Odiyaiwuu.com menurunkan berita dengan judul di atas, menjadi refleksi buat para pengambil kebijakan di Provinsi Papua Tengah, bahwa para pengambil kebijakan (penguasa) ada karena ada rakyat yang perlu didengar jeritan dan impian mereka.
Subtansi Persoalan
Empat point penting yang disampaikan Administrator Keuskupan Timika kepada rombongan Pemprov Papua Tengah dan Timsel Anggota MRP yang intinya (1) Penjabat Gubernur Papua tidak merespon nota keberatan yang dikirimkan Keuskupan Timika tanggal 4 Mei 2023 (2)Telah diterbitkan Surat Pembekuan Rekomendasi dari Keuskupan Timika untuk semua kandidat utusan Agama Katolik (3) Keuskupan Timika menolak ikut serta dalam keanggotaan MRP pada periode pertama agar tidak mau turut serta meletakkan fondasi atau dasar yang tidak benar pada provinsi baru di Papua Tengah (4) Jika ada yang mengatasnamakan Agama Katolik dan berusaha mengaktifkan rekomendasi Agama Katolik, maka Pimpinan Keuskupan Timika menegaskan bahwa orang tersebut tidak mewakili Agama Katolik Keuskupan Timika pada Pokja Agama.
Dasar Pijak Gereja Katolik Keuskupan Timika
Untuk menemukan prinsip dasar sikap Kristiani tentang negara, kita dapat bertolak dari apa yang dikatakan Yesus sendiri : ”Berikan kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah” (Mt. 22: 21). Apa yang mau dikatakan Yesus di sini adalah Yesus bicara tentang pemisahan antara agama dan negara, meskipun tidak secara eksplisit.
Yesus mengaku bahwa negara mempunyai hak-hak dan para pengikut Yesus harus memenuhi hak-hak negara. Dalam nada yang sama Rasul Paulus menegaskan, bahwa ”tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak bersal dari Allah” (Roma 13:1).
Begitu pula kita membaca dalam surat pertama Petrus, bahwa kita hendaknya tunduk pada lembaga manusia (1 Ptrs.2:13). Orang Kristen wajib tunduk kepada hukum dan wewenang negara. Tetapi wejangan Yesus juga pada kalimat yang kedua ”Dan berikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah”, Yesus tidak mengatakan bahwa disamping hak negara, Allah juga mempunyai hak. Segala kewajiban di dunia hanya wajib sejauh sesuai dengan kewajiban paling dasar yang ada pada manusia yaitu taat kepada Allah.
Hal itu dirumuskan dengan paling jelas oleh Petrus dan para rasul lainnya pada waktu Mahkamah Agung Yahudi di Yerusalem mau melarang mereka jangan mengajar dalam nama Yesus: ”Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia” (Kis 5: 29). Maka kewajiban untuk taat kepada penguasa dunia apa pun bersyarat: kita wajib taat kepada Kaisar, tetapi apabila Kaisar memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan hak Allah, kita harus menolak.
Adalah tugas Gereja dan pemimpin gereja dalam cahaya bimbingan Roh Kudus, membaca merenungi Injil dan menjelaskan kehendak-kehendak Allah, Allah menghendaki agar kita melakukan apa yang adil dan benar. Jika negara mulai inkonstitusional, gereja harus bertindak.
Demikian ditegaskan dalam Kitab Hukum Gereja Katolik, (Kanon 287 Paragraf 2) :
“Para klerus atau pemimpin gereja, janganlah turut ambil bagian aktif dalam partai-partai politik dan dalam kepemimpinan serikat-serikat buruh, kecuali jika menurut penilaian otoritas gerejawi yang berwenang hal itu perlu untuk melindungi hak-hak gereja atau memajukan kesejahteraan umum” .
Bagaimana Tindakan Panitia Seleksi Calon MRP Papua Tengah dan Pemerintah Provinsi Papua Tengah?
Dasar pijak pembentukan MRP Provinsi Papua Tengah adalah Surat Mendagri Nomor :100.2.2.6/1314/OTDA Tanggal 27 Februari 2023 Perihal Fasilitas Rancangan Peraturan Gubernur Papua Tengah Tentang Pembentukan dan Jumlah Keanggotaan MRP Provinsi Papua Tengah.
Pasal 4 terkait komposisi Anggota MRP pada huruf (c) dikatakan wakil agama 1/3 dari jumlah Anggota MRP dengan komposisi masing-masing agama yang ditetapkan secara proporsional. Jika 1/3 dari total kursi 42 maka jumlah wakil agama 14 orang. Sejauhmana makna “ditetapkan secara proporsional” berdasarkan aturan formal telah dijalankan sesuai SOP yang telah digariskan dan dijalankan oleh Tim Pansel MRP Papua Tengah?
Demikian nota keberatan Gereja Gatolik dalam hal ini Keuskupan Timika wajib direspon oleh Tim Pansel MRP Papua Tengah sedemikian rupa sehingga tidak sampai in jury time seperti sekarang ini baru malakukan lobi-lobi seakan-akan pihak Pemerintah Provinsi Papua Tengah yang salah.
Harus diketahui bahwa persoalan Tim Pansel MRP Papua Tengah adalah Tim independen yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun termasuk Pemerintah provinsi Papua Tengah (Penjabat Gubernur).
Apabila Tim Pansel telah melaksanakan sesuai SOP, wajib menyurat resmi pihak Gereja Katolik dalam hal ini Keuskupan Timika, dengan dasar yuridis formal proses penyeleksian sampai penetapan sehingga saluran informasi itu tidak tersendat yang berdampak pada chaos yang berkepanjangan.
Siapa Yang Harus Dikorbankan?
Dasar biblis dan yuridis formal Gereja Katolik Keuskupan Timika sangat jelas telah dipaparkan di atas. Justeru yang menjadi korban adalah 2 orang yang telah diusulkan oleh Tim Seleksi MRP Papua Tengah sebagai Calon Tetap Anggota MRP Papua Tengah Periode 2023-2028. Apakah mereka bersalah atau melakukan pelanggaran atau menyalahi aturan formal yang diwajibkan selama proses penyeleksian calon MRP Papua Tengah? TIDAK!
Jika kedua calon anggota MRP Papua Tengah perwakilan Agama Katolik tidak bersalah dan telah memenuhi semua tahapan penyeleksian tanpa cacat, maka wajib hukumnya mereka dilantik walaupun oleh gereja tidak diakui sebagai wakil gereja katolik di lembaga MRP Papua Tengah dan tidak diakui secara de yure namun de facto mereka telah dimeteraikan dalam Gereja Katolik, yang pasti dalam seluruh karyanya di lembaga kultural sudah tentu bermakna bagi dirinya dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Saran
Sebagai negara hukum, negara berkewajiban menjamin dan melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam UUD 1945 secara tegas memuat hak-hak dasar warga negara yang selanjutnya disebut hak konstitusional termasuk kedua orang yang telah dinyatakan lolos untuk selanjutnya dilantik menjadi Anggota MRP Papua Tengah Periode 2023-2028.
Bahwa hidup dalam keteraturan adalah sebuah harapan negara bagi seluruh rakyat termasuk hak-hak dalam keterwakilan pada lembaga kultural MRP Papua Tengah dari wakil Agma. Untuk itu diusulkan agar setelah terpilihnya DPRP Papua Tengah 2024 nanti, segera ditetapkan Perdasus Tentang kuota keterwakilan dari semua unsur agama sehingga menjadi acuan formal yang nantinya tidak menimbulkan chaos seperti yang sekarang terjadi.
Paulus Laratmase