/1/

KETIKA PUISI DATANG

Puisi Oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Penyala Literasi Sumbar, ASM, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Dalam hening pertama,
kata belum tahu caranya menangis,
lalu puisi datang— membuka luka agar dunia mengerti betapa perih itu perlu
untuk menyapa yang sunyi.

Di tengah kesendirian,
kalimat menemukan jiwanya,
dari kesakitan,
lahir kehidupan,
dari kegelapan,
terbitlah cahaya
yang tidak akan mudah sirna.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/2/

Sebaris Sunyi

Puisi Oleh Leni Marlina

Di antara riuh dunia,
aku hanya ingin
menjadi sebaris sunyi
yang mencoba memahami
yang tak menyakiti siapa pun.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/3/

Menjadi Puisi Pada Waktunya

Puisi Oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Penyala Literasi Sumbar, ASM, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Malam membungkus bayang dalam dekapannya,
Angin tak berbicara,
namun berbisik dalam peluknya.
Kita,
yang terdiam dalam hitam, menunggu terang
Namun di sini,
di dalam sunyi,
segala kata beradu
Dengan waktu yang tak bisa diubah.

Lalu,
dari bayang yang tercipta oleh lampu,
Kita menulis tentang mereka yang tak dapat dilihat,
Di balik sisa-sisa ruang dan kata yang hilang,
Bertumbuh harapan yang lebih dalam dari batas langit.

Semua yang terpendam,
akan menjadi puisi pada waktunya.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/4/

Kepada Malam

Puisi Oleh Leni Marlina

Wahai malam
jika cahaya tak datang,
biarkan aku
menjadi obor kecil
yang tidak memaksa langit
untuk terang.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/5/

PUISI DAN DAUN YANG GUGUR

Puisi Oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Penyala Literasi Sumbar, ASM, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Puisi menyaksikan:
Angin tak bertubuh—
namun ia tahu cara menggugah pintu kenangan
dengan gesekan yang tak bisa dijelaskan waktu.

Puisi menyaksikan:
Malam tak sekadar gelap:
ia palung tempat doa-doa karam,
disulam kembali oleh sunyi
menjadi narasi yang berkesinambungan.

Puisi menyaksikan:
Kita bukan manusia sepenuhnya.
Kita adalah gema dari luka-luka
yang disingkirkan sejarah dan rutinitas.

Puisi menyaksikan:
Kita menulis larik dan bait bukan sebab tahu,
melainkan karena tiada pengetahuan
yang cukup untuk memanggil duka dengan nama
atau menamai harap sebagai tempat pulang.

Puisi menyaksikan:
Cahaya bukan selalu buah dari terang—
ia anak kandung keterasingan,
lahir sebagai suara yang enggan dibungkam,
mengembara dalam bentuk
yang tak bisa dijerat meja kerja
atau dijinakkan singasana istana.

Puisi menamai dirinya,
sebagai daun yang gugur dalam senyap,
namun mewariskan musim
di relung dada bumi.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/6/

Kutulis Rindu

Puisi Oleh Leni Marlina

Kutulis rindu
dengan huruf-huruf embun,
agar tak menyakiti
siapa pun yang membacanya.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/7/

Di Titik Tak Bernama Itu

Puisi Oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Penyala Literasi Sumbar, ASM, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Di titik tak bernama itu,
di mana bayang-bayang tak lagi membutuhkan cahaya,
kita berdiri.
Tak saling menatap,
tak saling genggam,
namun tahu bahwa kata terakhir
tak pernah terucap di bibir siapa pun.

Ada denting jam
yang tak lagi menjadi waktu,
hanya gema dari yang pernah dicintai—
dan ditinggalkan tanpa alasan,
seperti puisi yang ditulis
untuk pembaca di masa mendatang.

Di titik yang tak bernama itu,
Kita bukan hanya suara,
Kami bukan hanya diam,
Kitti juga jeda
antara luka dan doa,
antara hari yang resah dan senja yang sabar.

Di titik yang tak bernama itu,
Kita menulis
tentang rumah yang runtuh,
namun tetap menyimpan
nyala obor
untuk siapa saja yang tersesat.

Kita menulis
tentang orang tua yang kehilangan anak,
dan anak kehilangan orang tua.

Kita menulis
tentang warga yang kehilangan tanah air,
dan tanah air yang kehilangan warga,

Kita menulis
tentang hati yang kehilangan cinta,
dan cinta yang kehilangan hati

Kita menulis
tentang damai yang kehilangan dunia,
dan dunia yang kehilangan damai.

Kita menulis
tentang tentang jiwa yang kehilangan nafas,
dan nafas yang kehilangan jiwa

Kita menulis
tentang yang menggigil di tengah perang,
dan hati yang menunggu pada musim yang salah.

Kita menulis
tentang manusia yang kehilangan kemanusiaan,
dan kemanusiaan yang kehilangan manusianya.

Ketika dunia
terlalu bising
untuk mendengar sunyi,
terlalu penuh
untuk meletakkan harapan,
Lalu kita pergi—
bukan untuk mati,
tapi untuk menjadi milyaran puisi
yang akan dibisikkan tanah pada akar,
angin pada daun,
dan waktu pada detak yang tersisa.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/8/

Tak Bernama, Tapi Ada

Puisi Oleh Leni Marlina

Aku tak punya nama
untuk puisi ini—
tapi ia hidup
di sela napasmu
saat kau diam.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/9/

Setelah Segalanya Menjadi Puisi

Puisi Oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, Penyala Literasi Sumbar, ASM, ACC SHILA]
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Lahir
Hidup
Tumbuh
Lalu kita pun hilang—
bukan sebagai tubuh,
tapi gema dalam pelukan waktu,
hembus napas sunyi
yang menyapa langit dengan rindu
tanpa rupa.

Kita tak lagi menulis puisi,
kita menjadi puisi
yang dituliskan oleh malam
ke dalam dada angin,
yang dibaca oleh bintang-bintang
dalam bahasa sebelum kata-kata lahir.

Jangan hanya lihat nama kita di batu.
Cari diri kita di percakapan air
dan bisik bayang yang jatuh di dinding kalbu.

Sebab yang sejati
bukan yang terlihat,
melainkan dari tulusnya niat,
yang terus menggetarkan
jiwa tanpa suara.

Kita pergi tanpa pamit,
agar puisi tetap menyala
di mata siapa pun
yang kehilangan arah,
namun percaya pada cahaya,
yang datang dari dalam dirinya, yang tidak akan mudah sirna.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/10/

Dalam Tidurku

Puisi Oleh Leni Marlina

Dalam tidurku
Malaikat tak memintaku
menulis,
hanya menyuruhku membaca,
tapi aku tetap melakukan keduanya—
karena langit pagi
perlu didekap kata setulusnya.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/11/

Dalam Mimpi

Puisi Oleh Leni Marlina

Dalam mimpi,
ada puisi
yang tak tertulis—
tapi tetap
mengubah dunia.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/12/

Gigi Bintang

Puisi Oleh Leni Marlina

Ada bayi di langit—
lahir dari tangis batu.
Ia memakan puisiku
dengan gigi bintang
yang menggigit malam.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

/13/

Daun Pagi

Puisi Oleh Leni Marlina

Daun pagi
menampung doa kita
tanpa kata,
tanpa suara—
hanya embun yang paham.

Kita
tak bicara—
tapi cinta-Nya
telah membaca kita
dengan cahaya.

Bukan tempat,
tapi perjalanan
yang membuat kita
mengerti
tentang pulang kembali pada-Nya.

FBS UNP Padang, Sumatera Barat, 2025

—————————————–
Tentang Penulis dan Karyanya

Kumpulan puisi “KETIKA PUISI DATANG” ditulis oleh Leni Marlina pada tahun 2025 dan belum pernah dipublikasikan di platform manapun sebelumnya. Karya ini diterbitkan pertama kali secara digital melalui portal literasi nasional suaraanaknegerinews.com pada tahun yang sama.

Leni Marlina adalah penulis, penyair, dan akademisi asal Sumatera Barat. Sejak tahun 2022, ia aktif sebagai anggota Perkumpulan Penulis Indonesia SATU PENA cabang Sumatera Barat. Di kancah internasional, ia terlibat dalam ACC Shanghai Huifeng International Literary Association, dan dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk komunitas tersebut. Pengalamannya dalam dunia penulisan juga mencakup keterlibatannya bersama Victoria’s Writer Association di Australia.

Sejak tahun 2006, Leni mengabdi sebagai dosen tetap di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang (UNP). Di luar kegiatan akademik, ia merupakan anggota tim redaksi media daring suaraanaknegerinews.com dan aktif menulis di berbagai platform sastra digital dan media nasional.

Beberapa puisinya dapat dibaca publik melalui tautan berikut:
https://suaraanaknegerinews.com/category/puisi-leni-marlina-bagi-anak-bangsa/page/3/

Selain menulis, Leni Marlina juga mendirikan dan memimpin sejumlah komunitas berbasis digital yang berfokus pada bahasa, sastra, literasi, dan gerakan sosial, antara lain:

1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1

2. Poetry-Pen International Community (PPIC)

3. PPIPM-Indonesia (Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat) https://shorturl.at/2eTSB; https://shorturl.at/tHjRI

4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia)
https://rb.gy/5c1b02

5. Linguistic Talk Community (Ling-TC)

6. Literature Talk Community (Littalk-C)

7. Translation Practice Community (PPIC)

8. English Language Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)

Melalui karya-karya dan komunitas yang dipimpinnya, Leni Marlina terus menyebarkan semangat literasi dan puisi sebagai medium reflektif, inspiratif, dan transformatif. Ia menjadi jembatan bagi dialog kreatif lintas budaya dan generasi di era digital yang terus berkembang.