Oleh Paulus Laratmase

Rabu, 05 Maret 2025 menjadi momen yang penuh makna bagi masyarakat Kabupaten Waropen, Provinsi Papua. Hari ini, rakyat Waropen menyambut dengan antusias kedatangan Bupati Drs. Fransiskus Xaverius Mote, M.Si, dan Wakil Bupati Yoel Boari yang baru saja dilantik oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Februari 2025 di Istana Negara, Jakarta. Sebagai bagian dari rangkaian penyambutan, masyarakat Waropen melaksanakan upacara adat “Saifuao” di Pelabuhan Pidemani, Kabupaten Waropen, yang bukan hanya sebagai sebuah ritual tradisional, tetapi juga sebagai simbol penghormatan dan penguatan hubungan sosial antara pemimpin dan rakyatnya.

Makna dan Asal Usul Saifuao

“Saifuao,” yang merupakan istilah dalam bahasa suku Waropen, memiliki padanan yang mirip dengan istilah “Mansorandak” dalam bahasa Biyak. Secara leksikal, kedua istilah ini mengacu pada sebuah ritual adat yang dilakukan untuk menyambut kedatangan tamu yang dianggap penting, terutama tamu yang baru pertama kali datang mengunjungi keluarga atau kerabatnya setelah menikah keluar dari marga atau keret. Ritual ini dilakukan dengan menempatkan piring bulat yang disebut “Resa-Resa” sebagai tanda penghormatan terhadap tamu yang datang.

Pada dasarnya, Saifuao bukan hanya sebuah upacara adat, tetapi juga sebuah wujud pengakuan terhadap kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat. Dalam tradisi suku Waropen, seperti halnya pada suku Biyak, ritual ini melibatkan keluarga besar atau klan yang memiliki status sosial tertentu. Dalam praktiknya, ritual Saifuao mulai mengalami pergeseran makna, terutama ketika digunakan untuk menyambut pejabat publik. Sejak masa pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, upacara ini mulai diterapkan sebagai bentuk penyambutan bagi pejabat yang baru pertama kali menginjakkan kaki di daerah tertentu.

Pergeseran Makna Ritual Adat dalam Konteks Pemerintahan

Seiring berjalannya waktu, ritual Saifuao tidak hanya menjadi simbol penyambutan keluarga terhadap kerabat, tetapi juga menjadi bagian dari tradisi yang mencerminkan hubungan antara pemimpin dan rakyat. Hal ini tercermin dalam upacara yang dilakukan pada 4 Maret 2025 untuk menyambut kedatangan Bupati Markus Mansnembra, S.H., M.M dan Wakil Bupati Jimmy Kapissa dari Biak Numfor di Bandara Frans Kaisiepo Biak, yang juga menggunakan ritual “Mansorandak”. Begitu pula dengan acara penyambutan Bupati dan Wakil Bupati Waropen yang berlangsung pada 5 Maret 2025 di Pelabuhan Pidemani.

Ritual Sairudo Rewanggua dan Kehormatan Sosial

Salah satu aspek penting dalam ritual Saifuao adalah praktik “Sairudo Rewanggua,” yang khusus dilakukan untuk tamu yang memiliki status sosial tinggi, terutama pejabat yang dihormati. Tamu yang melaksanakan ritual ini dianggap sebagai orang yang layak mendapatkan penghargaan khusus dalam masyarakat, dan dalam konteks ini, Bupati Drs. Fransiskus Xaverius Mote, M.Si dan Wakil Bupati Yoel Boari menjadi tamu istimewa yang berhak menjalani prosesi saufuao.

Setelah menginjakkan kaki di tanah Waropen, Bupati dan Wakil Bupati akan menjalani ritual dengan menginjak piring adat “Resa-Resa,” sebuah simbol kehormatan yang menunjukkan penghargaan masyarakat terhadap kedua pemimpinnya. Prosesi ini diikuti dengan kalungan tas noken yang berisi pesan-pesan rakyat yang akan menjadi pedoman bagi para pemimpin dalam menjalankan tugas mereka sebagai Bupati dan Wakil Bupati. Sebagai simbol tambahan, Bupati dan Wakil Bupati juga akan dimahkotai dengan mahkota burung cendrawasih atau kasuari, simbol kekuatan dan kemuliaan yang mendalam dalam Masyarakat Adat Waropen.

Penutup

Ritual Saifuao yang digelar dalam rangka penyambutan Bupati dan Wakil Bupati Waropen, Drs. Fransikus Xaverius Mote, M.Si dan Yoel Boari, bukan sekadar sebuah upacara adat semata, melainkan merupakan cerminan dari penghormatan dan hubungan sosial yang erat antara pemimpin dan rakyat. Melalui ritual ini, masyarakat Waropen menunjukkan rasa hormat dan harapan agar para pemimpin mereka dapat menjalankan tugas dengan penuh kebajikan, adil, dan bijaksana. Sebagai bagian dari tradisi yang terus berkembang, ritual ini mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai sosial dan budaya dalam membentuk pemerintahan yang harmonis dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.