Oleh: Alex Runggeary
***
Sore itu, aku mendengar anakku melantunkan nada sendu sayup terdengar dari depan rumah papan berpanggung di Angkasa Jayapura 1982. Apakah ia menangis ataukah menyanyikan lagu ciptaannya sendiri? Aku tak begitu jelas mendengarnya. Tapi nada sendu itu sungguh melekat
Rumahku yang panggung dibangun oleh Special Proyek PBB disebut dengan Funds from the United Nations for the Development of West Irian disingkat – FUNDWI. Tidak hanya rumah milik lembaga internasional di mana aku bekerja, The Irian Jaya Joint Development Foundation – JDF, tetapi proyek Fundwi ini juga membangun – Kota Satelit Angkasapura – dilereng Pegunungan Cyclop menghadap ke Samudra Pasifik. Sebelum kota Kuala Kencana yang dibangun Freeport, kota Angkasa Jayapura yang paling indah menawan pada masanya. Hutannya dibiarkan tumbuh lebat menaungi kota ini. Pada pagi hari yang dingin, kita akan menemukan minyak goreng yang beku, saking dinginnya.
Konon dana PBB itu sesungguhnya datang dari pemerintah Belanda yang sudah terlanjur dianggarkan dan disahkan badan Legislatif mereka untuk Pembangunan Papua Barat. Tetapi karena ada Trikora dan utamanya intervensi Amerika ke Indonesia melalui Pergolakan Papua demi mencegah penyebaran KOMUNIS masuk ke Indonesia, maka tidak ada jalan lain, dana itu disalurkan lewat PBB.
Lebih aman dan efektif terlihat bukti nyata secara fisik dari sekolah, rumah sakit, dermaga, sampai pelabuhan udara, just nama it. Termasuk kota Satelit Angkasa. Dari pada menyerahkan dana itu ketangan pemerintah Indonesia, yang sangat diragukan kemampuannya untuk membangun Papua. Bisa – bisa dana itu lenyap ditengah jalan seperti kasus Dana Otonomi Khusus sekarang yang tak jelas ujung pangkalnya. Alias tak dapat diUKUR. Juga tak terlihat kasat mata. Seperti membangun awan. Any argument? Just go ahead, but facts speak for themselves. Rakyat Papua termiskin seIndonesia. So what !
Rumah bapak Hamzah Hamid dibangun sendiri oleh JDF. Rumah standar bagi pejabat dilingkungan kantor kami. Beliau adalah Manager Loan Division. Beliau menjadi manajer ketika manajer kami sebelumnya pak Syamsubar dari BAPINDO, Bank Pembangunan Indonesia kembali ke kantor asalnya.
Ketika pak Hamzah Hamid sebagai manajer inilah, saya dipromosikan jabatan saya dari Asistant Loan Officer menjadi Loan Officer bidang Kehutanan dan Indistri Kecil menggantikan Fred A. Sinyal yang juga meninggalkan JDF hampir bersamaan waktunya.
Rumah pak Hamid hanya sepelemparan batu jauhnya dari rumah saya. Anak anaknya, Irma dan Irsi selalu mengajak anak-anak saya Ina dan Lucy bermain kerumah mereka atau sebaliknya. Ketika orang dewasa tak leluasa membina hubungan dengan tetangga karena faktor hirarhi di kantor misalnya, anak-anak justru bebas bergaul akrab dengan teman sebagai merek tanpa penghalang apapun.
Suara anak saya Ina yang saya dengar sayup sayu itu, ternyata ia sedang mengulangi permainan tadi siang bersama Irma dan Irsi, yaitu belajar – mengaji.
Pagi tadi saya lihat posting teman-teman di grup X-JDF, kalau bapak Hamzah Hamid telah berpulang kemarin tepat pada hari-hari pertama di Bulan Suci Ramadhan. Semoga beliau dilapangkan jalannya, amin.
——–
Yogyakarta, 13 Maret 2024