Ilustrasi: AAI/MMB
Ilustrasi: AAI/MMB

Oleh: Mohammad Medani Bahagianda*

Suaraanaknegerinews.com – Puasa merupakan salah satu ibadah yang sangat istimewa dalam Islam. Dalam pelaksanaannya, tidak hanya menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa, tetapi niat dan keikhlasan menjadi kunci utama diterimanya ibadah puasa tersebut.

Dalam Al-Qur’an dan hadis, dijelaskan pentingnya niat yang ikhlas dalam berpuasa semata-mata untuk Allah SWT.

Niat dalam Berpuasa

Niat adalah perkara utama dalam ibadah, termasuk puasa. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.” (Hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khattab. Hadis ini dikenal sebagai Hadis Niat dan termasuk dalam koleksi hadis sahih. HR. Sahih al-Bukhari Hadis dan HR. Sahih Muslim)

Peristiwa terkait dengan hadis ini adalah saat ada seorang sahabat yang hijrah dari Mekah ke Madinah bukan untuk alasan agama, tetapi karena ingin menikahi seorang wanita.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa niat dari setiap amal sangat penting, dan orang akan mendapatkan pahala atau balasan sesuai dengan niatnya. Hadis ini menjadi dasar penting dalam ajaran Islam mengenai niat dalam segala tindakan.

Hadis ini menekankan bahwa semua ibadah, termasuk puasa, harus disertai dengan niat yang benar. Dalam puasa, niat harus diucapkan dalam hati untuk menegaskan bahwa ibadah ini dilakukan semata-mata untuk Allah SWT, bukan untuk tujuan duniawi atau pujian dari orang lain. Niat puasa Ramadhan harus dilakukan setiap malam sebelum subuh, sesuai dengan hadis dari Hafshah radhiyallahu ‘anha.

Keikhlasan dalam Berpuasa.

Keikhlasan adalah syarat mutlak dalam berpuasa, karena puasa adalah ibadah yang sangat khusus antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman: “Setiap amal kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwat dan makanannya karena-Ku.” (Diriwayatkan oleh Abu Hurairah (ra). Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim)

Hadis ini disampaikan dalam konteks keutamaan puasa, di mana Allah SWT memberikan pahala yang istimewa dan langsung untuk puasa.

Peristiwa ini menekankan bahwa puasa merupakan ibadah khusus yang balasannya tidak terbatas pada perhitungan biasa, seperti amal-amal lain yang bisa dilipatgandakan pahalanya hingga tujuh ratus kali lipat.

Karena puasa adalah tindakan yang melibatkan pengendalian syahwat dan menahan diri dari makanan demi Allah, maka Allah menyatakan bahwa hanya Dia yang akan langsung memberikan balasannya, tanpa batasan pahala yang spesifik.

Peristiwa penyampaian hadis ini menjelaskan bahwa puasa berbeda dengan ibadah lainnya karena hanya Allah yang mengetahui sejauh mana keikhlasan seseorang dalam menjalankannya.

Puasa tidak tampak secara fisik seperti ibadah lainnya, seperti shalat atau sedekah, sehingga hanya Allah yang dapat menilai niat seseorang yang berpuasa dengan benar.

Keikhlasan dalam puasa berarti seorang muslim menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa bukan karena takut pada pandangan manusia, tetapi karena takut kepada Allah dan berharap mendapatkan pahala dari-Nya.

Puasa yang dilakukan tanpa keikhlasan akan kehilangan nilainya di sisi Allah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (diriwayatkan oleh Abu Hurairah (ra). Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim)

Peristiwa ini berkaitan dengan keutamaan puasa di bulan Ramadan. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa barangsiapa yang melaksanakan puasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap pahala dari Allah SWT, maka dosa-dosa yang telah lalu akan diampuni.

Ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala yang terkandung dalam ibadah puasa Ramadan bagi mereka yang melaksanakannya dengan niat tulus dan ikhlas.

Hadis ini mengajarkan bahwa iman dan harapan akan pahala adalah kunci dalam meraih ampunan Allah melalui puasa. Oleh karena itu, keikhlasan dalam menjalankan puasa menjadi landasan utama agar ibadah tersebut diterima dan mendapatkan balasan dari Allah.

Kesimpulan.

Niat dan keikhlasan merupakan dua elemen penting dalam pelaksanaan puasa. Niat yang benar harus diucapkan setiap malam sebelum berpuasa, dan keikhlasan harus mendasari semua tindakan selama puasa agar diterima oleh Allah SWT.

Puasa adalah ibadah yang sangat pribadi dan antara seorang hamba dengan Allah, sehingga keikhlasan sangat ditekankan dalam menjalankannya. Semoga kita semua dapat melaksanakan puasa dengan niat yang ikhlas dan berharap hanya kepada Allah dalam meraih ridha-Nya. (Arsiya Oganara)

*Profil Penulis:

Mohammad Medani Bahagianda (MMB) lahir di Teluk Betung, 9 April 1964. Menyelesaikan studi hingga program sarjana Teknik Sipil di Universitas Medan Area di Kota Medan Sumatera Utara.

Saat ini Medani bersma istri tercinta, Nurhikmah yang senantiasa mendampingi dalam suka dan duka. Serta buah hati tercinta, Dhyna Annisa Maghfira Bahagianda. ST, Mohammad Syafiq Halim Bahagianda S.H, dan Ghina Salsabila Qotrunada Bahagianda, S.Sos., gemar membaca dan menulis. Untuk korespondensi dapat melalui e-mail: saibatinsukamarga@gmail.com