Soal Visi Misi
(Suatu catatan kecil)

Oleh : Lasan Silverius Bataona, SS

Ketika sahabat saya Bung Paul Laratmase, lebih dari sepuluh tahun silam, maju bertarung sebagai Calon Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB), maka beliau membuat visi misi. Intinya bagaimana MTB dibangun selama lima tahun ke depan di bawah kepemimpinannya jika beliau terpilih sebagai Bupati.

Visi adalah situasi yang tercipta/wajah daerah ke depan seperti apa, sebagai hasil pencapaian pembangunan selama dan setelah lima tahun. Sedangkan misi lebih pada persoalan bagaimana program program kerja dirumuskan untuk mewujudkan visi tersebut. Visi misi kemudian diperkenalkan kepada publik sehingga publik memiliki gambaran, jika tokoh ini terpilih menjadi Bupati, ke arah mana kabupaten ini akan dibawa.

Mengapa seorang Bupati harus memiliki visi misi? Karena dia adalah top eksekutif di tingkat kabupaten. Itulah sebabnya Kepemimpinan di eksekutif kabupaten tidak bersifat kolektif kolegial seperti di DPRD. Bupati umumnya dianggap sebagai “primus interpares” diantara para petinggi kabupaten seperti Kapolres, Dandim,Kajari, dan Ketua Pengadilan Negeri, dalam Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda), tetapi tetap posisinya di eksekutif kabupaten adalah sebagai penguasa tunggal. Itulah sebabnya seorang calon bupati/walikota/gubernur (termasuk presiden) harus memiliki visi misi.

Jika seseorang kemudian terpilih menjadi Bupati, maka visi misinya akan menjadi dasar dan rujukan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten. Sesuai regulasi RPJM dibuat untuk jangka waktu lima tahun. RPJM ini kemudian dirinci lagi dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) kabupaten setiap tahun. Bupati menjadi penentu dan pengambil keputusan tunggal meskipun secara teknis dia dibantu oleh Sekretaris Daerah (Sekda) dan pejabat struktural terkait lainnya. Memiliki visi misi adalah suatu keharusan yang bersifat mutlak bagi setiap calon pemimpin eksekutif.

Lain padang lain belalang, lain eksekutif lain pula legislatif. Jika seorang yang maju sebagai calon pemimpin harus memiliki visi misi, maka seorang calon anggota legislatif tidak perlu punya visi dan misi. Seorang anggota DPRD tidak pernah menjadi penentu dan pengambil keputusan tunggal bagi lembaga DPRD. Pada tingkat pimpinan DPRD sekalipun, suatu keputusan hanya bisa disahkan dengan ketukan palu pimpinan sidang jika sudah disetujui mayoritas anggota DPRD. Menjadi aneh dan lucu jika ada calon anggota legislatif yang membuat visi dan misinya jika terpilih sebagai anggota legislatif. Percuma, karena hanya akan masuk kotak sampah. Seorang anggota DPRD hanyalah salah satu komponen kecil dari sekian puluh orang anggota DPRD. Dia hanya salah seorang anggota fraksi dan salah seorang anggota Komisi. Kalaupun beruntung terpilih sebagai pimpinan DPRD, statusnya tetap sebagai salah satu unsur pimpinan dari kepemimpinan DPRD yang bersifat kolektif kolegial. Dia tidak dapat menandatangani suatu dokumen keputusan DPRD seorang diri tanpa unsur pimpinan yang lain.

Event politik seperti Pemilu, selalu menampilkan berbagai dinamika dan fenomena yang menarik untuk dicermati. Semangat yang tinggi membuat visi misi dan mensosialisasikannya kepada publik agar didukung sebagai anggota DPRD, membuktikan ketidaktahuan dan ketidakmampuan seseorang mengenal dan membedakan apa fungsi lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam tata kelola pemerintahan. Jika demikian berkualitaskah calon anggota DPRD seperti ini? Layakkah orang dengan tingkat pengetahuan seperti itu didukung menjadi anggota legislatif? Apa yang bisa dia perjuangkan di lembaga yang terhormat itu? Rendahnya kualitas seorang politisi calon anggota legislatif juga sering terlihat pada penggunaan jurus-jurus fitnah, pembusukan, dan negative campagne terhadap pihak-pihak lain yang menjadi lawan politik. Cara-cara seperti ini tidak akan membangun sportifitas dan karakteristik persaingan politik yang sehat di tengah masyarakat.

Ajang kampanye-kampanye politik jelang pemilihan umum, seharusnya menjadi kesempatan berharga untuk melakukan pendidikan politik kepada publik. Dengan berbagai informasi dan issu politik yang salah, para politisi sebenarnya memiliki andil dalam proses penyesatan dan pembodohan terhadap publik. Para praktisi politik umumnya dapat membaca dan mengidentifikasi secara cepat siapa-siapa politisi yang baru terjun sebagai pemain baru di dunia politik dan karena itu sering melakukan blunder, dan siapa-siapa politisi praktisi yang kuat mengakar di masyarakat dan lebih berpeluang menang.

Perlu ditegaskan, kekuatan seorang calon anggota legislatif bukan terletak pada konsep-konsep teoretis abstrak, atau kemampuan-kemampuan beretorika yang dimilikinya, tetapi terutama pada kedekatan dan kebersamaannya dengan rakyat serta pengetahuan dan pemahamannya terhadap berbagai permasalahan rakyat.

Yang perlu disosialisasikan seorang calon anggota legislatif bukan visi misi pribadinya, tetapi visi misi dan ideologi dari partainya yang sudah tertuang secara baku dalam AD/ART partainya. Itulah yang harus menjadi pedoman dan pegangannya ketika memperjuangkan kepentingan rakyat di lembaga legislatif. Memang tidak banyak politisi yang memiliki latar belakang pengalaman pemerintahan di trias politica (eksekutif, legislatif dan yudikatif) itu, tetapi setidak-tidaknya sahabat saya Bung Paul Laratmase, yang saat ini lebih banyak berkiprah sebagai dosen, sudah menguasai dua diantaranya, karena pernah duduk sebagai anggota legislatif dan pernah maju bertarung sebagai calon bupati Maluku Tenggara Barat dengan konsep-konsep visi misi program yang siap dieksekusi seandainya saat itu menang sebagai Bupati MTB. Sayang sekali ketika itu sang dewi fortuna belum berpihak padanya.

 

Lasan Silverius Bataona, SS