Dilaporkan oleh: Paulus Laratmase

Kesaksian keluarga korban trafficking di malam minggu 7 Desember 2024, sebagai jurnalis tidak sendirian mendatangi keluarga korban. Upaya untuk menemui keluarga korban tidak mudah. Setelah mendapat informasi bahwa bisa bertemu di malam minggu, saya mengajak salah seorang tokoh adat dan seorang pendeta untuk menyaksikan secara langsung apa yang menjadi alasan persoalan ini dilaporkan ke pihak berwajib.

Tersisih dari Pergaulan Sosial

Sejak persoalan dilaporkan pihak Aparat Penegak Hukum, keluarga menjadi bahan pergunjingan Masyarakat di Biak Numfor. Keluarga diancam dengan berbagai tekanan baik langsung dan tidak langsung entah di lingkungan tempat tinggal bahkan lingkungan keluarga seasal. Mereka tidak dianggap bagian dari keluarga primordial sesuku.

Ancaman yang begitu datang bertubi-tubi, secara psikologis keluarga menutup diri terhadap berbagai informasi yang ingin diterima dari luar. Tujuan mereka adalah agar rasa aman minimal dialami dalam kondisi tekanan public, seakan-akan mereka penyebab terjadinya kekalahan salah satu kandidat yang sejatinya, perbuatan tidak bermoral itu terjadi pada momentum kampanye pilkada yang berdampak psikologis juga terhadap pilihan public terhadap bupati dan wakil bupati yang dipilihnya.

Pengakuan Keluarga Korban, Tidak Diboncengi Persoalan Politik

“Banyak yang menuduh kami bahwa kasus ini diboncengi persoalan politik. Ketiga pasangan calon bupati dan wakil bupati tidak satu pun kami kenal secara dekat. Bagaimana mungkin kami melakukan tindakan melaporkan ke pihak berwajib dengan alasan politik? Ancaman datang bertubi-tubi, siapa pun orangnya pasti tidak merasa nyaman,” tegas salah satu kakak korban di hadapan tokoh adat dan pendeta.

Lanjutnya, “Kami manusia yang memiliki hak hidup yang tidak boleh dicabut oleh siapapun. Jika hak hidup kami terancam, apakah kami hanya pasrah menerimanya di negara yang harus melindungi rakyatnya dari segala ancaman terlebih hak kami untuk hidup? Polisi tempat kami mengadu, polisi tempat kami meminta pertolongan dan dari situlah, persoalan digali sedemikian rupa sehingga pada akhirnya persoalan ini terungkap dan korban-koraban lain juga ikut melaporkan kondisi yang mereka alami sampai kini telah terdapat 19 korban yang  dimintai keterangan oleh polisi dan berkas perkara telah dilimpahkan ke Polda Papua.”

Keluarga Korban Telah Berusaha Untuk Berdamai Namun Mereka Selalu Diteror

Peristiwa terjadi di di awal bulan November 2024. Sejak hari itu, keluarga berusaha untuk mencari solusi damai dengan berbagai cara agar mereka hidup dalam kedamaian. Demikian paman dari korban menuturkan, “Kami keluarga kecil tidak bernilai di mata mereka yang memiliki kuasa besar atas orang lain. Kami tidak dianggap sebagai rakyat kecil yang berupaya mencari jalan keluar yang bisa ditempuh. Justeru kami diteror terus menerus dan rasa takut pun menghantui hidup keluarga kami. Keputusan kami adalah, ketika upaya mencari jalan keluar mengalami jalan buntu dengan selalu ditanggapi dengan ancaman, satu-satunya cara adalah melaporkan persoalan ke pihak kepolisian agar kami dilindungi.”