Pope Leo XIV

Oleh Dr. Frits H. Pangemanan, M.Sc.

Kepala Pusat Publikasi Ilmiah Graduate Studies Institut Ilmu-Ilmu  Sosial Asia (Asian Social Institute), Manila, pengamat, peneliti, dan penulis buku bermukim di Manila.

“Saya putra Santo Agustinus, seorang Agustinian” — Sono un figlio di Sant’ Agostino, Agostiniano, ujar Paus Leo XIV di awal pidato perdananya berbahasa Italia dari Balkon Basilika St. Petrus, Vatikan (8/5) pasca-terpilih sebagai Paus.

MENYAPA dunia pertama kali sebagai pemimpin baru umat Katolik sedunia, Kardinal Robert Francis Prevost OSA kini Paus Leo XIV tampil dalam jiwa St. Agustinus. Di menit ketiga pidatonya di depan massa lebih 100.000 yang berjubel di Lapangan Santo Petrus, Paus ke-267 ini mengutip ucapan masyhur Agustinus: “Con voi sono Cristiano, e per voi Vescovo” – ‘Bersamamu aku seorang Kristiani, bagimu aku seorang Uskup’. Di Balkon kehormatan itu, Paus tampil bak Agustinus baru yang siap membarui dunia.

Jiwa Agustinian terus mengalir dalam ajakan-ajakannya. “Karena itu, mari kita berjalan bersama dalam kesatuan iman menuju tanah-air yang disediakan Tuhan.” Bersama para Kardinal yang mengikuti dari jendela-jendela Balkon Basilika, Paus dari Ordo Saudara-saudara Santo Agustinus (Ordo Fratrum Sancti Augustini: OSA) ini, mengajak Gereja dalam kesatuan dengan Kristus untuk membangun jembatan, dialog, dan keterbukaan menuju perdamaian dan keadilan bagi dunia yang menunggu kehadiran gereja dalam kasih dan amal.

Sedari awal pidato, Paus menegaskan tema-tema besar dari refleksi-refleksi teologis Agustinus. Pengamat kepausan Pastor Johanis Mangkey MSC mengiyakan napas Agustinus dalam pesan-pesan Paus, meliputi Komunalitas, peziarahan bersama menuju Sang Ilahi, keadilan, perdamaian, kasih persaudaraan, dialog, dan amal. “Semua merupakan topik-topik refleksi kaya Agustinus di banyak traktatnya, bahkan tertuang dalam Regula Sancti Augustini (Rule No. 1),” ujar Pastor Mangkey yang 12 tahun di Roma sebagai Asisten Jenderal dan empat tahun terakhir Sekretaris Jenderal Tarekat MSC.

In Illo Uno Unum

Motto Paus Leo XIV di logo episkopal bahkan dari Agustinus: In Illo Uno Unum — “Dalam Dia yang satu, kita menjadi satu.” Dengan motto kesatuan mistik Yesus, semangat Agustinian telah hadir jauh sebelum menjadi Paus semasa ia Uskup, ungkap Pastor Mangkey dalam dialog di kediamannya di Propinsialat MSC Jakarta (12/5).

Motto itu diangkat dari Traktat Agustinus Exposition on Psalm 127 (Uraian Mazmur 127), yang menegaskan dasar-iman Gereja. Dalam ungkapannya: “…Meski kita Kristen banyak, dalam Kristus yang SATU kita SATU.” Kesatuan Kristus fundasi Gereja menurutnya, yang bersumber pada Allah: “Jikalau bukan TUHAN yang membangun, sia-sialah usaha orang membangun rumah…” (Mzm 127:1). Semangat Agustinus benar-benar menginspirasi Paus Leo XIV, sebagaimana Paus Fransiskus mendasari visi pada Fransiskus Asisi.

 

Pastor asal Manado ini sangat antusias membahas Paus Leo XIV yang berasal dari Alma Mater sama di Catholic Theological Union (CTU) Chicago, saat keduanya mengambil Master of Divinity. Menurutnya, tahun 1982 Paus menamatkan studinya, dan tahun 1983 ia sendiri memulai studi ‘Spritualitas’ di CTU. Kenangan se-Alma Mater membuatnya mafhum reksa apostolik Paus Leo XIV tumbuh dari sekolah mereka. Sekolah ini hasil peleburan aneka Seminari Tinggi Amerika dari lebih 20 ordo religius yang mengalami krisis jumlah mahasiswa, yang oleh Konsili Vatikan II didorong melebur. Konsolidasi ini membuat CTU ketimpa durian runtuh dosen-dosen kaliber dari aneka disiplin teologi-filsafat sekolah-sekolah leburan. Godokan para ahli di CTU memberi andil besar lahirnya Paus Leo XIV, lanjutnya.

Motto Paus Leo XIV: In Illo Uno Unum dan imam muda Robert Francis Prevost, OSA, di CTU (Vatican News)

Tak kurang emblem episkopal Paus pun amat Agustinian. Kanvas dasarnya mencitrakan ‘kesatuan-dan-persekutuan’ dalam simbolisasi kunci-otoritas Petrus. Perisai beralas-biru dengan leli-putih menyiratkan masa-depan Gereja dalam visi Agustinus; dan sisi kuning menyimpan Alkitab berhati-tertembus-panah. Bagi kaum Agustinian, simbolisasi ini metafor pertobatan Agustinus sendiri, terang Pastor Mangkey. Dalam karya Confessiones, Agustinus mengisahkan perjumpaannya kembali dengan Allah lewat Firman yang menghujam hatinya. Ucapan pertobatannya menjadi mashyur: “Vulnerasti cor meum verbo tuo” – Engkau telah menembus hatiku dengan Firman-Mu.

Dalam dialog dengan Vatican News saat diangkat Kardinal (2023), Paus mengiyakan mottonya. “Benar itu hasil karisma Agustinian, yang memberi amanat persatuan Gereja. Persekutuan, partisipasi, dan perutusan 3 kata-kunci Sinode,” ungkap mantan Uskup Chiclayo- Peru (2015-2023) ini. “Sebagai Agustinian, mempromosikan kesatuan dan persekutuan hal fundamental,” tambahnya. Dan di momen penting Homili Misa Inagurasi Kepausannya (18/5), ia lagi-lagi membuka sapaan mengutip Agustinus: “Engkau telah menjadikan kami bagi diri- Mu, dan hati kami tak kunjung tenang sampai kami beristirahat dalam Engkau” (Confessiones 1: 1.1).

Revolusi Industri AI

Menariknya, dalam pertemuan pertama dengan para Kardinal di Roma (8/5), Paus Leo

XIV menjelaskan pilihan nama kepausannya. “Di antara pelbagai alasan saya memilih mengikuti Paus Leo XIII yang mengeluarkan Ensiklik bersejarah Rerum Novarum yang menjawab permasalahan sosial di era revolusi-industri,” ungkapnya. Para Kardinal menyimak orientasinya dalam bingkai pendahulu Leo XIII dengan Rerum Novarum (1891) yang hingga kini baseline ajaran-sosial Gereja karena perhatian besarnya pada pemulihan harkat kesetaraan.

Ia menambahkan: “Kini Gereja menawarkan kekayaan ajaran sosial kepada semua guna menjawab revolusi baru. Revolusi ini bersamaan maraknya Artificial Intelligence (AI: kecerdasan-buatan) yang sangat menantang perwujudan martabat, penegakan keadilan dan ketenagakerjaan.” Para pengamat sosial segera memahami arah kebijakan Paus ini menghadapi kesimpangan-siuran medsos dan AI yang mengubah peradaban.

Dua permasalahan penting di akhir pidato Paus menjadi pokok diskusi hangat media- media dunia, kata Pastor Mangkey. Yakni (1) Arah model Rerum Novarum baru yang dirancang Paus Leo XIV, dan (2) Kemendesakan baru bagi Gereja menghadapi ekspansi AI. Menurut Pastor yang memahami arah-arah dasar kepausan ini, kedua masalah ini berazas pada satu hal fundamental. Yakni, “Gereja ingin memastikan segala perkembangan teknologi dan industri di bawah AI menjamin perwujudan harkat, tanpa mencabik-cabik moralitas.”

Paus Leo XIII dengan Ensikliknya Rerum Novarum; dan Paus baru Leo XIV.

Mantan Propinsial MSC ini memuji rancangan yang dipikirkan Paus tentang Revolusi AI. Sambil menunggu kebijakan-kebijakan dan ensiklik barunya, ia merasakan keprihatinan AI Paus atas kaum muda yang di luar kendali dunia pendidikan. Ia mencontohkan AI yang mampu merekayasa wajah, suara, tempat dan memperdaya publik. Menurutnya, perekayasaan AI telah melintas batas etika-moral. Saat Paus Fransiskus wafat, AI merekayasa hal yang memalsukan ‘kebenaran’ keadaan Paus. Konklaf yang confidential tak luput rekayasa AI yang memalsukan ‘fakta’. Belakangan santer info tanggapan Paus atas Surat-Terbuka Presiden Burkina Faso Ibrahim Treore. Publik terkecoh memercayai rekayasa AI ini, yang kini terus bergulir.

Meski AI memberi hiburan bagi kaum remaja selain manfaatnya dalam teknologi pendukung hidup-manusia, efek negatifnya toh menabrak etika-moral. Dunia pendidikan mendapat tantangan serius untuk mengawal dampak ini. “Pokok-pokok ajaran Gereja tentang masalah AI inilah yang dinantikan dari Paus Leo XIV,” imbuhnya.

Dalam pidato di depan para Kardinal, Paus memberi clue arah kebijakannya. Menurutnya, pokok-pokok kebijakannya merujuk pada ajaran Paus Fransiskus dalam Apostolic Exhortation Evangelii Gaudium. Enam poin utama digariskan untuk arah kebijakannya: (1) Kembali pada keprimasan Yesus sendiri dalam pewartaan; (2) Pertobatan misioner seluruh komunitas Gereja; (3) Pertumbuhan dalam kolegialitas dan sinodalitas; (4) Loyalitas pada Sensus Fidei Gereja; (5) Perhatian penuh cinta bagi kaum-terpinggir; dan (6) Keberanian membuka dialog terbuka dengan dunia kontemporer.

Harapan OSA-Indonesia

Papua ikut dilanda kecemasan-AI bersama medsosnya. “Kaum muda Papua tak luput dampak medsos yang kian mengubah nilai-nilai,” cerita Pastor Jan Pieter Fatem OSA Vikaris Vikariat Christus Totus Indonesia dari biara-induk Keuskupan Manokwari-Sorong dalam dialog jarak-jauh. Ia menyambut baik prakarsa Paus tentang kebijakan-AI. Menurutnya, enam kebijakan Paus bukan sekedar refleksi dokumen, tapi juga penghayatannya tentang hidup- menggereja. “Paus yang semasa imam pernah ke Indonesia (Jan. 2003) pada Peringatan-50- Tahun OSA Papua menunjukkan iman itu dalam khotbah dan perbincangan umat,” katanya.

Ia tak heran Paus menekankan keprimasan Yesus dalam pewartaan bersama pertobatan- misioner dan kolegialitas. “Hal-hal ini dihayati dengan rendah hati sejak imam hingga menjadi Prior General (2001-2013),” imbuhnya. Meski memiliki kecerdasan meraih gelar tertinggi hukum, ia menolak tawaran pendidikan hukum Harvard University dan memilih teologi guna menggalang kolegialitas dengan kaum miskin. Ini mengantarnya meraih Doktor Canon Law di Universitas Pontifical St. Thomas Aquinas 1987 dengan disertasi tentang Tarekat OSA sebagai kesetiaannya pada Agustinus.

Umat menyaksikan solidaritas kaum-miskinnya saat mengunjungi pelosok-pelosok Papua. Melihat ketimpangan Papua ia mengajak Gereja mengubah pastoral yang menjangkau kaum-miskin, kisah Pastor Fatem mengenangnya. Pastor Floridus Naja OSA dosen ST Filsafat- Teologi Fajar Timur, Jayapura, ikut memuji kesederhanaan Paus. “Saat di Papua, Paus selalu mendorong pendidikan dan rela mengunjungi sekolah-pinggiran OSA di Sorong,” kenangnya.

Ia menyentuh segala lini, terutama pendidikan sebagai sarana pendewasaan kaum muda untuk memampukan mereka berdialog dengan semua orang. Paus juga mendorong kaum OSA memajukan pendidikan sebagai pemberdayaan kemampuan berdialog. OSA memiliki SMP dan SMA Vilanova dengan sejumlah imam mengajar di perguruan tinggi Jayapura. Seluruh anggota OSA kini 97 orang yang bekerja di Keuskupan Manokwari-Sorong, Keuskupan Jayapura, dan Keuskupan Ketapang, menyusul tahun ini di Keuskupan Timika.

Pastor Fatem dan Pastor Naja meyakini kemajuan OSA di Papua andil Paus semasa memimpin Tarekat. Keduanya berharap pengalaman di Papua mendorong Paus berkunjung kembali ke Papua. “Umat sangat mencintai Pater Prevost, yang kini Paus. Kebanggaan umat menjadi cerita luas di Papua, karena pernah mengalami pelayanannya.” Kunjungan Paus Leo XIV akan menjadi kebanggan dan kehormatan Indonesia, khususnya Papua.***

Paus saat imam di Papua (2003): TK-pinggiran di Kureran, Kampung Aifat, Kab. Sorong (foto kiri: tengah); Umat Kampung Cengkeh Sorong (foto kanan: paling kanan)
(file: P. Yan Pieter Fatem OSA).

Baca Juga: the-augustinian-…-of-pope-leo-xiv