Yusuf Achmad

Dongeng kubuat di prafajar menyingsing. Cerita kuolah, amalku tak penting. Tentang komodo kelaparan, cicak dermawan, juga rantai makanan. Duhai prafajar yang terhormat.

Kau diagungkan karena berderajat. Banyak berlomba tuk munajad. Mencari, meminta, menghamba demi pangkat. Agar hidup selamat, bermartabat, wahai kau prafajar yang keramat.

Aku berjuang untuk ke sekian. Mati-matian, tak tidur demi penantian. Menemuimu, prafajar sang idaman. Hanya secuil prafajarmu kumakan, kubagi dengan jari-jariku berkeliaran.

Mengikuti suara panggilan subuh. Meninggalkan jejak di tanah basah. Cerita anak-anak yang riang, mengajak berkhayal dan melanglang. Kuabaikan kau, prafajarku hilang, tak tahu apakah ini penghalang.

Mungkinkah dosaku menjelang. Yang kutahu, ini yang kubisa. Hanya buat cerita. Cerita sepele, biasa saja, agar pembaca paham makna.

Tentang alam semesta, tentang hidup tertata. Tentang biasa-biasa saja, tentang puisiku mengalahkan prafajar perkasa. Seperti matahari perlahan muncul di ufuk timur. Prafajar adalah harapan, yang selalu kutunggu dengan sabar.