Oleh: Elza Peldi Taher
–
Pada Sabtu, 22 Juni 2024, saya menjelajahi berbagai sudut kota Jakarta, memulai perjalanan dari Cinere, Pondok Labu, Pondok Indah, melintasi Antasari dan Sudirman, melanjutkan Tebet, Cawang, sebelum akhirnya kembali ke Pondok Cabe. 22 Juni adalah ulang tahun kota Jakarta yang ke-497.
Jakarta tak lagi menjadi kota ibu negara sejak 15 Februari 2024. Tak ada yang berubah dari ibu kota ini, meski bukan lagi ibu kota negara. Jalanan yang padat terus menyiratkan cerita kehidupan ribuan dan jutaan jiwa yang bersinggungan di sini. Mereka yang mengais rejeki, yang mengejar mimpi, yang menatap masa depan tetap bertahan. Tak ada pertanda akan ada perpindahan besar besaran dari kota ini.
Jakarta, hanya merelakan gelar resmi itu pergi. Namun, Jakarta tetap menjadi jantung negara ini. Di Jakarta, getaran kehidupan terasa paling kuat, memancar dari pasar yang ramai hingga hingar bingar perkotaan yang tak pernah padam. Suaranya tetap bergema dalam langkah-langkah orang-orang yang mengisi jalanan, mencari identitas dan makna.
Kota ini, yang kerap dihujani kritik dan cemoohan, tetap memikat hati yang menghuninya. Di balik kemacetan dan polusi, terdapat kehidupan yang mengalir tak kenal lelah. Disinilah Jakarta mempertahankan keunikan dan pesonanya.
Jantung Jakarta tetap ramai, ritme kehidupan tetap berdenyut. Jalanan berdebu dan gemerlap lampu masih menyambut langkah-langkah yang tak pernah berhenti. Kota dengan kesibukan seadanya, mencatat kisah-kisah baru dalam lini masa. Di sini, sejarah menyusup dalam setiap sudut, mengukir jejak zaman yang terus berubah.
Memperhatikan wajah para pedagang yang berjualan di jatinegara, Pasar pramuka dan pinggir pinggir jalan pasar minggu, mereka tampak tidak gentar menghadapi tantangan hidup. Mereka menjadikan kota ini sebagai medan perjuangan, tempat di mana kehidupan dipertaruhkan setiap hari. Mereka tak akan pindah. Mereka petarung sejati. Petarung sejati tak akan pindah.
Jakarta bukan hanya sekadar tempat tinggal, melainkan panggung utama di mana keberanian dan ketangguhan diuji. Mereka yang tidak mampu bertahan, memilih untuk pergi, meninggalkan jejak-jejak keberanian dan ketekunan di balik. Di tengah keramaian dan dinamika kota ini, satu hal tetap pasti: Jakarta adalah tempat di mana hanya petarung sejati yang akan bertahan, menantang batas dan menaklukkan tantangan demi hidup yang lebih baik.
####
15 Februari 2024 Jakarta dilengserkan sebagai ibu kota negara. Ibu kota negara berpindah ke Nusantara, ke tepi Kalimantan Timur yang hijau nan memikat.
Memindahkan ibu kota memerlukan persiapan matang dan membutuhkan dukungan publik luas. Jika tidak akan berakhir dengan kegagalan.
Pada tahun 2005, Myanmar memindahkan ibu kota dari Yangon ke Naypyidaw. Meskipun semua infrastruktur telah dibangun, termasuk jalan penghubung, hotel, dan pusat perbelanjaan, ibu kota yang baru ini tetap sepi. Kegagalan ini disebabkan minimnya keterlibatan publik dalam perancangan dan pemindahan ibu kota.
Pada tahun 1999, Malaysia memindahkan ibu kota ke Putrajaya sebagai kota administratif. Namun, pegawai pemerintah enggan pindah karena alasan keluarga. Pusat perekonomian dan Gedung parlemen tetap berada di Kualalumpur. Demikian juga halnya dengan Kazakhstan dan Tanzania.
Semua negara ini menghadapi tantangan yang berbeda, termasuk minimnya keterlibatan publik, ketidaksetujuan pegawai pemerintah, dan ketidakminatan penduduk untuk pindah ke ibu kota yang baru. Memindahkan ibu kota bukan perkara mudah.
######
Setelah tak lagi jadi ibu kota negara, dan apa lagi setelah Nusantara diresmikan jadi ibu kota baru Agustus ini, Jakarta akan berubah menjadi lebih tenang dan nayaman. Kehidupan masyarakatnya tetap berdenyut dengan irama yang sama. Penduduknya tetap sibuk dengan rutinitas mereka, jalan-jalan yang tetap ramai, dan kemacetan yang masih menghiasi jalanan. Seolah tak terjadi perubahan
Satu perubahan yang mungkin dapat dirasakan: sirine-sirine yang biasanya mengusir mobil-mobil ke pinggir jalan untuk memberi jalan kepada para pejabat penting, akan semakin jarang terdengar. Sirine-sirine itu, lambang kekuasaan dan kepentingan orang penting, kini bergerak menuju ibu kota baru. Jakarta, tanpa gemerlap sirine itu, mungkin akan lebih tenang, lebih nyaman, lebih dalam kesederhanaannya.
Di sinilah Jakarta menemukan keunikan barunya, di antara hiruk-pikuk dan ceruk-ceruknya yang tak pernah sepi. Kota ini tidak lagi ditandai oleh derap kaki para pejabat, tetapi oleh langkah-langkah masyarakatnya yang terus maju. Jakarta, kini bukan lagi pusat kekuasaan, namun tetap menjadi hati dari perjalanan panjang kehidupan di negeri ini.
####
Selamat ulang tahun, Jakarta. Meski kini tidak lagi menjadi ibu kota negara, kota ini tetap dihati. Jakarta, kota para petarung sejati, tempat di mana setiap harinya jutaan orang bertarung untuk mencapai impian mereka. Di sini, tiap sudut jalan menyimpan cerita kehidupan yang menggetarkan, dari para pekerja keras yang bertahan di tengah gemerlapnya perkotaan hingga mereka yang membangun mimpi dari nol.
Pondok Cabe Udik 23 Juni 2024
Elza Pedi Taher