
//1//
Sang Penjaga Janji
Puisi oleh Leni Marlina
<1>
Kau berjalan di atas retakan waktu,
membelah angin yang mengendus aroma emas
serupa mata naga
bersembunyi di balik pintu-pintu perunggu.
Langkahmu menggema di kota berduri,
di mana cahaya hanya ilusi
dan suara-suara memintal debu dosa
ke dalam baju penguasa.
Tapi kau,
dengan tulang yang rapuh namun bersih,
tetap berdiri seperti pohon yang menolak rebah,
meski akar-akar dusta menggenggam kakimu
dan malam menusuk punggungmu
dengan jarum-jarum janji.
<2>
Di altar bayangan, kami melihat tubuhmu terbelah.
Sebelah tangan mengangkat timbangan yang jujur
berat oleh beban harapan,
sementara tangan lainnya menyingkirkan
racun lumpur yang ditawarkan sungai emas.
“Minumlah,” bisik ular dengan lidah peraknya,
“sesendok manis ini takkan membunuhmu.”
Namun kau tahu,
racun sekecil apa pun adalah bibit pohon busuk,
tumbuh di tanah hati
dan mekar dengan duri di dada anak-anak
yang belum mengenal warna dosa.
<3>
Langit tak memberimu restu malam itu.
Awan-awan menggulung seperti kitab yang koyak,
dan hujan turun membawa bau kematian.
Tapi kau menyalakan api kecil di tanganmu—
nyalanya bergetar seperti doa
di tengah badai yang menuntut sujud.
Kau berkata pada arus gelap,
“Biar aku menjadi batu terakhir
yang tak hanyut oleh arus dusta.”
Dan bumi mendengar.
<4>
Kini, di tengah gurun waktu yang terbakar,
kau menggali kuburan untuk ular itu
dengan tangan telanjang,
mengubur racunnya bersama dosa-dosa yang tak pernah kau sentuh.
Langit pun pecah,
membuka jalan bagi fajar yang lama tertahan.
Esok, di bawah matahari pertama yang berdiri,
kami akan menemuimu di sana,
seorang penjaga janji tanpa mahkota,
tanpa puja-puji kemenangan.
Namun lihatlah dimanapun jejak kakimu menapak,
kau meninggalkan kepercayaan dan harapan, bagaikan puisi yang berani hidup di bawah ancaman kematian.
Sebab kau tahu,
dunia ini hanya bisa tegak
di atas nyala kecil yang menolak padam,
pada tubuh-tubuh yang memilih luruh
demi menjaga api kebenaran tetap hidup, demi anak negeri dan ibu pertiwi sampai akhir zaman.
Padang, Sumbar, 2015
//2//
Di Bawah Langit yang Pecah
Puisi oleh Leni Marlina
Di bawah langit yang pecah,
kami temukan jejakmu—
langkahmu memecah bisu,
seperti kilat yang menyeret malam ke dalam suara sunyi.
Kau berjalan,
tak hiraukan serpihan waktu,
jejakmu membakar
pasir,
dan meninggalkan pesan dalam genangan air.
Keadilan, yang dahulu mekar dari akar tanah,
menjadi bayang-bayang di balik reruntuhan,
sementara kau—
seperti pohon yang tak kenal kata tunduk,
tetap berdiri dengan tubuh yang tak tergoyahkan,
menantang angin maut
dengan keteguhan,
yang tak bisa dipadamkan.
Padang, Sumbar, 2015
//3//
Dari Batu yang Menggenggam Langit
Puisi oleh Leni Marlina
Kau berjalan di tengah hujan darah,
di atas batu yang dipenuhi bisikan-bisikan dusta,
sungai-sungai yang mengalir membawa serpihan janji-janji lama,
yang tenggelam dalam arus kebohongan.
Namun matamu—
seperti bintang yang menantang kegelapan,
melawan segala keraguan dengan keyakinan,
yang tak terbantahkan.
Kau memegang lilin kecil di tanganmu,
sebuah nyala yang tak bisa dipadamkan,
meskipun badai dunia mencoba meremukkan cahaya itu.
Namun kau,
melangkah di atas batu yang terluka,
menulis jejak-jejakmu dengan darah
di atas sejarah yang takkan bisa memaafkan.
Padang, Sumbar, 2015
//4//
Di Tepi Keheningan
Puisi oleh Leni Marlina
Saat malam merayap, membawa segala bayangannya,
kau berdiri tegak,
memandang dunia yang dibungkus dalam kabut
seperti potongan-potongan masa lalu
yang terbuang tanpa suara.
Namun hatimu—
meski telah dilukai oleh dusta dan racun janji,
tetap menolak untuk jatuh.
Di atas tanah yang dibasahi oleh darah ketamakan,
kau melangkah dengan kaki yang tak mengenal takut,
meski dunia berusaha mencengkerammu
dengan belati dan janji manis.
Tiap luka yang kau terima
adalah bekas dari perjalananmu,
menuju kebenaran selamanya,
yang tak dapat diubah oleh dunia sementara.
Padang, Sumbar, 2015
//5//
Ketika Malam Mengurungmu Dalam Gelap
Puisi oleh Leni Marlina
Ketika malam mengurungmu dalam gelap,
kau hanya tersenyum,
karena matahari di dalam dada
takkan pernah padam oleh zaman.
Langit menahan kehancurannya,
dengan tangan yang terpisah dari harapan,
tapi kau tetap hidup.
Langkahmu laksana puisi,
yang mengubah dunia dari tanah yang berlumur dosa,
memasukkan ke dalamnya benih-benih harapan,
yang tak akan layu meski badai menghantam.
Kau adalah mereka yang tak pernah menyerah,
mereka yang tetap berdiri
di atas debu waktu,
yang mencoba mengubur mereka.
Padang, Sumbar, 2015
//6//
Pohon yang Melindungi Negeri
Puisi oleh Leni Marlina
Dalam kehampaan ini,
di bawah langit yang berusaha memadamkan semua cahaya,
kau tetap berdiri,
dengan api yang tersisa di dada,
kau terus meraba dan berjalan.
Kau, yang tak pernah menoleh ke belakang,
mencatat namamu di langit kebenaran,
meski dunia berusaha menulis ulangnya
dengan tinta kebohongan.
Kehidupanmu bagaikan sebuah lagu tanpa nada,
nyanyian yang hanya bisa didengar oleh mereka,
yang memiliki telinga dan hati yang sama.
Kau,
dengan tatapan yang tak pernah lelah,
melangkah lebih jauh,
meninggalkan jejak-jejak yang penuh budi pekerti,
yang akan tumbuh menjadi, pohon yang melindungi negeri ini suatu hari.
Padang, Sumbar, 2015
————————
Puisi ini awalnya ditulis oleh Leni Marlina hanya sebagai hobi dan koleksi puisi pribadi tahun 2015. Puisi tersebut direvisi kembali serta dipublikasikan pertama kalinya melalui media digital tahun 2024.
Leni Marlina merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat. Ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair & Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Selain itu, Leni terlibat dalam Victoria’s Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga mendirikan dan memimpin sejumlah komunitas digital yang berfokus pada sastra, pendidikan, dan sosial, di antaranya:, (1) Komunitas Sastra Anak Dunia (WCLC): https://rb.gy/5c1b02, (2) Komunitas Internasional POETRY-PEN; (3) Komunitas PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat):
https://shorturl.at/2eTSB & https://shorturl.at/tHjRI;
(4) Komunitas Starcom Indonesia (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia): https://rb.gy/5c1b02.





