Ilustrasi “PASKIBRAKA DAN SANG SAKA MERAH PUTIH”: Antologi Puisi – Editor: Leni Marlina (UNP Padang, PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena, KEAI, ACC SHILA, ASM, PLS, WPM-Indonesia). Sumber Gambar: © 2025 Leni Marlina et. all — Book Cover by Starcom Indonesia 29–00061.

/1/

SANG SAKA MERAH PUTIH SIAP DIKIBARKAN

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena, KEAI, ACC SHILA, PLS, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Agustus datang dengan nyala,
Merah Putih siap dikibarkan,
di dada para pemuda- pemudi bangsa—
di hati putra- putri Indonesia,
di jiwa seluruh warga Indonesia,
janji kemerdekaan kembali diteguhkan,
hutang bangsa kepada para pahlawan musti dibayarkan,
dengan mengai kemerdekaan yang mensejahterakkan dan berkeadilan,
bagi seluruh rakyat di semua lapisan,
bagi semua warga tanpa kecuali dengan beragam kehidupan dan perjuangan mengisi kemerdekaan.

Agustus kembali menyapa,
mengingatkan kita pada janji suci kemerdekaan.
Hari ini,
Merah Putih siap berkibar,
sebagai tanda persatuan,
sebagai lambang perjuangan,
sebagai tekad bangsa untuk berdiri tegak selamanya.

Jakarta, NKRI,
17 Agustus 2004

/2/

BANGGA KAMI PADAMU WAHAI PASKIBRAKA

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena, KEAI, ACC SHILA, PLS, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Engkau…
Tegap.
Di antara angin yang menekuk daun,
Di tanah basah oleh keringat dan doa,
Di atas bumi yang bergetar,
Langit menunduk, menyaksikan ketulusan perjuanganmu dan keberanianmu.

Kadang mentari Agustus membakar kulit,
Kadang hujan Agustus mengguyur badan,
Namun tubuhmu kuat dan hatimu tetap teduh.
Matamu menatap lurus—cermin yang menahan badai zaman,
Hatimu berdebar, janji cinta tanah air tersimpan di setiap helaan napas.

Wahai Paskibraka,
Pasukan yang berdiri di garis waktu Dirgahayu RI,
Engkau membawa dan mengangkat Merah Putih—
Bukan sekadar kain, bukan sekadar simbol.

Merah Putih—darah yang menetes di batang sejarah.
Merah Putih—napas ibu dalam doa.
Merah Putih—ayah menahan lelah demi menatapmu bangga.
Merah Putih—masa depan anak-anak bangsa.
Merah Putih—hasil perjuangan para pahlawan yang rela gugur demi kemerdekaan.
Merah Putih—kekuatan yang tak terbendung, mengibarkan suara:
“Merdeka…
Merdeka…
Merdeka…
Merdeka Selamanya!”

Seperti sungai yang mengalir dari dada bumi,
Seperti napas yang menembus relung sejarah,
Seperti cinta NKRI yang menyala untuk semua anak bangsa di nusantara.

Langkahmu…
Ayunan tanganmu…
Tegap, berani—pedang yang menebas keraguan,
Menyulut kekuatan di tanah yang menyimpan sejarah dan melahirkan impian.

Keringat menetes,
Rasa lelah mungkin datang,
Namun semangatmu tak ada yang berani menghadang.
Wajahmu tetap tegar.
Solidaritas mengalir,
Seperti nadi bangsa berdetak dalam satu irama.

Engkau pemuda, engkau pemudi,
Putra dan Putri bangsa,
Pengibar Sang Saka Merah Putih,
Pelaku sejarah, penjaga harapan Ibu Pertiwi.

Bendera naik perlahan—tanganmu tegak,
matamu bersinar teduh.
Angin mengiringi,
Lagu kebangsaan “Indonesia Raya” berkumandang.

Paskibraka,
Engkau bukan sekadar pasukan.
Engkau nadi—mengalirkan kehidupan.
Engkau energi—membangkitkan perjuangan.
Engkau nyali—menyalakan harapan Indonesia.

Di antara derap langkahmu yang menggetarkan,
Ketenangan menempel di kulit,
Menembus hati.
Keberanian menetes di setiap peluh,
Seperti darah yang mengalir membawa sejarah menuju masa depan.

Engkau, Paskibraka…
Senantiasa menghidupkan sejarah Indonesia.
Memperingati Hari Kemerdekaan,
Bersama anak-anak bangsa,
Dari berbagai suku, ras, agama, dan bahasa di nusantara.

Paskibraka,
Berdiri bersama,
Bergerak serentak,
Melangkah pasti,
Mengayun seirama,
Mengibarkan Sang Saka Merah Putih
Dengan seluruh jiwa raga, darah, dan cinta.

Demi Indonesia Raya.
Demi Indonesia tercinta.
Jayalah selamanya…
Indonesia!
Indonesia!
Indonesia!

Halam Istana Presiden RI, Jakarta, NKRI,
17 Agustus 2004
&
Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, NKRI,
17 Agustus 2025

/3/

KITA INDONESIA

Puisi: Oka Swastika Mahendra

[PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena, KEAI, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Tenang kawan
Aku tahu
Kamu oleng
Tetaplah bersama
Karena bendera
Harus berkibar
Mari maju
Dada jiwa
Merah putih
Kita satu
Indonesia

Jogjakarta, 18 Agustus 2025

/3/

ANAK NEGERI GENERASI BAJA

Puisi: Oka Swastika Mahendra

[PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena, KEAI, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Tetap bertahan
Dalam oleng
Setia kawan
Tugas diemban
Cepat tanggap
Sedia sigap
Demi jaya
Merah putih
Kibar angkasa

Jogjakarta 17 Agustus 2025

—‐——————————–
Tentang Penulis: Oka Swastika Mahendra

Oka Swastika Mahendra merupakan seorang
penyair dan aktor teater, kelahiran Jogjakarta tahun 1958. Tergabung dalam Teater Alam Jogjakarta, Komunitas Gores Warna, Pelukis Jogjakarta. Pensiunan guru ASN yang kembali ke habitat lama, dunia sastra dan seni peran. Motto: “puisi adalah makanan, panggung adalah jiwa, menulis adalah nafas hidup” (Oka SM).

/4/

DIRGAHAYU

Puisi: Ramli Djafar

[PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena – Sumbar, KEAI, ACC SHILA]

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Aku Sang Saka Merah Putih
Berkibar dengan megah di angkasa
Berdiri kokoh dan perkasa
Di seluruh penjuru bumi nusantara

Aku Sang Saka Merah Putih
Berkibar dengan jaya
Dengan semangat yang tak pernah padam

Aku Sang Saka Merah Putih
Berkibar perdana 17 Agustus tahun 1945
Diiringi rasa haru
Bangga
Membingkai segala perjuangan anak bangsa

Aku Sang Saka Merah Putih
Berkibar penuh semangat
Bergelora disepanjang waktu yang ada
Kidungkan nada-nada perjuangan
Terus
Dan terus berjuang tanpa henti
Membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia

Aku Sang Saka Merah Putih
Hari ini
Tanggal tujuh belas Agustus
Genap berusia 80 tahun

Aku Sang Saka Merah Putih
Tidak muda lagi
Tetapi
Semangatku tak pernah luntur
Denyut nadiku
Debar jantungku
Semangat hidupku
Tetap merah dan putih

Padang, 17 Agustus 2025

—————————–
Tentang Penulis: Ramli Djafar

Ramli Djafar, yang juga dikenal dengan nama sastranya Andreas Ramli Djafar atau Xie Zongli, adalah seorang penyair Indonesia yang berdomisili di Padang. Ia tekun menulis dan membagikan kisah melalui puisi, dengan tema-tema yang berhubungan erat dengan budaya, ingatan, dan kemanusiaan—disampaikan lewat bahasa yang sederhana namun sarat makna.

Ia aktif dalam beberapa komunitas sastra, di antaranya SATU PENA (Sumatera Barat), Poetry-Pen International Community, Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat (PPIPM–Indonesia), dan ACC Shanghai Huifeng International Literary Association (ACC SHILA).

Pada tahun 2025, Ramli Djafar menerima penghargaan The Prolific Writer 2025 dalam acara International Minangkabau Literacy Festival (IMLF–3), yang diserahkan langsung oleh Ketua SATU PENA Sumatera Barat, Sastri Bakry. Penghargaan ini menjadi penanda kesungguhannya dalam berkarya sekaligus menjadi penyemangat untuk terus menulis dan berbagi.

/5/

PASKIBRAKA DAN SANG SAKA MERAH PUTIH

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena, KEAI, ACC SHILA, PLS, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Benderamu berteriak di langit!
Merah—darah pejuang yang menolak jadi abu.
Putih—tulang keras, tak sudi hancur digilas waktu.

Paskibraka!
Kau tegak, meski matahari membakar,
meski hujan mencambuk.
Langkahmu tetap menghantam bumi—
palu membangunkan sejarah!

Ini bukan kain yang kau angkat.
Ini nyawa!
Ini sumpah!
Ini suara seribu arwah
yang menolak diam di kubur!

Setiap kali benderamu berkibar,
tirani gemetar,
pengkhianat terbakar.

Indonesia—
bukan sekadar nama di peta.
Ia hidup di dadamu,
di nafas yang kau hela,
di teriakan yang memecah angkasa:

MERDEKA!
MERDEKA!
MERDEKA!

Biarlah penjajah datang dengan seribu rupa,
Pantang tunduk Ibu pertiwi kepada mereka,
Indonesia Raya tetap jaya—selama-lamanya!

Padang, Sumatera Barat, NKRI, 17 Agustus 2025

/6/

MERDEKA (TAPI) BELUM

Puisi: Zulkifli Abdy

(PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena – Aceh, KEAI)
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Indonesia…
Delapan puluh tahun merdeka
Semestinya sudah tinggal landas
Dari landasan berlumuran darah
Ke angkasa yang penuh pesona
Tiada lagi bayangan fatamorgana
Yang ada warna seindah cita-cita
Oh, demikianlah sepatutnya

Indonesia..,
Delapan puluh tahun berdaulat
Mestinya bangsa ini bermartabat
Mengapa masih ada pengkhianat
Bahkan ada yang menjadi penjilat
Mereka bukan menjilat manisan
Tetapi menjilat di bibir kekuasaan
Oh, mengapa sampai demikian

Indonesia..,
Kini berumur delapan puluh tahun
Telah semakin dewasa, bahkan tua
Sedang termangu di persimpangan
Kalau tak waspada akan disamun
Atau bahkan tertinggal selamanya
Dengan cita-cita mulia yang sia-sia
Oh, sungguh kita tak akan rela

Indonesia..,
Walau belum benar-benar merdeka
Kita akan rayakan hari kemerdekaan
Rakyat sangat mencintai Indonesia
Melebihi cinta bangsa pada mereka
Indonesia tanah air, tumpah darah
Bagai untaian zamrud khatulistiwa
Oh, bangkitlah Indonesia tercinta.

Banda Aceh,
18 Agustus 2025
————————–
Tentang Penulis: Zulkifli Abdy

Zulkifli Abdy merupakan seorang penulis senior dan penyair, berasal dari Jambi dan menetap di Aceh sejak tahun 1970. Lulusan Ilmu Komunikasi, ia menekuni dunia kepenulisan secara autodidak sejak masa muda.

Karya-karyanya, baik berupa artikel maupun puisi, mencerminkan semangat sastra yang mendalam. Bagi Zulkifli, menulis bukan sekadar profesi—melainkan sarana untuk mencurahkan perasaan, menggantikan halaman-halaman buku harian pribadi, tempat ia menuangkan pikiran dan pengalaman dengan penuh ketulusan.

/8/

CAHAYA DI UJUNG FAJAR

Puisi: Dilla, S.Pd.

[PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena – West Sumatra, ACC SHILA, Penyala Literasi]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

di ujung fajar yang penuh luka
bayang tubuh renta berlumur duka
penuh sayatan menganga di atas sengsara
merangkai kata dalam doa
menyimpan rahasia dalam sukma

di ujung cakrawala yang remuk dalam pelupuk
ada tinta sejarah dalam kitab yang tak pernah usang
pekikanmu menjelma jadi urat nadi bumi
menyemburkan nyala dalam gelora jiwa
langit terpekur menunduk
menyaksikan jiwa lebih tajam dari senjata

merah putih tak hanya kain beda warna
dialah aliran nadi yang tak henti
terus mengalir dalam setiap luka yang nganga
ia berkibar bagai doa
menembus kabut dalam tirani hati
hingga lahir pagi yang merdeka
dengan senyum jingga menjemput asa
berharap merdeka tidak lagi harapan hampa
mengantar generasi bisa melintasi cahaya

Bukittinggi, Agustus 2025
———————————–

Tentang Penulis: Dilla, S.Pd.

Dilla, S.Pd. lahir di Bukittinggi tahun 1981. Dari tahun 2005-2010 mengajar di SMKN 2 Kota Bukittinggi, Pada tahun 2005-2023 mengajar di SMP Islam Al-Ishlah Bukittinggi, dan pada tahun 2023-sekarang bertugas di SMPN 2 Bukittinggi, sebagai guru Bahasa Indonesia. Mulai aktif menulis dan menggiatkan literasi dari tahun 2013. Sudah menerbitkan 6 buku tunggal dan puluhan buku antologi dengan berbagai event kepenulisan. Salah satu buku kumpulan puisinya yang banyak dibaca oleh masyarakat berjudul “Bulan di Balut Debu”.

Prestasi yang pernah diraih:
Nominasi penulis berprestasi dan prolifik dari Satu Pena Sumatra Barat dalam rangka IMLF-3,
Penerima Anugerah Guru Berprestasi Nasional Bidang Literasi dalam Festival Literasi Kreatif Nasional 2025 diadakan oleh JB Edukreatif Indonesia pada Februari 2025.

/9/

SANG SAKA MERAH PUTIH DAN PASKIBRAKA

Puisi: Leni Marlina

[UNP Padang, PPIPM-Indonesia, PPIC, Satu Pena, KEAI, ACC SHILA, PLS, WPM-Indonesia]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Selama Sang Saka Merah Putih berkibar,
ia bukan sekadar bendera: ia adalah nyawa yang bergelora di langit, gema yang menyalakan hati setiap insan.

Namamu, wahai Paskibraka,
akan hidup sepanjang masa—
terukir di buku sejarah, berdenyut di nadi rakyat,
menjadi contoh tauladan, bergetar di dada putra-putri Indonesia dan seluruh rakyat yang mencinta negeri ini tanpa syarat.

Engkau berdiri tegak di bawah terik dan hujan,
menggenggam disiplin,
menyalakan pengabdian. Langkahmu seirama genderang perjuangan,
napasmu serupa janji:
Indonesia takkan pernah menyerah!

Berkibarlah, Sang Saka Merah Putih,
menembus langit sejarah,
menyala di lautan,
berpendar di pegunungan,
bercahaya di kota, di desa, di kepulauan—
di jantung dan setiap nadi nusantara.

Selama engkau berkibar di angkasa,
Indonesia akan tetap merdeka selamanya—
kuat dalam keberagaman,
tangguh dalam cinta rakyatnya.

Wahai Paskibraka,
setiap kali engkau naikkan Merah Putih di angkasa
dan berkibar kami sadar:
ada darah pahlawan yang masih berdenyut,
ada doa ibu dan ayah yang tak terkikis waktu,
ada wasiat leluhur dan para pahlawan kemerdekaan yang gugur,
ada jiwa bangsa yang tak bisa ditundukkan— meski penjajahan berganti rupa,
menyamar dalam wajah-wajah baru seiring deras arus zaman.

Berkibarlah, Sang Saka Merah Putih,
selama rakyatmu setia!
Indonesia akan tetap hidup,
merdeka selamanya—
adil, sejahtera, dan
suaranya akan bergema
bagi seluruh anak bangsa,
bagi seluruh umat manusia,
di mana pun berada.

Jakarta, NKRI, 2004
Padang, Sumbar, NKRI, 2025

—————————–
Tentang Penulis: Leni Marlina

Leni Marlina merupakan seorang penulis, penyair, dan akademisi kelahiran Baso, Agam – Sumbar dan berdomisili di Padang.
Sejak tahun 2022, Leni Marlina merupakan anggita aktif SATU PENA (Asosiasi Penulis Indonesia) cabang Sumatera Barat dan anggota aktif World Poetry Movement (WPM-Indonesia)

Leni Marlina, sang penulis buku antologi puisi bilingual (Indonesia-Inggris) “The Beloved Teachers”, “L-BEAUMANITY (Love, Beauty and Humanity)” & “English Stories for Literacy” dianugerahi penghargaan sebagai Penulis Terbaik Tahun 2025 oleh SATU PENA Sumatera Barat dalam acara Gala Dinner Festival Literasi Internasional Minangkabau ke-3 (IMLF-3).

Sejak 2006, hampir dua dekade, Leni Marlina mengabdi sebagai dosen di Program Studi Sastra Inggris, Departemen Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.

Di luar aktivitas kampus, Leni juga menulis sebagai jurnalis lepas, editor, redaktur dan kontributor digital di sejumlah media lokal, nasional dan internasional. Sejumlah karya puisi Leni yang ia sumbangkan untuk pembaca di tanah air dan di perantauan luar negeri dapat dibaca di: https://suaraanaknegerinews.com/category/puisi-leni-marlina-bagi-anak-bangsa

Leni telah mendirikan, memimpin dan mendampingi sejumlah komunitas literasi, sastra, sosial berbasis digital, antara lain:

1. PPIPM- Indonesia (Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat)
2. Poetry-Pen International Community (PPIC)
3. Literature Talk Community (Littalk-C)
4. English Language Learning, Literacy, and Literary Community (EL4C)