Oleh: REMY SILADO
–
Remy Sylado adalah seniman dengan wawasan kepenulisan yang sangat lebar. Lelaki kelahiran Makasar, yang bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong ini sudah menghasilkan tak kurang dari 300-an karya. Ia menulis tentang sastra, musik, seni rupa, film, dan teater. Bahkan juga tentang teologi, membuat kamus, dan ensiklopedia.
Selain menulis puisi, novel, naskah teater, dan skenario film, ia juga bermain musik, bermain film dan sinetron, dan pernah menerbitkan album musik fenomenal bertajuk “Orexas”. Ia juga menyutradarai pentas teater, sejak tahun 1970-an, diawali dengan pentas “Jesus Christ Superstar” di Bandung. Ia juga seorang pelukis yang bukan amatiran, yang beberapa kali sudah berpameran.
Hebatnya, dalam satu ruang dan waktu, Remy bisa bekerja simultan, menggarap tiga novel sekaligus. Untuk itu, ia menggunakan tiga mesin tik berbeda. Tentu saja, plus.. tip-ex!
Bagaimana prosesnya?
“Inspirasi itu diperintah. Kalau menunggu inspirasi, keburu jatuh miskin. Motivasinya, ya, bekerja. Inspirasi itu bisa tersimpan berpuluh tahun yang lalu. Sudah kita lihat dan simpan dalam daya kreatif. Sewaktu-waktu bisa kita panggil. Jadi, kita perintah, bukan ditunggu. Dari kehidupan sehari-hari, kita amati, lalu kita simpan dalam daya ingat. Kalau misal harus disertai angka, ya, ambil catatan dan ditulis. Cilaka, jika nunggu ilham!” jelasnya.
Menulis secara simultan itu, bagaimana caranya?
“Kalau macet, diselingi main musik”, ujarnya. “Harus ada disiplin waktu, bekerja tiap hari. Lebih banyak pagi, dari pukul empat sampai pukul sepuluh!”
Ia tak sependapat pada anggapan, menulis itu kutukan. “Kalau kutukan, ya, tak jadi-jadi!”
Seniman serba bisa yang pernah menjadi jurnalis Tempo ini, selain menggunakan nama Remy Sylado, juga sering menyamar sebagai Dova Zila, dan Alif Danya Munsyi.
Tahun 1970, tatkala usianya baru 25 tahun, ia bergabung dengan majalah Aktuil di Bandung, yang didirikan oleh Denny Sabri dan Soni Soeryaatmadja. Ia menjadi redaktur, dan mengelola halaman ‘Puisi Mbeling’ di majalah musik yang sangat berwibawa pada masanya itu. Halaman puisi itu kemudian berpengaruh luas pada apresiasi sastra dan perkembangan sastra di kalangan muda.
Cerpen yang pertama kali dimuat di halaman Puisi Mbeling adalah cerpen Sutardji Calzoum Bachri.
Arswendo, Putu Wijaya, Abdul Hadi WM kemudian turut merayakannya, disusul oleh Seno Gumira Ajidarma, Noorca M. Massardi, Mustofa Bisri..
Remy menguasai sejumlah bahasa, a.l. Yunani, Ibrani, Belanda, Arab, dan Cina. Ia juga menguasai bahasa Jawa, Sunda, Makasar, dan Ambon.
Dan sampai menjelang tutup buku riwayat, manusia luar biasa ini, masih terus menulis! Remy Sylado wafat pada 12 Desember 2022, dalam usia 77 tahun.