Oleh: Gunawan Trihantoro

Hari Literasi Internasional yang diperingati setiap tahun pada tanggal 8 September bukan sekadar seremonial tahunan. Ia adalah panggilan untuk tindakan nyata, refleksi mendalam, dan komitmen global dalam meningkatkan literasi di seluruh penjuru dunia. Pada tahun 2024, UNESCO mengusung tema “Promoting Multilingual Education: Literacy for Mutual Understanding and Peace” atau “Mempromosikan pendidikan multibahasa: Literasi untuk saling pengertian dan perdamaian”, yang secara spesifik menyoroti pentingnya pendidikan multibahasa dalam membangun pemahaman bersama dan perdamaian yang berkelanjutan di antara berbagai kelompok masyarakat dunia.

Dalam pengertian yang paling dasar, literasi sering diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Namun, dalam konteks yang lebih luas, literasi mencakup kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi tertulis dalam berbagai bentuk untuk berkomunikasi, memecahkan masalah, dan terlibat dalam masyarakat. Di era modern ini, literasi menjadi pondasi bagi individu untuk berpartisipasi dalam ekonomi, sosial, politik, dan budaya secara efektif.

Namun, tantangan literasi tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Meskipun dunia telah mengalami banyak kemajuan dalam peningkatan tingkat melek huruf, masih ada jutaan orang di seluruh dunia yang belum memiliki akses terhadap pendidikan dasar, apalagi pendidikan yang bersifat multibahasa. Ini merupakan masalah serius karena literasi tidak hanya membantu individu memahami dunia di sekitarnya, tetapi juga memungkinkan mereka untuk terlibat dalam pembentukan masa depan mereka sendiri.

Pendidikan multibahasa adalah salah satu jalan terbaik untuk mengatasi tantangan global di abad ke-21. Dalam masyarakat yang semakin terhubung dan beragam, kemampuan untuk memahami dan menggunakan lebih dari satu bahasa menjadi semakin penting. Pendidikan multibahasa membuka peluang bagi individu untuk lebih memahami budaya dan perspektif yang berbeda, yang pada gilirannya mendorong terciptanya hubungan yang lebih erat antar komunitas, serta mengurangi kemungkinan terjadinya konflik.

Lebih dari itu, pendidikan multibahasa memberikan kontribusi signifikan dalam memperluas akses terhadap pengetahuan. Seseorang yang memiliki kemampuan dalam beberapa bahasa akan lebih mudah mengakses informasi dari berbagai sumber, baik itu buku, jurnal, atau media digital. Ini membuka kesempatan yang lebih luas untuk belajar dan berkembang. Dalam jangka panjang, pendidikan multibahasa tidak hanya memperkaya individu, tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi lebih penuh dalam ekonomi global.

Dalam dunia yang semakin kompleks dan terfragmentasi, pemahaman adalah kunci untuk mencapai perdamaian. Ketika orang-orang dari latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda dapat berkomunikasi dengan efektif, potensi untuk menyelesaikan masalah secara damai menjadi lebih besar. Literasi multibahasa memungkinkan orang untuk melihat dunia dari berbagai sudut pandang, yang pada akhirnya memperkaya cara kita memahami realitas yang ada.

Di banyak negara, konflik sering kali timbul dari ketidakpahaman atau ketidakmengertian terhadap budaya dan nilai-nilai yang berbeda. Dengan mengajarkan literasi multibahasa, kita memberikan individu alat untuk lebih memahami, menghargai, dan berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Literasi multibahasa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai kelompok masyarakat yang sebelumnya terpisah oleh batas-batas bahasa dan budaya.

Tema “Literacy for Mutual Understanding and Peace” yang diusung UNESCO pada Hari Literasi Internasional 2024 tidak bisa lebih relevan dengan keadaan dunia saat ini. Di tengah meningkatnya ketegangan global, dari isu politik hingga masalah sosial, literasi multibahasa dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi ketidakpahaman yang sering menjadi akar dari berbagai konflik.

Pendidikan multibahasa memungkinkan kita untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, kerjasama, dan saling menghargai sejak dini. Dengan mengajarkan anak-anak untuk memahami lebih dari satu bahasa, kita tidak hanya mengajarkan mereka bagaimana cara berkomunikasi, tetapi juga bagaimana cara memahami dan menerima perbedaan. Ini adalah langkah pertama yang sangat penting menuju terciptanya masyarakat yang lebih damai dan inklusif.

Selain itu, literasi multibahasa juga memainkan peran penting dalam pencegahan radikalisasi dan kekerasan. Banyak kasus ekstremisme yang berawal dari ketidakpahaman dan prasangka yang mendalam terhadap kelompok lain. Dengan memberikan pendidikan multibahasa yang komprehensif, kita bisa membantu mengurangi stereotip dan prasangka tersebut, serta membangun dialog yang konstruktif antara berbagai kelompok masyarakat.

Namun, meskipun manfaat dari pendidikan multibahasa sangat jelas, tantangan dalam implementasinya tidak bisa diabaikan. Di banyak negara, terutama di negara-negara berkembang, masih ada kesenjangan besar dalam hal akses terhadap pendidikan berkualitas. Sumber daya yang terbatas, kekurangan guru yang terlatih, serta kebijakan yang belum mendukung menjadi beberapa hambatan utama dalam penerapan pendidikan multibahasa.

Selain itu, mengembangkan kurikulum yang mampu mengakomodasi berbagai bahasa dan budaya juga merupakan tantangan tersendiri. Kurikulum harus dirancang sedemikian rupa agar dapat merangkul semua peserta didik, tanpa meminggirkan bahasa dan budaya lokal yang menjadi identitas mereka. Hal ini memerlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat.

Namun, tantangan ini bukanlah alasan untuk menyerah. Sebaliknya, ini adalah panggilan untuk inovasi dan kerjasama yang lebih erat. Dengan memanfaatkan teknologi, seperti aplikasi pembelajaran bahasa dan sumber daya pendidikan digital, kita dapat memperluas akses terhadap pendidikan multibahasa secara lebih merata. Teknologi memberikan peluang baru bagi kita untuk mengatasi hambatan geografis dan ekonomi, sehingga lebih banyak orang dapat merasakan manfaat dari pendidikan multibahasa.

Pada Hari Literasi Internasional 2024 ini, kita diingatkan bahwa literasi adalah lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis. Literasi adalah alat untuk membangun jembatan antara berbagai budaya dan bahasa, untuk menciptakan dunia yang lebih inklusif dan damai. Dengan mempromosikan pendidikan multibahasa, kita membuka pintu bagi pemahaman yang lebih dalam dan kerjasama yang lebih erat antar masyarakat.

Tantangan dalam implementasi pendidikan multibahasa memang tidaklah sedikit, namun dengan semangat inovasi dan kerjasama global, tantangan ini bisa diatasi. Literasi multibahasa bukan hanya tentang belajar kata-kata dalam bahasa yang berbeda, tetapi juga tentang membangun dunia di mana perbedaan dihargai dan konflik diselesaikan melalui dialog. Dengan demikian, pendidikan multibahasa adalah langkah penting menuju terciptanya perdamaian yang berkelanjutan.

 

 

Penulis adalah Pegiat Satupena Jawa Tengah, penulis buku antologi puisi Cinta Karya Tuhan, dan buku-buku Moderasi Beragama, tinggal di Blora.