
Dilaporkan oleh Leni Marlina)*
–
Padang, Suaraanaknegerinews.com– The Third International Minangkabau Literacy Festival (IMLF-3) yang akan digelar pada tanggal 8 hingga 12 Mei 2025 di Padang dan Bukittinggi, Sumatera Barat, akan menjadi ajang yang memukau dunia sastra dengan tema “Literasi Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya untuk Perdamaian.” Festival ini tidak hanya menjadi tempat pertemuan para sastrawan, seniman, budayawan, penyair, penulis, akademisi, dan budaya dari berbagai penjuru dunia, tetapi juga simbol perjuangan untuk menciptakan perdamaian global melalui kekuatan bahasa, sastra, seni dan budaya.

Dengan kehadiran para delegasi dari berbagai negara, acara ini mengukuhkan dirinya sebagai jembatan antar budaya, sebuah ruang kreatif yang merayakan keberagaman sekaligus menyuarakan harapan akan dunia yang lebih damai. Tidak hanya menjadi pertemuan intelektual, festival ini juga menunjukkan bagaimana sastra, seni, dan budaya dapat membangun jembatan perdamaian yang melampaui batas geografis dan budaya.
Rekor Delegasi Malaysia di IMLF-3: Komitmen Negara Serumpun untuk Sastra, Seni, dan Budaya Nusantara
IMLF-3 mencatatkan sejarah baru dalam partisipasi delegasi, dengan Malaysia memecahkan rekor sebagai negara dengan delegasi terbanyak. Lebih dari 100 delegasi dari berbagai sektor – komunitas sastra, seni, kerajaan, akademisi – hadir untuk berkontribusi pada perkembangan sastra, seni, dan budaya Nusantara. Sekretaris Panitia IMLF-3, Armaidi Tanjung, mengungkapkan kebanggaannya atas kehadiran Malaysia yang meningkat lebih dari 300 persen dibandingkan tahun lalu.
“Di IMLF-3, Malaysia mengirim delegasi yang terdiri dari hampir 100 orang dari berbagai latar belakang, dari komunitas sastra, seni, akademisi, hingga perwakilan dari pemerintah. Ini menunjukkan komitmen yang luar biasa dalam membangun sastra, seni, dan budaya Nusantara bersama Indonesia,” kata Armaidi Tanjung dalam rapat evaluasi persiapan di Sekretariat SatuPena Sumbar.
Kehadiran besar Malaysia ini menggambarkan upaya mereka untuk memperkuat ikatan budaya antara dua negara serumpun dan menegaskan sastra, seni, dan budaya sebagai alat diplomasi yang tidak hanya mempererat hubungan antar negara tetapi juga sebagai sarana untuk memahami dan merayakan perbedaan budaya.
Keberagaman Delegasi: Mewujudkan Jaringan Sastra, Seni, dan Budaya Global
Delegasi Malaysia terdiri dari berbagai kelompok sastra, seni, dan budaya terkemuka, di antaranya kelompok Sastra Mahakarya yang dipimpin oleh Daniel Sankar, yang mengirimkan 52 orang; kelompok UKM Mawar Lestari, yang dipimpin oleh Chef Dr. Liza Zainol, mengirimkan 20 orang; serta lima orang dari Dewan Bahasa Pustaka (DBP) yang dipimpin Harlym Yeo. Tidak ketinggalan, Perkumpulan Penulis Sastra Pena Malaysia, yang dipimpin oleh Dr. Saleeh Rahamad, mengirimkan tujuh delegasi. Selain itu, terdapat juga delegasi dari penulis Sabah yang dipimpin Khatarina Sitaim, dengan sembilan orang yang hadir di festival tersebut.
Keberagaman delegasi yang akan hadir tidak hanya memperkaya jalannya festival tetapi juga memperlihatkan pentingnya kolaborasi internasional dalam memperkuat jalinan sastra, seni, dan budaya. Festival ini bukan hanya melibatkan para penulis dan akademisi, tetapi juga mempertemukan perwakilan pemerintah, seniman, serta pelaku budaya dari berbagai belahan dunia, menjadikannya sebagai ajang dialog lintas disiplin.
Selain Malaysia, negara-negara lain yang akan turut berpartisipasi dengan jumlah delegasi yang signifikan termasuk Jepang, India, Croatia, dan berbagai negara dari Eropa dan Oceania. Total peserta dari 24 negara yang hadir di IMLF-3 lebih banyak dibandingkan dengan edisi sebelumnya yang hanya dihadiri oleh 20 negara. Keberagaman ini tidak hanya memperkaya pengalaman festival, tetapi juga menunjukkan betapa sastra, seni, dan budaya dapat menjadi jembatan lintas budaya dan negara, membuka ruang bagi pertukaran ide yang bermanfaat bagi perdamaian global.
Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya sebagai Alat Perdamaian: Implikasi untuk Asia dan Dunia
Dengan tema besar “Literasi Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya untuk Perdamaian”, IMLF-3 mengajak semua peserta untuk merenung dan berkomitmen pada kekuatan sastra, seni, dan budaya sebagai alat untuk perdamaian dan keadilan sosial. Sastra, seni, dan budaya, seperti yang diungkapkan oleh tokoh sastra dunia, Milan Kundera, adalah “kekuatan yang lebih halus dan lebih kuat dari senjata, karena ia menyentuh jiwa manusia.”
IMLF-3 bukan hanya sebuah perayaan sastra, seni, dan budaya, tetapi juga merupakan panggilan untuk menumbuhkan kesadaran global tentang pentingnya menjaga kedamaian dunia melalui bahasa, sastra, seni, dan budaya. Di tengah ketegangan politik dan sosial yang semakin meningkat, festival IMLF-3 ini akan menjadi ruang yang sangat penting untuk merayakan keberagaman dan memahami satu sama lain. Sebuah pengingat bahwa sastra, seni, dan budaya tidak hanya berbicara tentang keindahan kata-kata dan performa yang mempesona, tetapi juga tentang nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Para peserta, yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan negara, akan saling bertukar pandangan dan perspektif dalam rangka memperkaya pemahaman terhadap sastra, seni, dan budaya sebagai kekuatan kolektif. Dalam hal ini, Indonesia, sebagai tuan rumah, memegang peran strategis dalam menjembatani perbedaan dan memperkuat persatuan bangsa-bangsa melalui kecintaan terhadap bahasa, sastra, seni, dan budaya. Tema perdamaian yang diusung acara ini juga mengingatkan kita bahwa dunia sastra, seni, dan budaya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan sosial yang lebih besar, serta mengilhami tindakan positif bagi generasi mendatang.
Dampak Ekonomi dan Sosial bagi Sumatera Barat
Festival ini tidak hanya akan membawa dampak positif bagi dunia sastra, seni, dan budaya, tetapi juga memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian lokal. Dengan banyaknya delegasi internasional yang hadir, sektor pariwisata, hotel, dan kuliner di Kota Padang dan Bukittinggi akan turut mendapatkan keuntungan besar. Seperti yang dikatakan oleh Armaidi Tanjung, “Para delegasi akan menginap di hotel-hotel lokal dan menikmati kuliner khas Minang, yang pastinya akan berdampak pada peningkatan hunian hotel dan UMKM di Ranah Minang.”
Festival ini akan memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat sekitar dengan meningkatkan permintaan akan layanan pariwisata dan meningkatkan visibilitas budaya lokal. Keuntungan ini tidak hanya terbatas pada sektor pariwisata, tetapi juga memberikan peluang bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berkembang. Hal ini semakin menunjukkan bahwa acara budaya besar seperti IMLF-3 bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah.
Festival yang Menginspirasi Generasi Mendatang
IMLF-3 mengingatkan kita akan peran penting literasi dalam kehidupan manusia, khususnya bagi generasi muda. Dalam esensi yang lebih luas, festival ini adalah wadah bagi pengembangan intelektual, kreatifitas, dan perdamaian yang relevan dengan kondisi dunia saat ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia.” Melalui literasi, sastra, seni, dan budaya, IMLF-3 menyalakan api semangat baru dalam upaya menjaga perdamaian dunia.
Sebagai bagian dari rangkaian acara, para delegasi juga akan mengunjungi objek wisata terbaru seperti Goa Kelelawar di Padang dan Ngarai Barasok di Bukittinggi, dua destinasi yang kaya akan sejarah dan budaya. Kunjungan ini memberikan kesempatan untuk lebih mengenal budaya dan alam Indonesia yang kaya, serta mempererat hubungan antara negara-negara peserta. Hal ini sekaligus menekankan pentingnya pariwisata budaya dalam memperkenalkan Indonesia lebih jauh ke dunia internasional.
Melihat Ke Depan: IMLF sebagai Jembatan Sastra, Seni, dan Budaya Internasional
Sejalan dengan IMLF-1 tahun 2023 dan IMLF-2 tahun 2024, IMLF-3 tahun 2025 lebih dari sekedar festival literasi bahasa, sastra, seni dan budaya; ia membuka jalan bagi pembangunan sastra, seni, dan budaya lokal, nasioanl dan internasional yang lebih terhubung. Dengan meningkatnya partisipasi dari berbagai negara dan peluncuran berbagai karya sastra, seni, dan budaya yang melibatkan penulis dari berbagai negara, festival ini memberikan gambaran jelas tentang masa depan literasi bahasa sastra, seni, dan budaya global yang lebih inklusif dan penuh harapan.
Bahasa, sastra, seni, dan budaya tidak hanya berbicara tentang keindahan kata-kata dan performa panggung yang mempesona, tetapi juga membicarakan dan memperjuangkan tentang harapan kemanusian dan perdamaian. Melalui IMLF-3 tahun 2025, masyarakat akan semakin menyadari betapa pentingnya melestarikan keberagaman bahasa, sastra, seni dan budaya, serta pentingnya kerja sama internasional dalam menciptakan dunia yang lebih damai, adil, dan sejahtera.
*(Leni M. – Editorial Board of suaraanaknegerinews.com. Assisted by AI. Sumber informasi dan gambar: Sastri Bakry – SatuPena Sumbar, IMLF-3)





