuktikan betapa jumudnya, betapa tidak openminded-nya cara berpikir Paus dalam beragama—karena itu memang urusan internal Gereja Katolik, bukan urusan Muslim. Kenapa ateis sampai repot ikut-ikutan memutuskan siapa kafir siapa heretic di era Golden Age Islam lebih dari 800 tahun lalu? Atau sibuk meyakinkan Muslim bahwa ilmuwan-ilmuwan ini adalah kafir, heretic, bahkan ateis? Apalagi kalau bukan untuk memompa ego, mengklaim mereka punya banyak kawan di kalangan Muslim—yang Muslim sendiri tidak tahu, sekaligus memperkuat propaganda bahwa sains itu “milik” ateis.
Tulisan Steve Fuller ini akan bisa jadi camilan untuk memahami duduk persoalan hubungan ateisme dengan sains.
Sebagaimana biasa, file dapurabim bukan amunisi untuk berdebat. Bukan seperangkat tips and tricks berhadapan dengan “lawan”, bahkan dalam hal ini ateis online polemikus. File dapurabim pada dasarnya cuma bahan belajar.
Admin