Hari ini 11 tahun lalu, untuk pertama kalinya aku menangis dengan tangis yang sebenar-benarnya. Bukan tangis karena uang bulanan yang telat mampir ke rekening, bukan menangis lantaran surat cinta terlambat dibalas, bukan pula karena diputuskan pacar.

18 Agustus 2013 bapak mengembuskan napas terakhirnya. Namun saat Tuhan berkehendak, siapa bisa menghalanginya?
Berbagai macam rasa takut menghantui. Dan puncaknya adalah hari itu.

Hari ini 18 Agustus 2023, tepat sebelas tahun bapak pergi menghadap Sang Pencipta. Setelah hari-hari berkabung itu usai, aku memaknai kepergiannya dengan cara lain. Bahwa Tuhan Yesus tentulah sangat menyayangi bapaku hingga Dia memeluknya lebih cepat dan erat dari dunia fana ini.

Aku adalah anak perempuan bapak yang cintanya kepadaku lebih besar dari cintaku kepadanya. Setiap tahun, untuk mengenang kepergian bapak, aku selalu membuat catatan-catatan sebagai pengingat diri sendiri. Inilah caraku untuk selalu menghadirkannya. Selain doa-doa tentu saja. Buatku, bapak bukan hanya sebagai seorang bapak karena faktor takdir. Tapi juga guru kehidupan. Yang dalam diamnya selalu mengajarkan bagaimana caranya menjalani dan bertahan di kehidupan yang keras. Bapak yang tak pernah mengeluh, yang sangat pekerja keras, yang selalu punya visi, yang selalu mengutamakan keluarganya.

Aku adalah anak perempuan bapak yang selalu manja meskipun sudah besar. Aku adalah anak perempuan bapak yang semasa kecil sampai kerja tetap suka cerita tentang semua masalah saya. Entahlah.. Banyak hal yang tidak bisa diceritakan tentang kebaikan bapak saya. Bapak yang hebat yang pintar dalam segala hal.

Melukis, membuat patung, pintar bermain musik bahkan bapak adalah seorang guru dan dosen yang sangat dicintai murid dan mahasiswa nya. Bpk. Sungguh aku mencintaimu. Namun tepat tanggal 11 Agustus 2013, bapak harus mengalami kecelakaan maut dan bapak sempat dilarikan ke rumah sakit St Elisabeth. Namun bapak hanya bisa bertahan 1 minggu dan menghembuskan nafas yang terakhir tanggal 18 Agustus 2013. Dan sangat jelas diingatanku, aku masih ajak bapak doa salam maria 3x dan bapak langsung menutup kan mata nya untuk selama lamanya.

Aku menangis, tapi tak meraung-raung. Tak siap dengan segala kemungkinan. Kubayangkan wajah mama dan saudara-saudaraku, Mereka pasti lebih terluka. Aku anak perempuan Bapak, yang pernah menunggu-nunggu kepulangan ayah di rumah dalam kondisi sehat. Tetapi hanya jasadnya yang hadir diantar ambulans. Setelah disemayamkan, untuk yang terakhir kali kutatap dan kucium wajahnya. Dalam diam. Dalam doa yang panjang. Yang menyusupkan rindu berkepanjangan. Hingga detik ini….

Pa…Bahagialah disana.

Benarlah perkataan ini: ”Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia” – 2 Timotius 2:11

Vera Sylvia🌹