Tausiah Religi
KULIAH SHUBUH
Jumat , 07 Nopember 2025 .
(16 Jumadil Awwal 1447 H)

Oleh Tb Mhd Arief Hendrawan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِه سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah.

Terlebih dahulu marilah kita bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menjalankan segala perintah Allah sejauh batas maksimal kemampuan kita.
Dan menjauhi segala larangan Allah tanpa terkecuali.

Shalat merupakan tiang agama.
Penegak agama Islam.
Shalat yang dilaksanakan dengan benar sesuai tuntunan, mampu mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Rasulullah ﷺ pernah memancing rasa antusias para sahabat untuk melaksanakan shalat.

Rasulullah ﷺ bertanya, bagaimana bila seseorang mandi lima kali sehari di sungai?
Para sahabat menjawab, tentunya tubuh orang itu amat bersih.
Rasulullah ﷺ menyatakan, begitu pula orang yang shalat lima kali sehari. Pastilah dirinya bersih dari dosa.

Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan pelaksanaan shalat secara berjama’ah di Masjid.
Dan Rasulullah ﷺ pun juga selalu mengerjakannya. Tanpa pernah sekalipun meninggalkannya. Kecuali dalam keadaan sakit menjelang kewafatannya. Bahkan, dalam keadaan payah pun, saat itu Rasulullah ﷺ minta dituntun ke Masjid untuk berjama’ah.

Dengan menjadi makmum dari Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq. Rasulullah ﷺ bersabda, dalam hadits riwayat sahabat Abdullah bin Umar:
“Rasulullah ﷺ bersabda, shalat berjama’ah di Masjid lebih utama daripada shalat sendiri tidak berjama’ah dengan keunggulan sebanyak 27 derajat.”
(Muttafaq alaihi).

Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa shalat berjamaah di Masjid lebih baik 27 derajat dibanding shalat yang dilaksanakan sendiri.
Shalat sendirian memang sah. Gugur sudah kewajibannya.

Namun memandang perhatian Rasulullah ﷺ atas pelaksanaan shalat berjama’ah di Masjid,
Para ulama menghukumi shalat berjama’ah berhukum fardu kifayah.
Kewajiban komunal.
Harus ada orang yang menegakkan dalam satu komunitas.

Dalam keadaan menjelang perang pun, Rasulullah ﷺ tetap melangsungkan shalat berjama’ah. Rasulullah ﷺ membagi pasukan menjadi dua kelompok besar.
Ada yang menjadi makmum secara bergantian.
Satu kelompok mengikuti Rasulullah ﷺ, satu kelompok lain berjaga waspada sewaktu-waktu musuh datang.

Shalat model seperti ini kita kenal sekarang dalam kajian fiqh sebagai shalat fi syiddatil khouf yaitu
shalat berjama’ah yang dilakukan dalam kewaspadaan yang tinggi.

Dalil shalat berjama’ah disebutkan dalam QS. An-Nisa ayat 102:
“Apabila engkau Nabi Muhammad ﷺ berada di tengah-tengah mereka sahabatmu dan dalam keadaan takut diserang,
lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama mereka, hendaklah segolongan dari mereka berdiri shalat bersamamu dengan menyandang senjatanya.

Apabila mereka yang shalat bersamamu telah sujud menyempurnakan satu rakaat, hendaklah mereka pindah dari belakangmu untuk menghadapi musuh.
Lalu, hendaklah datang golongan lain yang belum shalat agar mereka shalat bersamamu dan hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya.

Orang-orang yang kufur ingin agar kamu lengah terhadap senjata dan harta bendamu, lalu mereka menyerbumu secara tiba-tiba.
Tidak ada dosa bagimu meletakkan senjata jika kamu mendapat suatu kesusahan, baik karena hujan maupun karena sakit dan bersiap siaga lah kamu.
Sesungguhnya Allah telah menyediakan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir.”

Pendisiplinan diri berjamaah adalah salah satu metode pembersihan hati dan jalan menggapai hidayah,
sebagaimana diterangkan oleh Imam Al-Ghazali
Shalat berjama’ah mendidik umat untuk disiplin, satu komando, tidak mendahului imam, teratur, satu barisan dan menghargai waktu.
Dalam riwayat sahabat Utsman bin Affan dinyatakan:

Pada Hadits di atas, Rasulullah ﷺ menyatakan, pahala jama’ah Isya’, bagaikan pahala shalat separuh malam tanpa henti. Sedangkan pahala shalat Shubuh berjama’ah adalah bagaikan sholat sepanjang malam dan lebih baik dari dunia seisinya.

Malam dihitung mulai tenggelamnya matahari waktu Maghrib, hingga terbitnya fajar waktu Shubuh.
Mulai pukul 18.00 hingga pukul 04.00. Sekitar 10 jam.

Dapat kita bayangkan betapa utamanya jama’ah shalat Isya’, hingga orang yang melaksanakannya bagaikan shalat 5 jam tanpa henti.
Terlebih lagi berjama’ah shalat Shubuh yang diibaratkan shalat 10 jam tanpa henti.

Shalat Isya’ dan Shubuh, dinyatakan dalam hadits sebagai shalat yang dilakukan di waktu keadaan gelap dan dingin. Diriwayatkan dari sahabat Buroidah :
“Nabi ﷺ bersabda, “Berikanlah kabar gembira kepada orang yang banyak berjalan di malam gelap gulita menuju Masjid, bahwa mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna di hari kiamat.”

Kala itu memang belum ditemukan penerangan listrik. Ditambah cuaca gurun yang sangat dingin setelah tenggelamnya matahari.
Rasulullah ﷺ menyatakan, andai saja seseorang tahu betapa besar pahala mendirikan shalat berjama’ah Shubuh di Masjid, pastilah orang itu rela mendatanginya, walaupun merangkak/ngesot.
Walaupun tidak ada yang menuntun.

Rasulullah ﷺ juga menyatakan ada dua shalat yang berat dilakukan oleh orang munafik.
Orang yang mengaku beriman kepada Allah, namun menyimpan kebencian terhadap Islam dalam hatinya.
Keislamannya hanya kedok belaka.

Memang di zaman Rasulullah ﷺ, banyak orang cari aman dengan memeluk agama Islam.
Mereka hakikatnya membenci Islam.
Bagai musuh dalam selimut, umpama musang berbulu ayam, ibarat serigala berbulu domba.
Mereka ini amat berat hadir saat mendirikan shalat berjama’ah Isya’ dan Shubuh.
Dua shalat ini dapat dijadikan indikator keteguhan keimanan seseorang.

Alkisah, Sahabat Abdullah bin Ummi Maktum, sahabat nabi ﷺ yang buta, pernah isti’dzan, meminta izin pada Rasulullah ﷺ untuk tidak mendatangi shalat berjama’ah di Masjid.

Ia shalat di rumahnya saja.
Ia beralasan tidak ada yang menuntunnya. Terlebih kala itu banyak hewan berbahaya dan rintangan di jalan menuju Masjid.

Namun saat sahabat yang menjadi penyebab turunnya surat Abasa ini akan pamit,
Rasulullah ﷺ menanyakan apakah Ia masih mendengar seruan adzan.
Sahabat Ibnu Ummi Maktum menjawab, ia masih mendengar adzan.
Rasulullah ﷺ lalu berkata, “kalau begitu, tetaplah kau mendatangi jama’ah shalat di Masjid.”

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah.
Rasulullah ﷺ sangat gelisah terhadap orang Islam yang enggan shalat berjama’ah di Masjid.
Hingga Rasulullah ﷺ pernah berandai, andaikan aku serahkan tugas menjadi imam shalat pada seseorang lalu aku kelilingi rumah orang yang tidak shalat berjama’ah di Masjid.
Lalu aku bakar rumahnya.

Hadits ini tidak untuk dimaknai mentah- mentah.
Hadits ibarat ancaman Rasulullahﷺ, bagi mereka yang menyepelekan shalat berjama’ah di Masjid.
Dan wujud ekspresi kekecewaan Rasulullah ﷺ terhadap mereka.

Generasi Salafus Shalih tercatat tidak pernah meninggalkan shalat berjama’ah di Masjid.
Para Kiai dan Ibu Nyai, selalu mendakwahkan untuk shalat berjama’ah.
Dan shalat berjama’ah mereka, selalu di Masjid.

Bukan di kamar dengan suaminya, istrinya, anaknya, ataupun muridnya.
Shalat berjama’ah yang dimaksud Rasulullah ﷺ, bukanlah shalat di rumah, melainkan di Masjid.
Yang disyari’atkan shalat berjamaah, memanglah kaum lelaki.

Pahala shalat berjama’ah diberikan setara bagi kaum wanita yang shalat di awal waktu.
Wanita diperbolehkan mendatangi shalat berjama’ah di Masjid, selama suami meridhainya, dan tidak ada gangguan/fitnah/godaan lelaki tidak senonoh di tengah jalan menuju Masjid.

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah.
Godaan bagi mereka yang istiqomah shalat berjama’ah adalah merasa lebih baik daripada mereka yang tidak shalat berjama’ah memandang rendah mereka yang tidak berjama’ah.

Hal ini bisa menggugurkan pahala berjama’ah.
Godaan bagi mereka yang malas berjama’ah, adalah perasaan enggan shalat di Masjid.
Enggan mendatangi seruan adzan.
Merasa shalat sendirian toh tetap sah.
Merasa shalat berjama’ah membuang waktu.

Bahkan merasa lebih baik shalat sendiri tidak terlihat orang, daripada shalat berjama’ah terlihat orang dan takabbur.
Shalat berjama’ah tidaklah ditujukan memperlihatkan amal ibadah pada orang banyak.

Rasulullah ﷺ dan semua orang shaleh mengamalkannya.
Maka tidak selayaknya kita meninggalkan shalat berjama’ah dengan berbagai alasan yang ada.
Kader penggerak ummat, guru, orang tua, pejabat, perlu memberikan keteladanan tentang keajegan shalat berjama’ah.

Menjadi inspirasi bagi kaum awam, bagi anaknya, muridnya, pengikutnya, serta rakyatnya.
Imbauan tanpa disertai contoh nyata tokoh panutan, berat untuk dipahami. Melaksanakan ibadah wajib saja, bisa kita istilahkan sebagai ibadah minimalis. Sekedar menggugurkan kewajiban. Menghindarkan diri dari dosa dan murka Allah.

Namun bila ingin menjadi hamba yang lebih dekat dengan Allah, lebih meningkatkan kualitas ke-Islaman, menguatkan semangat perjuangan dan syi’ar Islam, maka shalat berjamaah adalah caranya.
Di samping memperbanyak ibadah sunnah. Semoga Allah menjadikan kita, sebagai hamba bertaqwa yang bisa istiqomah melaksanakan shalat berjama’ah di Masjid.
🤲Aamiin yaa Allah yaa robbal aalamiin.

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah.
Demikianlah Kuliah Shubuh ini.
Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab kita untuk meningkatkan ibadah, ketaqwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan.
Wa billahit taufik wal hidayah.
والسلام عليكم ورحمةالله وبركاته