Oleh: Dimas Anugrah
Bulan ini unik. Di saat umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi, umat Muslim pun memasuki bulan Ramadan. Pada saat yang sama, umat Kristiani sedang menghayati masa Pra-Paskah, yang disertai laku “pantang” atau puasa oleh umat Katolik.
“Nyepi jadi hari di mana semesta beristirahat,” begitu ujar Ayu, seorang sahabat di Bali. Baginya, Nyepi bukan sekadar hari keagamaan, tetapi lebih dari itu, ia sekaligus sebagai momen introspeksi, “melepaskan” yang negatif, sehingga seseorang bisa memulai hari baru dengan “vibe” yang lebih positif.
Sementara sahabat yang lain, Gede Agustapa, seorang spiritualis asal Pulau Dewata mengatatakan, “Nyepi adalah istirahat, yaitu beristirahat dalam kesunyian.” Sunyi itu damai, ujarnya. “Beristirahat dalam damai, dan hanya dalam kedamaianlah istirahat itu menjadi mungkin. Semua kekacauan di level mental dan di level kehidupan fisik adalah karena ketidaktenangan,” imbuh Gede.
Kedua sahabat saya itu tampak tidak berlebihan. Memang, mengambil waktu tenang dan teduh dalam kesunyian itu penting. Kita jadi ingat istilah “Hippo Time” yang diperkenalkan Paul McGee. “Hippo Time” (saat teduh atau istirahat) menjadi saat yang memungkinkan seseorang untuk merenung, memikirkan, pula menenangkan diri dari pengalaman dan dinamika pikiran yang menyesakkan.
Saya kira, kita semua memang membutuhkan “masa jeda” ini. Sejenak mengambil jarak dari rutininas dan kesibukan. Itu juga yang dilakukan Yesus dari Nasaret. “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa,” begitu Markus menulisnya (1:35 TB).
David Platt melihat bagian ini ingin menunjukkan prioritas tertinggi Yesus dalam karya pelayanan-Nya. Ada begitu banyak agenda Yesus dan Dia sangat populer, sehingga orang-orang tertarik kepada-Nya. Tapi, menurut Platt, jika disebutkan pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, Dia mencari tempat yang sunyi dan berdoa, di situlah kita melihat rahasia kekuatan spiritualitas Yesus.
Sepertinya mengambil “saat teduh” atau “istirahat” memang merupakan kebijaksanaan praktis universal sejak ribuan tahun lalu. Terlepas bagaimana setiap orang memaknai secara khas praktik ini, ia adalah latihan mengendalikan hasrat, sekaligus menjaga seseorang agar tidak terperangkap dalam kesibukan tak terkontrol untuk melakukan ini-itu.
Meski bukan seorang Hindu, tapi istilah “Nyepi” turut mengingatkan saya kembali betapa pentingnya istirahat bagi setiap insan. Istilah “Nyepi” bisa berdampak positif bagi kita, karena ia mengundang kita “beristirahat” sejenak, menenangkan batin, membersihkan pikiran.
Di dalam cinta, saya mengucapkan: Selamat Hari Raya Nyepi bagi para sahabat Hindu; Selamat memasuki bulan Ramadan bagi para sahabat Muslim; Bagi para sahabat Kristiani, selamat menyambut peringatan wafat dan kebangkitan Yesus Kristus.
Dimas Anugrah