Oleh: Albertus M. Patty

Dalam pidato penutupan Kongres ke-3 Nasdem, Presiden terpilih Prabowo Subianto menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang kaya, kuat dan makmur. Prabowo juga menjelaskan tentang betapa Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang sangat strategis yang dibutuhkan untuk hidup dalam era modern di abad ke-21. Tentu saja pidato ini harus kita terima dengan rasa syukur, meski jangan sampai terlena.

Memang, Indonesia dianugerahi sumber alam yang sangat kaya dan memiliki tanah yang subur. Seperti zamrud yang tersembunyi di bawah permukaan, sumber daya alam Indonesia mengilap, menjanjikan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Realitas kekayaan SDA ini harus kita syukuri. Meski demikian, kita harus sadari, realitas ini tidak otomatis mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat. Sebaliknya, malah bisa menjadi kutuk bagi bangsa ini

Ironi Kekayaan SDA

Realitasnya, di balik berbagai ungkapan bahwa kekayaan alam kita berpotensi memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat, kita berjumpa dengan ironi menyedihkan. Alih-alih menjadi berkah bagi semua, kekayaan alam kita sering kali menjadi kutukan yang menjerat. Kekayaan itu seakan hanyut ke hulu dan tersangkut di tangan segelintir elit, sementara rakyat banyak terjebak di hilir, hanya mendapat sisa-sisa yang tak seberapa.

Humphreys, Sachs, dan Stiglitz dalam buku Escaping the Resource Curse menggambarkan jebakan ini dengan tajam. Kekayaan alam, jika dikelola oleh negara yang tidak bebas dari korupsi, bisa menjadi bumerang. Banyak negara dengan sumber daya alam berlimpah terperangkap dalam jerat kutukan berlimpahnya sumber daya alam. Negara-negara seperti Venezuela, Nigeria, Libya, Kongo dan banyak negara lain berlimpah sumber daya alam, tetapi masyarakatnya tetap rapuh dalam kemiskinan yang mencemaskan.

Politisi seringkali menyanyikan lagu lama tentang betapa kaya negeri ini dan betapa kesejahteraan sudah di depan mata. Namun, kenyataannya, yang menikmati kemakmuran hanya sedikit, sementara yang lain dibiarkan bertahan di pinggir, menonton janji yang tak pernah tiba. Artinya, bangsa kita pun bisa terjebak pada kutukan yang sama: berlimpahnya sumber daya alam, tetapi keringnya moralitas dan integritas para pemimpinnya.

Keadilan hanya terwujud jika Pemerintahan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto mampu membebaskan para penguasa dari keserakahan dan korupsi. Korupsi adalah lubang hitam yang menelan kesejahteraan rakyat, mengalirkan kekayaan ke kantong para oligarki. Manajemen kenegaraan yang buruk, kebijakan politik yang menguntungkan segelintir pihak, dan ketidakmampuan memandang jauh ke depan adalah rantai yang mengekang potensi bangsa.

Kalimantan, Papua, dan wilayah lain yang kaya akan sumber daya alam adalah bukti nyata. Tanah mereka digali, hutan ditebang, namun hasilnya bukan dinikmati masyarakat. Kemiskinan dan ketimpangan semakin menganga, sementara gedung-gedung pencakar langit berdiri megah di kota-kota besar.

Lebih dari SDA

Untuk membebaskan diri dari kutukan ini, Indonesia butuh lebih dari sekadar pengelolaan tambang atau hutan yang baik. Kita butuh manajemen kenegaraan yang berintegritas. Kita butuh pejabat-pejabat yang bekerja untuk rakyat, bukan untuk keuntungan pribadi atau keluarga. Kita butuh kebijakan politik yang berpihak pada keadilan sosial, memastikan bahwa kekayaan alam kita digunakan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Namun, yang terpenting dari semua itu adalah peningkatan sumber daya manusia. Sumber daya alam bisa habis, tetapi manusia yang berpendidikan dan berkemampuan adalah kekayaan yang tidak terbatas. Hanya melalui investasi pada pendidikan, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat, kita bisa memutus rantai ketergantungan pada sumber daya alam dan menciptakan ekonomi yang inklusif.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara yang kaya, kuat dan makmur, tetapi keadilan hanya bisa tercipta jika kita membangun negara dengan demokrasi yang kuat, bebas dari korupsi, dengan kebijakan yang tepat, dan lebih fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Kita berharap pemerintahan Prabowo Subianto mampu melakukan langkah yang lebih strategis yaitu kebijakan politik yang menekankan kejujuran, integritas dan transparansi. Hanya itu yang membebaskan diri kita dari kutukan kekayaan alam, dan mencapai kemakmuran sejati.

Maryland
2 Oktober 2024