Membaca di berbagai Whatsapp Group, yang intinya Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM RI Prof Mahmud MD mengusulkan kepada Presiden RI, Calon Penjabat Gubernur Provinsi Papua yang bukan orang asli Papua.
Jika merujuk pada berbagai regulasi maka ada kekhususan bagi Orang Asli Papua berhak menduduki jabatan politis seorang Penjabat Gubernur Papua yang dalam waktu dekat, Plh Gubernur Provinsi Papua Rumasukun akan berakhir masa jabatannya.
Konsideran menimbang UU No 2 Tahun 2021 mengatakan (a) bahwa dalam rangka melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum;
(b) bahwa dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua, perlu dilakukan upaya untuk melanjutkan dan mengoptimalkan pengelolaan penerimaan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan, dan tepat sasaran, serta untuk melakukan penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua;
(c) bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2O01 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2OO8 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OO1 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dibentuk berdasarkan ketentuan pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.
Jika merujuk pada pasal 18B ayat (1) UUD Tahun 1945 sebagai sumber hukum UU Nomor 2 Tahun 2021, maka perlu diperhatian Pasal 7 UU No 2 Tahun 2021 angka (1) huruf (a) mengatakan DPRP mempunyai tugas dan wewenang mengusulkan pengangkatan Gubernu dan/atau Wakil Gubernur (b) mengusulkan memberhentikan gubernur dan wakil gubernur dan/atau kepada Presiden serta wajib merujuk pada pasal 20 ayat (1) tentang tugas dan wewenang MRP pada huruf (a) dikatakan Majelis Rakyat Papua mempunyai tugas dan wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang diusulkan oleh penyeleggara pemerintahan kepala daerah.
Dasar yuridis UU Nomor 2 Tahun 2021 Pasal 7 dan Pasal 20 merupakan rujukan hukum bagi lembaga DPRP dan MRP sebagai representasi rakyat dan representasi kultur manusia Papua dalam mengusulkan dan memberikan pertimbagang terhadap seorang Calon Pelaksana Tugas Gubernur Papua untuk diusulkan kepada Presiden.
Jika landasan yuridis formal ini diabaikan oleh seorang Prof Mahmud MD, menurut hemat saya, terdapat abuse terhadap regulasi yang sejatinya menjadi hak dan wewenang DPRP dan MRP yang secara khusus mengatur prosedur calon seorang penjabat Gubernur di Papua.
Persolan mendasar adalah sampai hari ini MRP sebagai representasi kultural telah demisioner dan belum dilantik yang baru. DPRP sebagai wakil rakyat dilangkahi oleh seorang Prof Mahmud MD dengan mengusulkan seorang Jenderal TNI kepada Presiden RI, pertanyaannya, mengapa selalu saja Top-Down manajerial negara tanpa memperdulikan aspek yuridis yang melegalkan hak-hak sipil dan hak politik dua lembaga DPRP dan MRP di Provinsi papua dengan rujukan UU No 2 Tahun 2021?
Jika Penjabat Gubernur Papua Selatan adalah seorang dosen yang memiliki kepangkatan yang diwajibkan, sama halnya dengan Penjabat Gubernur Papua Pegunungan yang adalah seorang jaksa, Penjabat Gubernur Papua Tengah yang adalah Seorang ASN murni, Penjabat Gubernur Papua Barat adalah seorang dosen dan ASN dengan kualifikasi kepangkatan yang diwajibkan, mungkinkah ada orang asli Papua yang oleh UU No 2 Tahun 2021 memiliki kelayakan seperti Anthonius Mathius Ayorbaba, SH.,M.Si, seorang Kakanwil Kemenkumham Provinsi Papua dapat diusulkan oleh dua lembaga yang terhormat kepada Presiden RI untuk menjadi Penjabat Gubernur Provinsi Papua?
Kapabilitas seorang Kakanwil Kemenkumham bernama Anthonius Mathius Ayorbaba, SH.,M.Si setidaknya menampilkan sosok seorang Putera Papua yang bukan saja memiliki kelayakan kepangkatan namun ia adalah seorang yang dikenal publik di Papua dengan pelayanan yang prima dalam bidang kerjanya.
Bahwa usulan seorang Prof Mahmud MD seharusnya menunggu usulan dua lembaga terhormat di Papua yang oleh regulasi berhak untuk itu. Dengan Usulan Atasan Langsung Kakanwil Kemenkumham Anthonius Mathius Aryobaba, SH.,M.Si, yaitu Kemenkumham RI yang ditandatangani Menteri Prof Yasona Laoly, menunjukkan betapa respek seorang Prof Laoly terhadap bawahannya yang adalah seorang Putera Asli Papua yang berprestasi. Namun sebagai usulan buat Bapak Menteri Hukum dan HAM RI, posisi Pj. Gubernur itu hanya mungkin jika “Promosi Jabatan Pimpinan Tinggi Madya” sebagai ticketnya. Artinya orang yang menduduki jabatan Pj. Gubernur adalah seseorang yang telah menduduki jabatan birokrasi pada Pimpinan Tinggi Madya. Atas dasar itulah SOP yang diwajibkan telah dipenuhi seorang Anthonius Mathius Ayorbaba, SH.,M.Si
Bahwa rujukan pada UU No 2 Tahun 2021, sudah saatnya hak hak sipil dan hak politik Orang Papua diberi keleluasan untuk mengekspresikan kemampuan berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara berdasarkan aturan aturan formal yang berlaku di NKRI. Namun jika aturan formal lain belum dipenuhi seperti minimal telah menjabat pimpinan madya, maka usulan Bapak Menteri sekedar pelipur lara bagi konsumsi publik di Papua. Semoga aspirasi ini dibaca oleh Prof Yasona Laoly sebagai atasan langsung Bapak Anthonius Mathius Ayorbaba, SH.,M.Si dan juga kepada Bapak Mendagri, Menkopolhukam, terlebih Bapak Presiden RI dan menjawabnya dalam sebuah Keputusan Presiden bagi kemaslahatan Rakyat Papua.
Paulus Laratmase