Sejak diangkat menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) sebagai pendidik di SMA Negeri 2 Biak.  Sebagai pendidik dengan latarbelakang “Pendidikan Teknik” pada jenjang pendidikan S1 dan S2 justru ditugaskan oleh kepala sekolah untuk mengajar matematika mengingat guru yang mengajar mata pelajaran dimaksud hanya 1 orang dengan jumlah rombongan belajar yang banyak. Di akhir tahun 2022 saya dipindahkan mengajar di SMK YPK 2 dengan konsentrasi pada bidang studi electric sebagai background pendidikan saya. Para siswa mayoritas putera Papua harus didekati dengan konteks sosio-antropologis melalui edukasi guru di kelas maupun di luar kelas.

Hal pertama adalah peranan guru yang sangat mendasar adalah membangkitkan motivasi dalam diri peserta didik agar semakin aktif belajar. Ada dua jenis motivasi, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi intrinsik, ialah motivasi atau dorongan serta gairah yang timbul dari dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin mendapat manfaat praktis dari pelajaran, ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari guru, ingin mendapat nilai yang baik sebagai bukti “mampu berbuat”.

Motivasi ekstrinsik mengacu kepada faktor-faktor luar yang turut mendorong munculnya gairah belajar, seperti lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik yang memberi suasana nyaman, tekanan, kompetisi, termasuk fasilitas belajar yang memadai dan membangkitkan minat. Dalam pembelajaran matematika, motivasi itu sangat penting.

Untuk membangkitkan motivasi intrinsik, siswa diingatkan akan pentingnya belajar matematika bahkan teknik sekalipun bertujuan  memecahkan persoalan hidup sehari-hari, seperti perhitungan, pengukuran dan sebagainya. Apalagi bila siswa berkeinginan untuk melanjutkan belajar ke jenjang lebih tinggi, maka pelajaran matematika dan teknik selalu berhubungan dengan persoalan hidup baik di pendidikan tinggi atau setelah terjun langsung di lapangan, sehingga pemahaman dan penguasaan materi pada tahap-tahap awal akan membantu untuk tahap-tahap selanjutnya. Motivasi ekstrinsik dapat dikondisi oleh guru, seperti dengan memberi pujian, hadiah dan sebagainya. Langkah-langkah berikut ini juga merupakan bentuk motivasi ekstrinsik.

Kedua, bagaimana mencipatakan suasana belajar yang menyenangkan menghindari suasana kaku, tegang apalagi menakutkan dalam belajar, menyisipkan humor-humor yang segar dan mendidik, tidak memberikan soal-soal yang terlalu sukar, dan lain-lain.

Ketiga, membuat suasana belajar yang nyaman. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat mempengaruhi sikap belajar siswa. Ciptakan suasana kelas  yang nyaman, meja belajar dihiasi dengan sesuatu yang menyegarkan dan memberi semangat kepada siswa, dinding kelas ditempeli dengan gambar-gambar atau hiasan-hiasan yang membangkitkasn menant serta  semangat belajar.

Keempat, Untuk menghilangkan rasa jenuh, bosan dan penat dalam belajar, siswa diberikan suasana refreshing  , caranya bisa dengan menyertakan musik dalam ruangan belajar, memberikan permainan-permainan simulasi-simulasi yangterjait dengan materi belajar. Pada saat-saat tertentu, ajak siswa belajar diluar kelas atau bengkel  seperti di taman, di lapangan dan lain sebagainya.

Kesimpulan yang saya dapatkan dari pengalaman di lapangan  mengajar di dua sekolah dengan mata pelajaran berbeda,  bahwa:

Pembelajaran matematika baik di SMA dan teknik di SMK YPK 2 Biak, dua pelajaran ini oleh siswa masih menjadi pelajaran yang menakutkan. Di antara berbagai faktor  yang memicu hal ini adalah proses pembelajaran yang kurang asyik dan menarik, dihadapkan dengan jumlah rombongan belajar yang melampaui kapasitas dan kharakteristik peserta didik yang heterogen.  Model pembelajaran yang sering di temui pada pembelajaran matematika dan teknik  adalah proses pembelajaran bercorak “teacher centered”,  yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Sehingga guru menjadi pemeran utama dan kehadirannya menjadi sangat menentukan. Pembelajaran menjadi tak dapat dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa cenderung pasif dan tidak berperan selama proses pembelajaran. Sehingga proses yang muncul adalah “take and give”.

Dalam merangkai pembelajaran, guru pada umumnya terbiasa dengan model standar, yakni pembelajaran yang bermula dari rumus, menghafalnya, kemudian diterapkan dalam contoh soal. Model pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa untuk melakukan observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri (menyelidiki), dan aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat dan memahami permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang mengakibatkan matematika maupun pelajaran teknik  bagaikan  kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari.