Oleh: Swary Utami Dewi

Dalam beberapa hari ini, satu dua orang menulis yang “nyeleneh” hebat. Ada yang mengajak move-on politik. Ada yang mengajukan ide demokrasi gotong royong (untuk bancakan kali ya hehe). Aku tertawa.

Tentang move-on. Apa yang harus move-on. Move-on ke mana? Memang ini urusan cinta monyet atau patah hati lalu move-on? Dan mengapa harus move-on? Aih aih… Demokrasi gotong royong? Apa pula maksudnya ini? Gotong-royong untuk apa?

Jujur ya, makin banyak yang keblinger. Mau jabatan tinggi atau sekolah tinggi, mazhab keblinger makin digemari. Jika mayoritas “tertentu” sedang mabuk sesuatu yang menurut yang lain gak benar, ngapain mengajak orang? Apalagi mengajak ke sesuatu, yang kita sudah tahu bahwa menurut suatu lembaga sangat tinggi yang dilakukan tersebut tidak etis. Apalagi kita tahu keputusan mahkamah juga tidak bulat. Lima lawan tiga.

Belum lagi ada yang dengan gagah berani menjelaskan tentang apa itu nepotisme, mendukung keluarga (termasuk untuk para penguasa) adalah hak konstitusional? Wah wah, jika begitu maka boleh dong orang merampok, menggarong, korupsi untuk kaya. Karena “penghidupan yang layak” adalah hak konstitusional juga. Come on…Jangan lupa (atau pura-pura lupa) bahwa cara mendapatkan sesuatu lebih penting dari hasil. Ada etika dan nilai yang tetap harus selalu dipegang dan tidak bisa ditawar-tawar, juga tidak bisa direlatifkan.

Nah, lalu move-on untuk apa? Utnuk ikutan melanggar etika lalu bilang itu ok, asyik dan keren? Gotong-royong untuk bagi-bagi sesuatu yang dari mendapatkannya saja terbukti tidak etis. Anakku bilang: wah itu sama halnya dengan dapat nilai tinggi yang terbukti dari hasil nyontek, tapi nilainya tetap membuat seseorang jadi ranking satu. Aih, jadi malu sama anak. He he.

Maka, lebih baik ajak untuk menjalankan demokrasi yang mengutamakan nilai-nilai kejujuran dan keadilan. Ajak untuk bekerja keras dan benar agar korupsi (indeks korupsi kita makin jeblok lho) bisa diberantas, agar sumber daya alam kita yang bisa dikelola secara adil dan lestari, agar hutang yang melambung tak terkendali bisa dilunasi, agar sembako gak lagi impor dan impor, agar anak-anak sedari dini tetap punya keteguhan dalam nilai dan tidak bisa digoda oleh kuasa dan harta.

Jadi mau seamburadul apapun kesesatan berpikir dan ketidaketisan serta kelakuan aneh bin nyeleneh yang sekarang makin coba di-mainstreaming-kan (dengan berbagai cara dan jalan tikus itu), itu tidak akan membuat orang-orang tertentu berpaling lalu ikutan lonjak-lonjak berubah pikiran,.sikap dan tindakan. Emang kita bunglon apa suruh berubah he he.

Maka, tidak ada yang perlu move-on dengan sikap mengajarkan anak tentang kejujuran dan integritas, tidak ada yang perlu diubah dari sikap kritis dan nyelekit yang keren, tidak ada.yang perlu diganti dari keteguhan hati dan tindakan untuk memperjuangkan sesuatu berdasarkan prinsip sejati.

Terakhir, terkait sidang Mahkamah itu, ada jempol-jempol dan salut kehormatan hanya dan khusus untuk tiga hakim yang luar biasa. Cinta banget aku sama mereka. Tidak perlu berubah untuk sesuatu yang memang tidak bisa ditawar-tawar. Dan kalian sudah berani menyuarakan itu. Bravo…

25 April 2024