Elegi Perjuangan di Era Digital

Jet Li dari negeri bambu menyesal, hati resah, jiwa terhempas. Berjuang mati-matian demi sanjungan dan ketenaran. Luka dan air mata yang menetes di setiap latihan, Uang, kemegahan, kerja keras, darah. Ternyata kalah dengan pialang jaya yang gagah

Cukong atau pialang bermodal, simbol segala kuasa. Dengan senyuman licik, mereka menguasai segalanya. Dengan uang, mereka meraja, siapa pun takluk di bawah taringnya. Politisi receh dan pemimpin perkasa pasrah. Kelicanan mereka menggelincirkan segalanya

Hanya dengan satu sentuhan layar, uang melimpah Jet Li mengumpat, merasakan sakit yang begitu dalam. Betapa sial nasibnya Luka dan duka, bahkan nyawa taruhannya. Mengapa begitu mudah bagi mereka, adilkah?

Presiden berjaya namun gentar oleh demonstrasi. Polisi, pejabat, bahkan pengusaha takut oleh viral sakti. Viral meraja, mengubah nasib dalam sekejap mata. Netizen memaksa Inikah hukum dunia, atau hanya sandiwara semata?

Percuma, sia-sia, kerja keras bak mimpi yang menguap. Keadilan tak ubahnya belut yang dilumuri minyak. Akal sehat dan kebijaksanaan tak bernilai di era logaritma. Aku merasa terjebak dalam bayangan semu. Kujamu karsa atau upaya.

Haruskah kupasrah pada-Nya, menanyakan-Nya. Memprotes-Nya atau membela-Nya. Mungkinkah Ia tak berkuasa, atau diam saja. Aku menatap langit, mencari jawaban di antara bintang-bintang. Atau kubiarkan semua, mereka memaksa, berjaya, berkuasa

Surabaya, 27-12-2024