Kasus siswa tidak naik kelas yang lagi marak, yang oleh sekolah tempat siswa dididik dan diajar, memberikan keleluasan untuk memilih antara naik kelas namun harus pindah sekolah lain dan tidak naik kelas dengan ketentuan tetap sekolah di sekolah yang bersangkutan, bukanlah sebuah model edukasi yang baik bagi generasi bangsa.
Ruth Yawan, S.Pd.,M.Pd menegaskan, jika siswa tidak naik kelas disebabkan standar baku yang menjadi tolok ukur penilaian guru terhadap proses mengajar dan mendidik tidak tercapai, siswa tidak boleh diberikan pilihan alternative oleh pihak sekolah untuk memilih “pindah ke sekolah lain agar naik kelas” atau “tetap sekolah di sekolah dan tidak naik kelas”.
Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik. Justeru pilihan alternative diberikan, maka sudah pasti siswa memilih pindah sekolah, dengan naik kelas agar secara psikologis orangtua tidak merasa malu jika ditanya teman, tetangga atau siapa saja terkait anaknya yang oleh sekolah pilihan asal memiliki character building yang sangat buruk.
Ruth Yawan menekankan, “Jika sekolah berani menerima siswa yang bersangkutan, diajar dan dididik di sekolah, karena factor X namun pada kenyataannya pendidikan kharakter yang secara essensial menjadi bagian integral dari proses mengajar dan mendidik diabaikan sedemikian rupa sehingga pilihan naik kelas dengan syarat pendah ke sekolah lain adalah dianggap hal biasa yang tidak membenani sekolah asal pilihan anak dan orangtua, ecara edukatif tidak mendidik”.
Menurut Ruth Yawn, “Proses mengajar dan mendidik adalah keberanian pihak sekolah memberikan putusan bahwa siswa tidak naik kelas dan wajib sekolah di sekolah asal dan jika minta pindah sekalipun ke sekolah lain atas permintaan orangtua maka, status keterangan Tidak Naik Kelas tetap dicantumkan pada laporan pendidikan siswa yang bersangkutan”.
Lanjut Ruth Yawan, “Tidak ada sekolah yang mengaggap diri superior dalam dunia pendidikan. Kewajiban sekolah adalah mengajar melalui transfer pengetahuan tetapi juga pembentukan kharakter siswa agar terdapat keseimbangan dalam tumbuhkembang diri, termasuk keputusan TIDAK NAIK KELAS dalam kondisi apapun, tidak boleh ditawar tawar dalam memberikan pilihan kepada siswa atau orangtua. Dengan demikian siswa yang pindah ke sekolah lain dengan pridikat TIDAK NAIK KELAS menjadi perhatian serius. Karena jika pindah sekolah dengan predikat naik kelas, terkesan sekolah asal mengaggap diri superior dan sekolah lain biasa biasa saja dalam mengajar dan mendidik siswa”.
“Kasus seperti ini sebaiknya jangan lagi terjadi di Kabupaten Biak Numfor. Memberikan penilaian objektif kepada siswa yang tidak naik kelas karena indicator minimal tidak terpenuhi, wajib diberitahu kepada orangtua untuk tetap memilih TIDAK NAIK KELAS” apa pun resikonya”.
Fenansus Ngoranmele