Muhammad Solihin Oken

Drupadi

1
Wajah siapakah yang bawa arti tatapan? Wajah yang menghimpun luka dari segala pesona kecantikan

Para Kurawa pun meradang; api cemburu itu tak pernah hilang- dalam momen kaum Satria

Karena yang tak terbetik dalam gumam perempuan, terpekik lebar pada bibir ke sisi geraham: Drupadi

2
Perempuan- apa perempuan? Bunda Kunti maha kasih dan air mata sunyi penderitaan hutan-hutan

Pengasingan- tiga belas tahun lamanya waktu berjalan tanpa kendali, bagai kuda-kuda terikat rimba mati

Sangkuni- “apa arti perempuan? Kau permainkan aku di atas permainan laki-laki!” tanya Drupadi

3
Kemana kau bawa penghinaan ini, Dursasana? tanya Drupadi. Kau lucuti baju-baju yang melekat di tubuhku seperti kau patahkan saja tubuh-tubuh kaki babi rusa

Dendam amarahmu- bagai petir di siang bolong; sampai segala kehormatan ku tinggal- kosong

Tangis yang menyalak bagai anjing terpukul- bengkak; hal yang tak pantas kulakukan sebagai istri Satria Pandawa; kau t’lah buat malam-malamku penuh air mata dan kehinaan, bedebah Dursasana!

4
Bahasa perempuan itu tak boleh terdengar lebih dari tiga kaki, demikian Gandari

Harga kesopanan perempuan adalah segala-galanya di atas keelokan rupa

Karena dunia dibangun atas wibawa laki-laki; kemana pun kau melangkah- wahai sang Drupadi, sembunyikan air matamu dari tatapan panas matahari

5
Tak terpercik mata air atas suara siapakah dia- jantan atau betina? Demikian Drupadi bicara kepada bunda Kunti,

Kemalangan hanya milik perempuan, dan kejayaan milik laki-laki, sepertinya bunda Gandari ingin berkata begitu padaku, wahai bunda maha kasih Kunti

Kemana ku hadapkan kemaluan ku pada setiap laki-laki di sana, bunda kasih Kunti? Air mata ini terus jatuh seakan bumi tak lagi sanggup menampungnya!

6
Perselingkuhan cinta untuk tahta kuasa? Sulit membayangkannya, lebih mudah melakukannya

Yang terbayang seperti mencari garis tepi matahari siang hari, melakukannya hanya perlu sedikit membuka pintu di tengah malam penuh kabut rahasia

Ah, perselingkuhan cinta dan tahta terlalu banyak menghampiriku! tutur Drupadi seolah ingin menjawab teka-teki

7
“Bagaimana aku bisa tak merindukan Arjuna,” kata Drupadi menjawab pertanyaan Bima, “setiap angin yang lewat membawa desiran rindu padanya.”

Bima berkata pada Drupadi,” Istriku, aku pun begitu merindukan saudaraku, Arjuna, Tak ada yang bisa lepas diriku padanya, aku merindukannya seperti rindu atas bayanganku sendiri

Kita tak sanggup kehilangan Arjuna sehari saja, tapi sudah berbulan dia belum kembali. Tidakkah kau ingin menjemputnya untukku, Suami?

8
Berapa jarak untuk kembali? Kerajaan dan rasa keadilan masihkah ada di sisi Paman Destarata?

Kita tak bisa menunggu belas kasih Paman Destarata- dan Duryudana, begitu lihai bermain kata-kata, setiap ucapannya seperti sebuah kebun kebijaksanaan

“Yudistira, suamiku,” ucap Drupadi, “Ambil lah kebijaksanaan, sebelum satu kata pun meluncur keluar dari mulut Duryudana- karena sesungguhnya engkaulah pemilik kebijaksaan itu, Suami!

9
Perempuan terbangun dari ranjangnya lebih dulu dari laki-laki, tapi sejarah memadang perempuan sebagai pemalu dan menyembunyiikannya dari ruang kata-kata

Laki-laki memandang sejarah dari kata kuasa dan pena yang tajam mengiris-ngiris bahasa demikian halusnya sehingga wajah laki-laki tergambar cahaya dalam lukisan dewata

Perempuan itu tahu suara perempuan tak boleh terdengar lebih dari tiga kaki dengan demikian kelembutan dan kehormatannya terjaga- karena aku punya lima laki-laki maka suaraku lima kali lebih jauh dari perempuan biasa, kata Drupadi kepada Kunti

10
Di ruang itu tinggal Kunti dan Gandari bercakap dalam senyap

Drupadi?- dimana Drupadi?

Malam hening- bintang dan bulan pun tak tahu kemana kan bawa sinarnya ke punggung kamar: Drupadi?

11
Senja merepih warna- kosong sepi sendiri

Bila perempuan tatap malam- diam sunyi langit bulan mati

Kerinduan- kerinduan kata-kata tertimbun di atas semak gelap berlumpur

12
Teringat atas mekar putik bunga melambai angin ke singgasana

Sorotan mata para satria melenguh luruh pada
dewata menatap lesat panah Arjuna

Ay, satria mana gagah perkasa demikian kuat nafas panahnya merobek-robek jantung hatiku, ucap Drupadi

13
Hujan demikian deras malam ini- tak ada yang tahu nasib waktu hanya rintihnya selebar suara burung hantu

Dingin mengerjap dalam kamar- kata-katanya dalam tertahan gemuruh

Ah, waktu dimana kau ciptakan rasa damai pada bumi?

14
Aku pun tak tak tahu apa nasib waktu? Pada radar luka Afrika mana sampai ke lembah nirwana?

Tubuh dalam lukisan kata mengapung di sudut kota lama

Jalan keabadian puncak dewata; di pucuk-pucuk bunga teh kuhirup wangi kesunyian

15
Nang besi nang hitam Nang langit nang biru nang hejo papohonan

Satyaki saiki tempura banyu ning urip lalaki jajaki sagala abimanyu sekar nng jagat

Urung melarung jalan ka bathin tinggi kuasa perang ka Putin

16
Dunia semerbak bunga, atau dupa? Tangis kematian mengiris serangga virus dan perang

Medan perang ke jalan-jalan hitam ke batu-batu nisan ke ujung waktu dunia dan kehancuran

Sedang kehidupan butuh tawa dan riang bawa gadis secempluk di lantai dansa semanis senyum setumpuk cinta

17
Suara perempuan ada pada siapa: Gandari, Kunti atau Drupadi?

Gandari adalah suara keteguhan; Kunti adalah suara kebijaksanaan; sedang Drupadi adalah suara ketertindasan

Pada Drupadi suara perempuan yang lemah suara perempuan yang lama tak terdengar suara perempuan yang hati-hati dan dirundung ketakutan, sirna; kata menyeru bagai ombak membilang bagai gelombang, bergerak bergerak bergerak. Karena butuh keberanian untuk mengucap!

18
Hari-hari yang panjang; hidup dalam keterasingan menempuh jalan sunyi hutan-hutan

Hanya keteguhan dan kesabaran; dan laut- suara ombak pun sampai lupa di telinga

Kerinduan meniti pagi atas amuk ombak senggigi; tautan camar di batas pantai ombak angkasa tinggi

19
Jari-jari halus siapakah yang menggerus cerita dan kemapanan? Dunia tak selebar fakta atas cerita fiksi yang kau letakkan di ruang depan sambil mengunyah makaroni panggang

Fiksi seumpama jari-jarimu yang halus dengan warna kuku mengkilat tanpa citraan berarti atau imaji-imaji kebosanan menghirup ruang atas langit kelabu- mungkin hanya cerita cinta lama dan kau hangatkan yang kau masukkan kembali ke dalam oven

Di batas itu- mungkin jari-jarimu basah dan pewarna kuku itu luntur seketika. Tapi, jari-jari halus siapakah yang menggerus cerita dan kemapanan itu, Drupadi?

20
Seindah cahaya rembulan seindah punggung gunung Himalaya bagai peri-peri yang menyelimuti angkasa bagai rona-rona merah jingga langit senja

Tubuh yang gemulai menghentak jantung para satria buru nafas kuda di setiap bukit dan lembah ke liang danau yang merkah susupi daun-daun dan batang-batang pohon maple yang manis rasanya- Ah, perang belum juga reda, bisik Arjuna

Drupadi menyingkap kainnya, seakan ia ingin menyingkap cerita- dalam mahabharata tak ada cerita yang biasa para tokoh dan para dewa seperti telah sepakat setinggi-tinggi puncak Himalaya lebih tinggi budi Drupadi

21
Cahaya matahari jatuh di danau bening berhias cermin kamar

Lukisan sang dewi pergi ke sisi Drupadi, lambang keindahan perempuan dan ketajaman naluri

Dalam perjalanan waktu masih terbilang derita perempuan- penderitaannya terkadang masih sulit diucapkan; hanya sebuah rindu dari sepi yang panjang ku bawakan kuntum bunga puisi kepada harum tubuh: Drupadi

—-s e l e s a i—-