/1/

BIAK – PAPUA: SANG KELOPAK MATA LANGIT

Puisi oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Biak bukan hanya sekadar pulau,
melainkan kelopak mata langit yang berkedip perlahan—
meneteskan cahaya ke dalam liang bumi,
tempat akar berzikir dalam diam.

Ia tak berteriak,
namun desir angin di sini menjadi ayat alam
yang tertulis di punggung daun.
Hutan dan tebing adalah kitab
yang hanya terbaca saat kita menanggalkan kehadiran,
berdamai dengan kehidupan.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/2/

Biak Numfor – Papua: Di Lambung Senyap Biak

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Biak Numfor – Papua bukan batas;
ia rahim waktu yang memeluk luka,
melahirkan sabar dari batu-batu pesisir.
Langkah kita tak hanya meninggalkan jejak,
tapi juga gema:
suara yang terus berjalan meski tubuh telah tiada.

Di sini, sejarah bukan deretan tanggal,
tetapi napas yang menggumpal di udara,
menetap dalam jaring nelayan—
serupa puisi yang diam tapi berani
untuk menyuarakan perdamaian dan kemanusiaan.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/3/

Laut: Dada Biak Numfor – Papua

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Laut di Biak Numfor – Papua tak pernah dendam,
ia menyulap marah dalam bentuk karang,
mengajarkan kepada kita:
betapa luka pun bisa menjadi rumah.

Di dalam tubuh air itu,
berenang nama-nama yang tak pernah disebut,
namun menjadi batu pijak
bagi generasi yang ingin berdamai
tanpa kehilangan akar.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/4/

Biak Numfor – Papua dan Musik Alam

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Pernahkah engkau membayangkan?
Ketika menjelma musik yang ditiup
tanpa alat, tanpa pemain—
hanya gema dari pulau itu sendiri,
melingkar seperti mantra di kuping langit.

Di sini, Biak Numfor – Papua,
di antara pohon sagu dan langit yang redup,
puisi tidak ditulis,
melainkan tumbuh seperti jamur pada hutan basah,
mengingatkan kita bahwa keindahan
selalu bersumber dari tanah yang tak dijamah ego.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/5/

Dada Biak Numfor – Papua, Dada Kita

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Di Biak Numfor – Papua,
kita belajar menjadi air,
menyusup ke retak-retak sejarah,
tanpa menghancurkan,
hanya mengisi:
dengan kesetiaan yang tak tertakar,
dengan cinta yang tak terucapkan.

Biak mengajarkan keteguhan
bukan dari perang,
tetapi dari ketabahan menunggu fajar
tanpa memastikan langit akan membuka.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/6/

Bukan Hanya Sekedar Gabungan Pulau

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Biak Numfor – Papua bukan hanya gabungan pulau,
melainkan kesunyian purba yang menggigil menjelma bentuk—
karang yang berdoa dalam diam,
langit yang menyimpan rindu pertama cahaya.

Leluhur tidak berjalan di tanah ini,
mereka mengapung di antara waktu
dan mencatat nama-nama batu
dengan bisikan yang kini kau dengar
dalam gelombang.

Jangan tanya di mana harta,
tanyakan: untuk siapa
angin menulis puisi di dahan yang tak bergeming?

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/7/

Samares dan Anggopi di Papua

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Di pelipir Samares dan Anggopi,
Papua,
pohon-pohon tumbuh bukan karena musim—
tetapi karena kesetiaan air
pada akar yang tak pernah meminta lebih dari hidup.

Cendrawasih, burung surga, tidak bernyanyi untuk didengar,
tapi untuk mengingatkan manusia
tentang keindahan yang tak memerlukan panggung.

Cinta pun demikian:
ia bukan deklarasi,
melainkan kehadiran yang tak pernah menjauh
meski kau tak lagi memanggilnya.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/8/

Emas di Balik Daun

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Biak Numfor – Papua,
Emas di balik daun,
mutiara di rahim batu—
itu bukan untuk dijual,
tapi untuk diuji:
apakah kau mampu melihat
tanpa mengingini,
memegang tanpa merusak,
mencintai tanpa menjadikan milik.

Biak Numfor – Papua tidak menyambut mereka yang datang membawa peta,
tapi membuka dada
kepada mereka yang tiba
dengan tangan hampa
dan mata yang bersedia menangis.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/9/

Biak Numfor, Biarkan Aku Mencintaimu

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Biak Numfor – Papua,
biarkan aku mencintaimu
sebagaimana matahari mencintai pagi—
bukan hanya dengan cahaya,
tetapi dengan kesetiaan yang terbit setiap hari
meski tak pernah diminta.

Engkau bukan sekadar tanah di peta—
engkau adalah napas leluhur
yang dilahirkan kembali dalam desir ombak,
dalam hening kabut yang turun
dan nyanyian burung cenderawasih
yang mengajarkan kita tentang merdu yang tak merampas.

Aku menapak di tubuhmu
seperti mencium nadi puisi yang belum rampung,
di altar karang yang mencatat doa-doa laut,
di bayang cemara yang menyimpan
bisikan angin dari zaman sebelum kata-kata.

Biak Numfor,
engkau puisi
yang ditulis dari cahaya yang jatuh di air,
dari hujan yang datang bukan untuk mengguyur,
melainkan menyentuh dengan sabar,
menghapus debu tanpa melukai.

Aku mencintaimu seperti akar mencintai bumi—
tak terlihat tapi menggenggam dalam.
Tak memaksa, hanya mengalir
dan menjadi bagian dari hidup yang sabar.

Biak Numfor,
biarkan aku mencintaimu
dengan tangan yang tak membawa alat,
tetapi bahasa yang mendengar,
dan mata yang tidak menghakimi,
melainkan merawat keberadaanmu
dengan cinta yang diam,
dengan cinta yang mengakar
dalam keindahan,
dalam kemanusiaan.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

/10/

Cintaku di Biak Numfor – Papua

[PPIPM-Indonesia, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Poetry-Pen IC, ASM, Penyala Literasi Sumbar, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Biak Numfor – Papua, tanah yang berbicara dalam diam,
lautnya adalah darah yang mengalir di tubuh bumi,
membawa rahasia tak terungkap,
seperti cinta yang tidak membutuhkan kata-kata.

Biak Numfor – Papua,
tempat waktu berhenti,
namun jejaknya tertanam dalam rindu—
seperti akar yang tumbuh di dalam bumi,
tanpa pernah terlihat, tapi mengikat segala yang ada.

Di setiap desir angin,
ada bisikan yang hanya bisa didengar oleh jiwa yang terbuka.

Biak Numfor – Papua
mengingatkan kita untuk mencintai tanpa memiliki,
untuk berjalan tanpa tujuan,
hanya merasakan setiap langkah sebagai anugerah.

Keheningan ini adalah suara dunia yang terdalam,
di sini, kita belajar bahwa cinta bukan untuk dipahami,
tapi untuk dirasakan—
seperti langit yang tidak meminta,
namun selalu memberi.

Padang, Sumatera Barat, April 2025

———————————–
———————————–

Informasi Mengenai Penulis

Leni Marlina merupakan seorang penulis, penyair, akademisi asal Sumatera Barat. Ia aktif berkarya dalam dunia sastra dan pendidikan, serta dikenal atas dedikasinya ikut serta dalam gerakan literasi lokal, nasional dan internasional.

Leni Marlina juga merupakan anggota aktif Perkumpulan Penulis Indonesia, SATU PENA – Sumatera Barat sejak berdirinya pada tahun 2022, di bawah kepemimpinan Sastri Bakry (Ketua) dan Armaidi Tanjung (Sekretaris). Dengan penuh rasa syukur dan kerendahan hati, Leni dianugerahi penghargaan sebagai Penulis Berprestasi Tahun 2025 oleh SATU PENA Sumbar, yang diberikan dalam acara Gala Dinner International Minangkabau Literacy Festival (IMLF-3), di Auditorium Gubernur Sumbar tanggal 9 Mei 2025.

Dalam lingkup internasional, Leni aktif sebagai anggota Komunitas Penyair dan Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai (dipimpin oleh Anna Keiko), serta dipercaya sejak tahun 2024 sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association (ACC SHILA). Di tahun 2025, Leni diberikan kepercayaan sebagai The Chief Representative of Poetry in Asia for ACC SHILA Ambassadorial Group, memperkuat jembatan diplomasi budaya antara Indonesia dan berbagai negara melalui karya sastra khususnya puisi.

Sebelumnya, saat menjalani studi Master of Writing and Literature di Australia (2011-2013), Leni juga pernah bergabung dan tercatat sebagai anggota Victorian Writers Association di Australia.

Sejak tahun 2006, Leni telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang, di mana ia melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan turut membina mahasiswa dalam bidang bahasa, sastra, dan penulisan kreatif, di samping penulisan ilmiah.

Di luar kampus tempat Leni bekerja, ia mengabdikan dirinya sebagai jurnalis lepas, kolumnis, editor dan redaktur di media platform digital. Salah satu link official karyanya bisa diakses oleh publik melalui link:
https://suaraanaknegerinews.com/category/puisi-leni-marlina-bagi-anak-bangsa/.

Komitmennya terhadap literasi dan pengembangan masyarakat tercermin dari sejumlah komunitas sosial dan gerakan digital yang ia dirikan dan pimpin, antara lain:

1. World Children’s Literature Community (WCLC). https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community (PPIC)
3. PPIPM-Indonesia (Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat):The Poetry Community of Indonesian Society’s Inspirations. https://shorturl.at/2eTSB | https://shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia). https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community (Ling-TC)
6. Literature Talk Community (Littalk-C)
7. Translation Practice Community (Trans-PC)
8. English Language Learning, Literacy, and Literary Community (EL4C)

Melalui karya sastra, karya kreatif, karya tulis, dan gerakan sosial berbasis literasi, Leni Marlina terus ikut menyalakan obor inspirasi—dari kampus ke komunitas, dari kata ke makna, dari lokal menuju dunia bersama para gurunya, mentornya, para sahabat seperjuangannya, dan para pembaca di tanah air dan mancanegara yang setia membaca karyanya.