Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 78 di halaman Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI di Beijing, China, berlangsung khidmat dan meriah. Dubes Djauhari tampak khidmat mengikuti acara. Puluhan diplomat, staf KBRI dan para tamu undangan, ikut upacara. (Foto: Kartika Sari/KBRI Beijing)
***
Menurut laporan yang dilansir oleh media RM.id Rakyat Merdeka, media suara-anaknegeri.com berupaya untuk rewrite kehadiran Djauhari Oratmangun sebagai seorang putra asli asal Tanimbar yang menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Tiongkok yang dalam hal ini menjadi representasi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat adat Tanimbar di negara China, pada khususnya.
Tulisan ini bertujuan untuk berefleksi secara mendalam tentang nilai-nilai budaya dan warisan adat Tanimbar, yang memiliki dimensi filosofis yang kaya. Melalui tulisan ini mengajak kita untuk memahami bahwa identitas budaya kita tidak hanya terbatas pada wilayah geografis semata, tetapi juga membentuk inti dari siapa diri kita di dunia luar. Ini menciptakan gambaran tentang bagaimana budaya dan identitas daerah dapat mempengaruhi pandangan hidup kita dalam konteks yang lebih luas.
Dalam suasana yang meriah dan penuh semangat, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing merayakan peringatan Hari Ulang Tahun ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia dengan tema “Gempita Merdeka 78”. Acara tersebut dihadiri oleh Duta Besar dari negara-negara sahabat, para tamu kehormatan, serta masyarakat Indonesia yang tinggal di Beijing dan sekitarnya, termasuk guiqiao (orang asli berdarah Tiongkok namun lahir di Indonesia dan kemudian kembali ke Tiongkok), diaspora, dan Indonesianis lainnya.
Duta Besar RI, Djauhari Oratmangun, dengan penuh ungkapan rasa syukur dan kebanggaan, merayakan momentum peringatan ke-78 kemerdekaan. Dalam pidatonya, Dubes Djauhari menyoroti pentingnya menghormati perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dan pejuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Tema peringatan, yakni “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju,” mencerminkan semangat persatuan dan aspirasi menuju masa depan yang lebih maju bagi Indonesia.
“Pada sore yang cerah ini, KBRI Beijing mengadakan acara ‘Gempita Merdeka 78’ sebagai ungkapan rasa syukur terhadap pencapaian-pencapaian yang telah diperoleh oleh Bangsa Indonesia. Peran Bapak/Ibu sekalian WNI, adik-adik mahasiswa, para profesional, diaspora, Guiqiao, dan yang lainnya telah dengan gigih mendukung upaya peningkatan interaksi antarindividu antara dua bangsa besar ini: Indonesia dan Tiongkok,” kata Dubes Djauhari dalam keterangan tertulis pada Kamis (17/8).
Dalam sambutannya, Dubes Djauhari juga menyampaikan tentang kunjungan Presiden RI, Bapak Joko Widodo, dan Ibu Iriana, ke kota Chengdu pada bulan Juli yang lalu. Dalam waktu singkat, pertemuan tatap muka antara kedua pemimpin negara sudah dilaksanakan sebanyak tiga kali, menunjukkan kedekatan hubungan antara Indonesia dan Tiongkok. Perayaan 10 tahun Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia-Tiongkok juga menjadi bagian yang signifikan dalam hubungan bilateral ini.
Dalam upaya memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78, KBRI Beijing telah melaksanakan berbagai kegiatan. Selain sebagai perayaan, kegiatan ini juga menjadi wadah untuk mengapresiasi seni, budaya, kuliner, dan produk-produk Indonesia, yang turut dinikmati oleh hadirin yang datang.
Pakaian Tanimbar sebagai Simbol Identitas dalam Diplomasi
Simbol Identitas dalam diplomasi adalah konsep di mana seorang diplomat, dalam hal ini Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, China Djauhari Oratmangun, menggunakan elemen-elemen budaya tertentu sebagai sarana untuk menyampaikan pesan tentang identitasnya, budaya asalnya, dan nilai-nilai yang diwakilinya. Ini mencakup penggunaan simbol-simbol budaya, seperti pakaian adat tradisional, untuk mengkomunikasikan pesan yang lebih dalam kepada masyarakat tuan rumah atau negara yang diwakili.
Dalam konteks ini Djauhari Oratmangun, ia mengenakan pakaian adat Tanimbar, masyarakat asalnya, sebagai bagian dari tampilannya dalam acara-acara diplomatik di Tiongkok. Tindakan ini memiliki beberapa tujuan dan implikasi, yakni pertama, Menghormati Budaya Sendiri yaitu dengan mengenakan pakaian adat Tanimbar, Dubes Oratmangun menghormati dan mengapresiasi akar budayanya. Ini adalah cara untuk mempertahankan dan menghargai identitasnya sebagai seorang Tanimbar.
Selain itu, sebagai wujud Pengenalan Budaya Indonesia, adalah bahwa dalam konteks diplomasi, penggunaan pakaian adat merupakan sarana visual untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat Tiongkok dan juga para diplomat dan tamu-tamu lain yang hadir. Ini adalah bentuk diplomasi budaya yang menghubungkan orang dengan budaya Indonesia melalui tampilan fisik Dubes.
Kemudian apa yang ditampilkan juga adalah sebuah proses Mengirim Pesan Kedekatan dan Persahabatan bahwa penggunaan pakaian adat juga dapat mengirim pesan bahwa Indonesia menghargai hubungan diplomatik dengan Tiongkok dan ingin membangun kedekatan dan persahabatan yang lebih kuat. Ini menciptakan ikatan antara dua negara melalui penghormatan terhadap budaya masing-masing.
Adapun yang dapat kita pelajari yaitu sebagai Representasi Multikultural Indonesia. Tindakan ini juga mencerminkan keragaman budaya di Indonesia, yang memiliki berbagai suku dan budaya yang unik. Ini dapat memberikan kesan positif tentang Indonesia sebagai negara multikultural yang menghargai dan merayakan keragaman budaya.
The last but not least, membangun Kepercayaan dan Keterbukaan. Penggunaan simbol-simbol budaya dapat membantu membangun kepercayaan dan keterbukaan antara diplomat dan masyarakat tuan rumah. Ini bisa membuka pintu untuk dialog yang lebih dalam dan kolaborasi yang lebih efektif antara negara-negara.
Simbol Identitas dalam Diplomasi melalui penggunaan pakaian adat Tanimbar oleh Djauhari Oratmangun adalah cara yang kuat dan bermakna untuk menyampaikan pesan budaya, identitas, dan hubungan baik antara Indonesia dan Tiongkok dalam acara-acara resmi. Ini adalah contoh bagaimana diplomasi dapat digunakan untuk lebih dari sekadar komunikasi politik, tetapi juga membangun hubungan yang lebih dalam melalui pemahaman budaya.
Dari Segi Filosofis
Tulisan ini mengangkat tema tentang hubungan antara manusia dan budaya, serta bagaimana keduanya saling berpengaruh. Dubes Djauhari Oratmangun dalam kapasitasnya dan apa yang ditampilkan ke publik mengingatkan kita untuk merenungkan adat istiadat daerah asal kita saat berada di tempat yang berbeda, lebih jauh mengilustrasikan nilai-nilai yang bersifat transcendental tentang akar batin kita yang paling mendalam. Selain itu, hal ini juga mengandung implikasi bahwa budaya adalah warisan berharga yang tetap relevan dan dapat diterapkan di mana pun kita berada, sehingga menghubungkan manusia dengan masa lalu dan lingkungan sekarang.
Pakaian adat Tanimbar yang dipandang sebagai simbol budaya atau adat istiadat menunjukkan bagaimana simbolisme dapat membawa makna yang mendalam. Simbol ini tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menghormati budaya para leluhur, tetapi juga berperan sebagai penghubung antara individu dan komunitas mereka. Dengan menjaga pakaian adat sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas kita, kita sedang berusaha memelihara ikatan spiritual dan sosial dengan warisan kita.
Sebagai penutup, saya hendak menyampaikan bahwa secara filosofis tulisan ini menyiratkan bahwa budaya bukanlah sekadar warisan masa lalu, melainkan juga memainkan peran sentral dalam membentuk masa depan. Dengan tetap menjaga dan menghargai adat istiadat kita, kita ikut membentuk narasi bersama yang memeluk keanekaragaman dan kekayaan budaya di seluruh dunia.
Fenansus Ngoranmele