Matinya penulis ini, ada diantaranya orang dekatnya yang menyebut isyarat dari kematian demokrasi di Indonesia. Meski semasa hidupnya dahulu, tidak pernah mengangankan untuk disebut sebagai pejuang demokrasi. Sebab dia sendiri lebih suka mengatakan dirinya sebagai pemerhati kemanusiaan, tanpa memandang perbedaan asal, suku, agama maupun kebangsaan. Sebutan banyak orang tentang demokrasi tampaknya erat hubungannya dengan tahun politik di Indonesia yang sedang menegang sebelum pelaksanaan Pemilu 2024 hingga paska hari pemilihan yang riuh dengan kecurangan.

Dia sendiri sebenarnya sungguh menaruh keperdulian terhadap pelaksanaan Pemilu 2024, karena hanya dengan pelaksanaan Pemilu yang jujur dan bersih, akan menghasilkan juga sosok pemimpin nasional pada level manapun yang jujur dan bersih pula dalam mengemban dan menjalankan amanah dari rakyat. Masalah yang menjadi soal adalah, sejak awal proses pencalonan — eksekutif maupun eksekutif — orientasi utamanya adalah kekuasaan. Akibatnya, masalah menang atau kalah dalam Pemilu di Indonesia telah menjadi kalkulasi utama diatas segala-galanya. Sehingga, upaya untuk memaksakan kemenangan menjadi sangat dominan. Tak lagi ada kesadaran dan pemahaman pada makna pengabdian bagi rakyat. Bahkan, rakyat tidak lagi diposisikan sebagai subyek, tetapi hanya obyek semata-mata.

Wacana demokrasi bagi dirinya tidak lebih penting dan tidak lebih utama dari nilai kemanusiaan yang harus dan wajib untuk diutamakan. Minimal, praktek demokrasi itu hanya sebatas habitat pemerintah dan kekuasaan. Sedangkan nilai-nilai kemanusiaan dapat dirasakan langsung oleh setiap orang yang bersinggungan dengan segala bentuk aktivitas dan gerakan yang dilakukan, baik langsung maupun tidak.

Demokrasi itu sendiri baginya tidak lebih mulia dari upaya menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang azali — sebagai anugrah Illahi Rabbi — sebagai Khalifah Allah di muka bumi. Etika, moral dan akhlak mulia yang dikaruniai oleh Tuhan lebih sakral sekaligus spiritual sifatnya yang patut dan wajib dijaga agar tak terdegradasi menjadi makhluk yang yang rendah harkat dan martabat bawaan sejak lahir untuk dipelihara supaya tidak berprilaku seperti makhluk lain — binatang, iblis atau pun syaitan.

Karena itu sikap curang, bohong, menipu, ingkar janji, khianat dan perilaku jahat adalah anti terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang suci dan sejati.

Pesan moral dan spiritual dari penulis yang telah mati ini, mungkin masih ada tersisa pada ruang-ruang kosong yang belum terisi oleh noktah-noktah hitam, sehingga bisa menjadi bahan perenungan sekedar untuk mawas diri agar bisa lebih bijak menyikapi hidup supaya tidak sampai mabuk duniawi yang cuma sekejap akan dilalui, setelah itu pun mati.

 

Jacob Ereste