Oleh: Elza Peldi Taher
–
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian ( Pramoedya Ananta Toer)
##
Tahun 1982, saat memulai kuliah di FISIP UI, saya mulai menulis untuk media cetak. Tujuan utama saya saat itu adalah untuk mendapatkan honor yang bisa membantu biaya kuliah, sekaligus memperkenalkan nama ke publik. Menulis dengan cara masih primitive, melalui mesin ketik dan mengirimkan naskah melalui pos atau diantar langsung ke kantor redaksi. Awal menulis bahkan di tempat belajar mengetik, karena mesin ketik belum punya. Jika tulisan ditolak, balasan akan datang melalui surat dengan jeda waktu dua hingga tiga minggu kemudian
Alhamdulillah, tak lama setelah kuliah, beberapa tulisan saya mulai dimuat di Pelita, Panjimas, dan kemudian di Republika serta Media Indonesia dan beberapa media lain. Kompas baru memuat tulisan saya tiga tahun setelahnya. Honorarium yang saya terima waktu itu, mulai dari 5.000 rupiah, naik menjadi 7.500 rupiah, bahkan mencapai 15.000 rupiah, dianggap cukup lumayan pada masa itu. Sebagai perbandingan, biaya uang semester di UI saat itu sebesar 15.000 rupiah, sehingga hanya dengan menulis dua atau tiga kali, sudah bisa membayar uang semester.
Cara pembayaran honor juga berbeda. Honorarium diambil langsung ke kantor redaksi dengan membawa KTP atau bukti identitas lainnya, dan harus bersabar menunggu setidaknya dua minggu setelah tulisan terbit.
Di masa itu, kebanggaan terbesar bagi seorang penulis adalah menerima honor yang memadai dan melihat namanya dikenal luas. Di tengah keterbatasan penerbitan dan seleksi ketat rezim Orde Baru, setiap tulisan yang diterbitkan menjadi sangat berarti karena dapat dipastikan akan dibaca oleh banyak orang.
Memasuki tahun 1990-an, proses pengiriman tulisan mulai menggunakan email, dan honorarium pun mengalami peningkatan. Saya memperoleh honor antara 750.000 hingga satu juta rupiah untuk setiap tulisan yang terbit di Kompas, sementara di Republika dan Media Indonesia, honor mencapai 250.000 hingga 350.000 rupiah. Besarnya honor ini sangat memuaskan dan membuat profesi penulis menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, karena selain bisa hidup dari honor, nama saya juga dikenal luas.
Pasca Reformasi
Setelah era reformasi saat Habibie membuka pintu kebebasan pers, terjadi perubahan revolusioner dalam dunia media. Pers tidak lagi terikat oleh persyaratan SIUPP, sehingga munculnya begitu banyak media cetak baru. Kesempatan orang untuk menulis makin terbuka lebar.
Namun, dampak dari perkembangan ini adalah penurunan signifikan honor. Selain itu, menulis juga tak membuat orang jadi dikenal namanya. Dengan begitu banyaknya media cetak yang bermunculan, tulisan seseorang tidak lagi dijamin untuk dibaca banyak orang.
Media cetak terperangkap dalam kebingungan. Persaingan yang semakin ketat di antara media-media cetak memicu keresahan. Sementara itu, munculnya media online di berbagai tempat semakin memperumit situasi. Untuk mengatasi tantangan ini, media cetak terpaksa mengambil keputusan drastis, seperti mengurangi jumlah honorarium bagi para penulis atau bahkan menghilangkannya sama sekali.
Kini, kita melihat pergeseran yang jelas dalam lanskap media. Era media cetak terus merosot, sementara media online semakin merajalela. Kehadiran berbagai platform media online telah merubah cara kita mengonsumsi informasi, serta memberikan tantangan baru bagi media cetak yang lebih tradisional. Dengan begitu banyaknya sumber informasi online yang tersedia, banyak orang lebih memilih untuk mengakses berita dan konten lainnya melalui internet, meninggalkan media cetak.
Akibatnya, menulis tidak lagi menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan. Fenomena ini didorong oleh jumlah besar individu yang terlibat dalam aktivitas menulis, serta dengan kemudahan teknologi yang memungkinkan siapa pun untuk berbagi pemikiran mereka secara instan. Bahkan, di platform seperti grup WhatsApp, tulisan yang berkualitas dapat dengan cepat menyebar ke berbagai media online tanpa kendali, tanpa meminta izin dari penulis, dan tentu saja, tanpa memberikan penghargaan yang layak.
Dulu sebuah tulisan etikanya hanya boleh terbit di satu media saja. Jika tulisannya dimuat dalam dua media cetak, akan berakibat pada sanksi, di mana penulis tersebut tidak lagi diperbolehkan untuk berkontribusi dalam media tersebut. Namun, dalam era media online saat ini, batas-batas tersebut telah kabur. Media online dengan mudah mengambil tulisan yang menarik tanpa meminta izin, mempublikasikannya di platform mereka tanpa kendala. Hal ini menyebabkan hilangnya kendali penulis atas karyanya sendiri, serta mengurangi penghargaan yang seharusnya mereka terima atas kontribusi mereka.
Untuk Apa menulis
Pertanyaan kemudian, ketika menulis tak lagi menjadi sarana memperoleh pengakuan publik dan tak lagi memperoleh honorarium yang memadai, lalu untuk apa kita menulis ?
Denny JA menulis tiap hari mengirimkan kerbagai media sosial melalui tangannya sendiri. Ia sudah kaya dan terkenal. Untuk apa orang yang sudah terkenal dan kaya raya seperti Denny JA menulis ? Apa yang ia cari ?
Menulis adalah ekspresi dari kebebasan pikiran, di mana seseorang dapat mengungkapkan gagasan, pengalaman, dan emosi mereka dengan jujur. Itu adalah bentuk kebebasan berekspresi yang tidak terhingga, yang memberikan kesempatan untuk menyampaikan pesan gagasan k epublik, meskipun tanpa penghargaan material yang sebanding. Selain itu, menulis juga merupakan cara untuk meningkatkan pemahaman diri dan pemikiran kritis, memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi identitas dan nilai-nilai mereka sendiri. Hal ini memperkaya kehidupan pribadi mereka bahkan jika tidak diakui secara luas oleh publik. Terlepas dari apakah tulisannya dibaca oleh banyak orang atau tidak, seorang penulis masih bisa merasa bangga atas dedikasi dan ketekunan mereka dalam menghasilkan karya tulis yang berkualitas.
Ketika seseorang menulis, mereka tidak hanya menyampaikan gagasan dan pengalaman mereka, tetapi juga meninggalkan jejak yang akan terus dikenang oleh generasi mendatang. Menulis bukan sekadar tindakan saat ini, tetapi merupakan investasi untuk keabadian, sebuah tindakan yang memberi arti dan makna yang mendalam bagi kehidupan kita dan masa depan kita.
Karya tulis yang bagus memiliki dampak yang sangat besar dalam membentuk pandangan, nilai, dan arah suatu peradaban. Setiap peradaban yang berumur panjang dan berpengaruh selalu memiliki karya tulis yang menonjol. Tulisan-tulisan ini tidak hanya menjadi tonggak dalam perkembangan intelektual dan budaya manusia, tetapi juga menjadi fondasi bagi pemikiran dan identitas suatu masyarakat.
Memperjuangkan Nilai
Ketika menulis tidak lagi menghasilkan penghargaan atau popularitas seperti dulu karena semakin banyak orang yang menulis, hal paling penting bagi penulis adalah mempertahankan komitmen terhadap proses dan nilai-nilai yang mendasari alasan kita menulis. Saat ini, dunia mungkin telah berubah menjadi lebih terbuka dan ramai dengan konten-konten yang diproduksi oleh berbagai orang, tetapi esensi dari menulis tidak boleh hilang dalam keramaian itu.
Pertama-tama, menulis adalah cara untuk menyampaikan pemikiran, ide, dan perasaan kita kepada dunia. Saat menulis, kita tidak hanya berbagi dengan orang lain, tetapi juga menggali lebih dalam ke dalam pikiran dan perasaan kita sendiri. Proses ini membantu kita memahami diri sendiri dengan lebih baik, mengklarifikasi pemikiran, dan merenungkan pengalaman hidup.
Kedua, menulis adalah sebuah perjalanan pembelajaran yang berkelanjutan. Setiap kali kita duduk dan memikirkan kata-kata yang akan kita tulis, kita memperdalam pemahaman kita tentang topik tersebut. Keterampilan menulis pun terasah dengan setiap kalimat yang kita susun. Meskipun mungkin tidak ada pujian publik atau pengakuan langsung, perkembangan ini merupakan investasi jangka panjang dalam kemampuan kita sendiri.
Ketiga, menulis juga dapat berfungsi sebagai bentuk warisan pribadi. Tulisan-tulisan kita bisa menjadi warisan yang kita tinggalkan untuk orang-orang terdekat atau bahkan untuk generasi berikutnya. Meskipun mungkin tidak mendapat sorotan besar pada saat ini, nilai-nilai dan pandangan hidup yang kita sampaikan melalui tulisan bisa memberikan dampak yang dalam dan berkelanjutan pada mereka yang membacanya di masa mendatang.
Terakhir, menulis adalah tentang kepuasan pribadi. Aktivitas ini memberikan rasa pencapaian dan kebahagiaan yang berasal dari menyampaikan ide-ide dengan cara yang unik dan autentik. Bahkan jika kita tidak lagi mendapatkan penghargaan atau popularitas eksternal, kebahagiaan ini tetap hadir karena menulis merupakan ekspresi dari diri kita sendiri.
Dengan mempertahankan fokus pada nilai-nilai inti ini — ekspresi diri, pembelajaran, warisan pribadi, dan kepuasan pribadi — kita dapat menjaga semangat dan motivasi untuk terus menulis, meskipun dalam kondisi di mana popularitas atau pengakuan publik mungkin tidak lagi terlihat begitu mencolok. Menulis tidak hanya tentang hasil akhir atau penerimaan dari orang lain, tetapi juga tentang perjalanan pribadi yang berharga dan berarti bagi kita sendiri.
Pondok Cabe Udik 10 Agustus 2024