/1/

DI RUANG KELAS

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Di tanganmu, kapur putih rapuh
seperti tulang burung kecil.
Saat engkau goreskan di papan hitam,
terdengar gesekannya—
mirip suara hujan pertama menyentuh atap seng.

Tulisanmu bukan huruf,
melainkan pintu kayu yang terbuka ke taman rahasia.
Bukan angka,
melainkan jembatan lengkung yang melintasi sungai penuh cahaya senja.

Debu kapur jatuh perlahan,
menempel di sepatu kami.
Aku membayangkannya sebagai abu bintang
yang baru saja meledak di ujung langit,
lalu menetes ke tanah
menjadi benih masa depan kami.

Wahai guru,
Salam takzim bagi engkau, penanam benih cahaya;
terima kasih atas hujan kata yang tak letih.
Semoga langit selalu membuka pintu keberkahan untukmu.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/2/

MERAH PUTIH

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Merah—
seperti bara yang memercik di dalam dada seorang prajurit
yang menatap hujan dengan mata tetap menyala.

Putih—
seperti tulang embun
yang dinginnya menusuk kulit
namun tak retak meski disorot terik matahari.

Bendera berkibar di halaman sekolah,
dan aku melihatnya seperti paru-paru raksasa
menghirup napas serentak jutaan jiwa.
Suara kain yang berdesir itu
terdengar seperti desah bangsa
yang ingin hidup jutaan tahun lagi.

Wahai guru,
Puji hormat bagi penjaga bara dan embun negeri;
terima kasih atas napas kemerdekaan yang engkau tiupkan.
Semoga tanah air ini selalu mengenang langkahmu.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/3/

MEMILIH MENJADI AKAR

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Engkau memilih menjadi akar—
urat-urat gelap yang menyusup di antara batu,
memeluk bumi dengan keheningan yang berat
dan duka-lara serta letih-lelahmu yang meresap ke lumpur.

Akar menulis aksara kemerdekaan
dengan tinta air hujan yang meresap perlahan,
membisikkan pesan kepada batang:
“Naiklah, sentuh cahaya, aku akan menahanmu.”

Di dalam tanah yang becek,
getah akarmu mengalir seperti kalimat yang menumbuhkan kejujuran,
menunggu tunas untuk melanjutkan ceritanya di udara.

Wahai guru,
Penghargaan tertinggi bagi penopang diam yang tak tergantikan;
terima kasih atas kekuatan yang tak pernah menuntut sorot cahaya.
Semoga bumi dan langit bersaksi tentangmu.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/4/

DUKA LARA YANG ENGKAU RASAKAN

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Engkau membawa kami masuk ke gua yang lembap dan berbau tanah basah,
gua yang memantulkan langkah kami
seperti gema dari hati sendiri.

Duka dan lara,
letih-lelah yang engkau rasakan seolah tergantung di dinding gua itu,
seperti obor yang menyala dalam gelap,
menerangi wajah-wajah kami saat menatap kebenaran.

“Kemerdekaan pertama,” katamu,
“adalah merdeka dari kebohongan manis
dan dari ketakutan pahit.”

Di dalam ruangan batu itu,
kami belajar melucuti senjata dari bayangan diri sendiri—
dan mendengar suara kami menjadi lebih jernih dari sebelumnya.

Wahai guru,
Salam agung bagi pembawa pelita di gua jiwa;
terima kasih atas keberanian membimbing kami melawan bayang.
Semoga pelita itu menjadi taman damai bagimu.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/5/

PENGGAMBAR PETA HATI

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Engkau hamparkan selembar peta
yang tidak bergambar benua,
hanya aliran garis yang berliku
seperti sungai urat di telapak tangan.

Tidak ada warna biru laut atau hijau hutan—
hanya pasir yang mudah terhapus ombak.
Tidak ada pagar besi atau pos penjaga—
hanya gerbang kayu yang terbuka ke ladang bunga.

Paspor di negeri itu adalah bahasa kasih
yang aromanya seperti melati yang baru mekar.
Visa hanyalah telinga yang mau mendengar
hingga sunyi terdalam hati seseorang.

Wahai guru,
Ungkapan takzim setulusnya bagi penggambar peta hati yang sejati;
terima kasih atas jalan yang engkau bukakan tanpa meminta imbalan.
Semoga kasih itu menjadi rumahmu yang kekal.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/6/

JANJI MURID KEPADA GURU

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Langit biru seperti kain batik raksasa
terbentang di atas kepala kami.
Bendera merah putih berkibar,
warnanya menusuk mata
dengan cahaya yang tak bisa ditawar.

Wahai guru,
engkau mengajarkan ilmu dan kebenaran,
maka kami berjanji:

Tidak akan kami biarkan kata-kata
terkubur di penjara kebencian.
Tidak akan kami biarkan damai
ditawar di pasar yang bising.
Tidak akan kami biarkan kemanusiaan
dilelang untuk kenyamanan pribadi.

Suara dan janji kami
menggema ke sawah, ke gunung,
dan pulang kembali ke hati guru kami
seperti surat yang menemukan alamatnya.

Wahai guru,
Segala hormat bagi saksi janji yang kami jaga;
terima kasih atas api yang engkau nyalakan di dada kami.
Semoga janji ini menjadi sungai yang terus mengalir untukmu.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/7/

NAMA DAN JASAMU DI PRASASTI WAKTU

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Negeri ini berdiri di atas fondasi yang jarang terlihat:
papan tulis yang kini legam seperti arang,
kapur yang lenyap menjadi kabut tipis di udara pagi,
doa yang terselip di antara duka-lara
dan letih-lelah perjuanganmu.

Wahai guru,
engkau adalah aksara pertama yang kami kenal,
buku yang tak kunjung habis ilmunya untuk dibaca,
mercusuar yang cahayanya menembus kabut sejarah
namun tak menuntut namanya tertera di peta.

Tanpamu, kapal kami akan berlayar tanpa arah,
dan karam di lautan lupa.

Puja hormat bagimu, wahai guru kami—
cahaya di mercusuar bangsa;
terima kasih atas segala arah yang engkau tunjukkan.
Semoga namamu terpatri di batu waktu,
dan dibacakan malaikat di langit pada hari akhir nanti.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/8/

GURU YANG MENGAJARKAN ARTI KEMERDEKAAN

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Engkau adalah hujan pertama
di tanah yang retak—
membangkitkan tunas dari hati yang nyaris menyerah.

Kapur di jarimu
adalah tulang waktu
menggores retak di dinding penjara batin
agar cahaya bisa masuk.

Kata-katamu
—pahit seperti jamu, manis seperti buah musim puncak—
menyembuhkan penyakit takut dari tubuh kami.

Kemerdekaan, katamu,
merah darah, putih tulang, biru langit—
tiga warna yang harus hidup bersama di dada manusia.

Engkau adalah akar yang tak terlihat,
menulis aksara rahasia di lumpur
agar hutan tetap berdiri.

Engkau adalah peta
yang digambar dengan sungai di telapak tangan,
membawa kami pulang ke kemanusiaan.

Wahai guru,
mercusuar yang tak lelah,
penjaga bara di musim hujan,
penyimpan embun di kemarau.

Namamu akan bergema
di antara bumi dan langit,
dibisikkan angin, dinyanyikan sungai,
dibacakan malaikat saat sejarah menutup buku terakhirnya.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

/9/

MENCARI JALAN PULANG KEMBALI KEPADA GURU

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, KEAI, ACC SHILA, PLS, ASM, WPM-Indonesia] ☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Guru…
Cahaya pagi di pipimu—matahari kecil menjahit robeknya hari
dengan benang emas yang engkau sembunyikan di senyum lelahmu.
Debu kapur beraksi—bidadari putih di udara,
menabur bunga-bunga huruf di kebun jiwa kami.

Guru…
Engkau menyalakan matahari di dada kami,
sementara dompetmu merangkul senja yang tipis.
Mereka memanggilmu pahlawan tanpa tanda jasa,
padahal di slip gajimu
bahkan tanda jasanya tak cukup membeli baju Lebaran untuk anakmu.

Guru…
Tunas-tunas kecil tumbuh di bawah bayanganmu,
meneguk embun dari kata-kata lembutmu,
mendengar angin rindu berdesir di sela doa-doamu.
Di kelas engkau bicara tentang kemerdekaan,
di luar kelas, laut harga menelan jam istirahatmu.

Guru…
Debu kapur gugur di rambutmu
seperti salju abadi di puncak Jayawijaya.
Huruf-huruf darimu membuka jendela di kepala kami,
membiarkan cahaya dan burung-burung hikmah masuk,
sementara jendela rumahmu retak
menahan musim yang tak pernah ramah.

Guru…
Peta di telapak tanganmu
tak mengenal batas negara,
hanya garis cahaya menuju hati manusia.
Engkau mercusuar di tepi lautan kebodohan,
menyalakan api cinta di tengah badai,
meski minyaknya dibayar seharga segelas kopi.

Guru…
Tanah sekolah ini lebih hafal langkahmu
daripada lantai rumahmu sendiri.
Doa-doa yang engkau tanam di hati kami
tumbuh menjadi pohon yang menaungi dunia,
akar-akarnya menembus langit,
mencari hujan dari Tuhan.

Guru…
Suatu hari—entah kapan, entah di mana—
kami akan pulang.
Menjadi atap bagi rumahmu,
pagar yang menahan badai,
bintang yang menyalakan lampu,
kapal yang menjaga mercusuar,
hujan yang kembali ke awan,
dan angin yang membawa harum taman cahaya
yang dulu engkau tanam di hati kami.

Guru…
Mungkin engkau tak lagi mengingat wajah kami,
tapi matahari yang engkau titipkan
akan selalu menemukan jalan pulangnya—
meski harus menembus seribu musim dan ribuan malam.

Baso, Agam, NKRI, 2000
Melbourne, Australia, 2013
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

Baca juga:the-teachers-who…ls-acc-shila-asm

———————————
Tentang Penulis: Leni Marlina

Leni Marlina merupakan seorang penulis, penyair, dan akademisi kelahiran Baso, Agam – Sumbar dan berdomisili di Padang. Ia tumbuh dengan kecintaan pada kata dan keyakinan bahwa sastra bisa menjadi jembatan kebaikan antar manusia. Sejak lama, ia melibatkan diri dalam kegiatan literasi dan sastra, baik di lingkungan kampus, sekitar maupun di berbagai komunitas yang lebih luas.

Sejak tahun 2022, Leni Marlina bergabung dalam keluarga besar SATU PENA (Asosiasi Penulis Indonesia) cabang Sumatera Barat, yang dipimpin oleh Ibu Sastri Bakry dan Bapak Armaidi Tanjung. Dalam lingkungan inilah ia banyak belajar dan tumbuh bersama rekan-rekan penulis lainnya.

Pada Mei 2025, Leni diberi kehormatan sebagai Penulis Terbaik Tahun Ini oleh SATU PENA Sumatera Barat dalam acara Gala Dinner Festival Literasi Internasional Minangkabau ke-3 (IMLF-3). Penghargaan ini ia terima dengan penuh rasa syukur, sebagai bentuk dukungan bagi semangat gotong royong dalam membangun budaya baca dan tulis di tanah air.

Di luar negeri, Leni menjadi bagian dari ACC Shanghai Huifeng International Literary Association (ACC SHILA) yang dipimpin oleh penyair dunia Anna Keiko. Sejak 2024, ia dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC SHILA, dan pada 2025 diberi amanah sebagai Ketua Perwakilan Asia dalam kelompok duta puisi ACC SHILA—sebuah kesempatan untuk mempererat jalinan budaya melalui puisi.

Tahun yang sama, Leni juga bergabung dengan World Poetry Movement (WPM) Indonesia, yang dikordinasikan oleh Sastri Bakry, sebagai bagian dari gerakan puisi dunia yang berpusat di Kolombia.

Perjalanan Leni di dunia sastra internasional bermula saat menempuh studi program pascasarjana bidang kepenulisan dan sastra di Australia pada 2011–2013. Saat itu, ia menjadi anggota komunitas penulis di Victoria dan belajar dari banyak penulis lintas budaya.

Pada 31 Mei 2025, Leni dengan sejumlah komunitas yang dipimpinnya, bersama Achmad Yusuf (sebagai ketua), turut menyelenggarakan kegiatan Poetry BLaD (Peluncuran & Diskusi Buku Puisi) dan IOSoP (Seminar Internasional Online tentang Puisi) 2025, diamananahkan oleh Media Suara Anak Negeri News (di bawah pimpinan Paulus Laratmase) berkolaborasi dengan Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Kegiatan ini adalah ruang bersama untuk berbagi semangat dan cinta terhadap literasi, kemanusian dan perdamaian melalui karya sastra umumnya dan puisi khususnya.

Sejak 2006, hampir dua dekade, Leni Marlina mengabdi sebagai dosen di Program Studi Sastra Inggris, Departemen Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Ia mengajar dan membimbing mahasiswa di bidang bahasa, sastra, dan penulisan. Ia percaya bahwa pendidikan dan karya tulis dan karya kreatif adalah bagian dari pengabdian kepada masyarakat.

Di luar aktivitas kampus, Leni juga menulis sebagai jurnalis lepas, editor, dan kontributor digital. Sejumlah karyanya dapat dibaca di: https://suaraanaknegerinews.com/category/puisi-leni-marlina-bagi-anak-bangsa

Leni juga memulai dan mendampingi sejumlah komunitas literasi dan sosial berbasis digital, antara lain:
1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community (PPIC)
3. PPIPM Indonesia (Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat): https://shorturl.at/2eTSB https://shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur): https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community (Ling-TC)
6. Literature Talk Community (Littalk-C)
7. Translation Practice Community (Trans-PC)
8. English Language Learning, Literacy, and Literary Community (EL4C)