Tulisan ini merupakan bagian kedua dari tiga tulisan yang oleh redaksi penting untuk ditulis terkait fenomena penerimaan siswa baru tingkat SMA/ SMK, Tahun Ajaran 2023/2024 di Kabupaten Biak Numfor. Pada bagian kedua ini, penulis menelusuri sekolah milik Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS), Kepala Sekolah SMA YAPIS, Drs. Rasiman.
“Tak lama cahaya fajar pagi menyinari bumi, awan pun mendekatinya dan cahaya itu mulai redup. Kata orang, hidup segan mati tak mau, demikian fenomena penerimaan siswa baru tingkat SMA/ SMK Tahun Ajaran 2023/2024 di Kabupaten Biak Numfor,” demikian Kepala Sekolah SMA YAPIS Biak, Drs. Rasiman, saat ditemui Suara Anak Negeri di ruang kerjanya.
Keputusan Pemerintah dan para Kepala Sekolah SMA/ SMK se-Kabupaten Biak Numfor dihadiri Kepala Dinas Pendidikan, terkait pembatasan jumlah penerimaan siswa baru Tahun Ajaran 2023/ 2024 dan keptusan itu oleh Panitia Penerimaan Siswa Baru SMA Negeri 1 Biak hanya bisa menerima 324 siswa untuk Sembilan rombel, menjadi sebuah berita gembira bagi sekolah-sekoah swasta yang ada di sekitar Distrik Biak Kota dan Distrik Samofa.
Kata Rasiman, “Sejak diumumkan oleh Komite Sekolah SMA Negeri 1 Biak tanggal 3 Juli 2023, orangtua siswa yang hadir langsung mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah swasta, termsuk SMA YAPIS. Sayang sekali, ketika formulir pendaftaran sudah dibawa pulang dan saat pengembalian formulir ke sekolah, sudah ada “Berita Burung” bahwa kini SMA Negeri 1 Biak membuka pendaftaran siswa baru lagi atas kebijakan Pemerintah Daerah Biak Numfor”.
“Mungkin saja berita ini benar, karena sebagian orangtua siswa yang mengabil formulir, belum dikembalikan. Panitia Penerimaan Siwa Baru SMA YAPIS sampai jam tiga sore menunggu, mereka tidak datang mengembalikan formulir lagi. Bisa saja orangtua telah kembali mendaftar di SMA Negeri 1,” sambil menunduk, rasa sedih nampak pada raut wajahnya.
Ketika ditanya sejauhmana animo orangtua siswa mendaftarkan anaknya di SMA YAPIS Biak, Rasiman mengatakan, “Sampai jam tiga sore, jumlah yang mendaftar dan menyelesaikan biaya administrasi sudah 41 siswa. Idealnya, satu rombongan belajar minimal 25 orang, maksimal 32 orang. SMA Negeri 1 bisa satu kelas 55 orang, artinya ruang kelas sangat padat dan sudah pasti efektifitas belajar terganggu”.
“Jika benar SMA Negeri 1 membuka kembali pendaftaran siswa baru, kuota 308 siswa baru khusus Orang Asli Papua wajib diterima, bukan berarti siswa yang bukan orangtuanya Orang Asli Papua diberikan rekomendasi diterima kembali yang seharusnya sudah ditolak untuk tidak mendaftar kembali ke SMA Negeri 1.
Kasihan SMA wasta di Kabupaten Biak Numfor, jika kebijakan seperti ini diambil, akan semakin memperparah pihak sekolah swasta yang dari tahun ke tahun kekurangan siswa. Sekolah sekolah swasta kini bagaikan hidup segan, mati tak mau” demikian Rasiman memberi masukan bagi para pengambil kebijakan.
Paulus Laratmase