Alex Runggeary*)
–
Hari ini sudah 23 tahun Otonomi Khusus Papua (Otsus) sejak diluncurkan pertama kali lewat UU No.21 Tahun 2001 sebagai bagian pertukaran secara politis Papua Merdeka dengan Papua bersama NKRI dengan OTSUS sebagai hadiah upaya pembangunan pemertah untuk mencapai Rakyat Papua Sejahtera. Otsus diluncurkan dengan idealisme yang tinggi bersama niat baik semua pihak. Baik masyarakat yang diwakili oleh tim perumus dan tentu saja pemerintah.
Dalam model model pembangunan masyarakat di dunia, model Otsus Papua ini buat saya, menarik. Berdasarkan berbagai model pembangunan masyarakat yang ada, saya baru pertama kali ini menemukan model di mana ada perkawinan antara model pembangunan masyarakat yang biasanya independen seperti FUNDWI, Fund from the United Nations for the Development of West Irian 1976 – 69, JDF, The Irian Jaya Joint Development Foundation 1970 – 1997, CCAD, Cenderawasih Coastal Area Development, ataupun model model sejenis lainnya. Model JDF adalah model yang menarik karena sebagian Dananya dari Pemerintah dan sebagian lagi dari UNDP. Tetapi model ini tidak mengikuti – Sistem Tata Kelola Pemerintah – walaupun dananya dari APBN, melainkan secara organisasi mengikuti Sistem Tatakelola INDEPENDEN. Hasil kerja JDF dapat ditemukan dalam salah satu TABEL Lampiran buku kecil dengan judul – The Long Quest for Humanity. Ini CONTOH BUKTI hasil karya dengan sistem dan tatakelola yang profesional. Selain itu masyarakat seperti di Genyem akan berkisah tentang bagaimana mereka mendapatkan uang tunai setiap minggu dengan menjual bijih Kakao basah. Atau petani Karet sepanjang Sungai Digul: Bade, Kepi, Mindiptanah dan lain-lain.
Bahkan ada kisah sukses seorang anak Genyem, ” Saya sekolah sampai Perguruan Tinggi karena JDF” Beliau sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas di Kabuoaten Jayapura. Ini hanya salah satu temuan secara kebetulan saja. Pasti ada banyak kisah sukses bagaimana masyarakat bekerja keras untuk mendapatkan uang dari Kebun mereka sendiri dengan bimbingan JDF. Bahkan seorang Ibu Genyem penjual pinang di Pertokoan Jalan Irian Jayapura, berkisah dengan air mata terurai, “Kalau saja JDF masih ada, kami orang Genyen tidak susah seperti sekarang”
Hari ini bila kita dengan jujur bertanya, apa yang telah dibuat OTSUS untuk Rakyat Papua? Mengapa masyarakat menolak Otsus karena mereka tidak merasakan manfaat apapun dari Dana Otsus. Fakta ini membuktikan Otsus Gagal membangun masyarakat Papua.
Tetapi mengapa?
Ini pertanyaan obyektif yang menarik bagi mereka yang secara konsisten mengamati pembangunan di Papua. Ada masalah ketika perumusan Otsus pertama kali dirumuskan. Secara konsep idenya bagus. Namun harus diakui bahwa Indonesia tidak punya pengalaman sebelumnya dengan model OTSUS Papua ini.
Pada satu sisi pasti dalam benak para perumusan adalah bagaimana PERAN PEMERINTAH membangun masyarakat di Papua. Dalam konteks ini hanya dikenal Pelayanan Umum Pemerintah yang berlaku sama diseluruh Indonesia yaitu layanan umum termasuk program pembangunan direncanakan mengikuti pola perencanaan baku yang ada yang kita kenal dengan Rensra Kabupaten yang katanya dimulai dari Kampung kemudian ke Distrik barulah ke Kabupaten dan selanjutnya sampai ke Bappenas.
Kelemahan mendasar pada proses pemerintah ini adalah pada SIKLUS ANGGARAN yang sifatnya TAHUNAN yang sangat membatasi pelaksanaan/realisasi program di lapangan karena waktu pencairan anggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban jawaban anggaran seperti saling berkejaran. Pada akhirnya Dana tersedia banyak tetapi serapan anggarannya sangat terbatas karena tidak ada waktu. Dengan model Otsus pola program dan realisasinya tidak fit in dengan siklus anggarannya. Akhirnya dibuatlah kegiatan kegiatan apa adanya untuk menyerap anggaran. Dan dibuatlah pertanggungan jawab anggaran sesuai standar BPK. Pada titik ini dimana anggaran tersedia banyak tetapi serapan anggaran kurang, bisa saja terjadi niat untuk melakukan pelaporan fiktif. Konon hari ini di Papua ada banyak OKB – Orang Kaya Baru – [ibu Yuliana Wag APS] yang tumbuh kembang bagai bagai jamur pada musim hujan. Bisa jadi ini penyebab Dana Otsus Gagal sampai ke masyarakat tetapi pejabatnya kaya kaya.
Mengapa Pemerintah sulit menerapkan ide dasar OTSUS yang baik ini? Karena – Sistem Tata Kelola Pemerintah – dirancang untuk mengelola program berikut anggarannya dalam siklus yang berulang secara konsisten dan singkat. Dalam manajemen disebut layanan publik yang sifatnya RUTIN.
Sedangkan Program OTSUS bila ditilik secara jernih pola manajemennya adalah PROYEK di mana pola ini akan sulit ditangani bila dikelola secara pola RUTIN. Apa itu RUTIN? Suatu pola kegiatan yang dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu yang biasa disebut – layanan publik. Sedangkan PROYEK memiliki ciri Tujuan Khusus, memiliki batasan waktu dan dikelola secara ad hok atau bentukan organisasinya sementara dan tata kelolanya independen di luar dari struktur organisasi yang permanen. Pola Otsus yang dikelola secara RUTIN menyebabkan anggaran tidak terserap maksimal.
Ini juga bisa membuktikan Mengapa Program Pendidikan dan Kesehatan dalam hal penggunaan DANA OTSUS cenderung lebih berhasil karena polanya yang Rutin sama dengan program yang sama tetapi dari sumber dana lain. Bila dibandingkan dengan PROGRAM PEMBANGUNAN EKONOMI RAKYAT dapat dikatakan gagal total karena memang sifatnya yang PROYEK
Kegagalan OTSUS sesungguhnya terletak pada – Sistem Tata- Kelola Pemerintah sendiri. Ini kemudian disadari oleh mereka yang paham pola pola pembangunan. Akhirnya lahir Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua atau BP3OKP yang berfungsi untuk mengurai benang kasut ini. Tetapi sayangnya mereka tidak paham fungsi mereka karena tidak cukup pembekalan mengingat kebanyakan mereka bukan dari latar belakang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lapangan dalam bidang pembangunan masyarakat.
Wujud kesadaran berikutnya adalah adanya RIPPP dari Bappenas sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dan BP3OKP untuk menjabarkannya kedalam – Perencanaan Program Pembangunan untuk penggunaan Anggaran Otonomi Khusus Papua.
BP3OKP dan RIPPP adalah upaya pemerintah untuk memungkinkan OTSUS yang terlanjur tersandera oleh Sistem Tata-Kelola Pemerintah bisa melepaskan diri dari cengkraman – Sistem Tata-Kelola Pemerintah itu sendiri.
———————
*) Instruktur DIKLAT Regional Planning LAN-RI dan DSE – Deutche Stiftung fur Internationale Entwicklung untuk Indonesia Timur 1992 – 98






