Oleh: Fenansus Ngoranmele
–
Rabu, 8 Mei 2024 ruang kerja Direktur Politeknik Kesehatan Jayapura dipalang. Apa gerangan? Sejak awal disinyalir pelantikan Direktur Poltekkes Jayapura tahun lalu merupakan konspirasi pusat tanpa melalui mekanisme formal yang berlaku.
Berkedok lelang jabatan, Direktur Poltekkes Jayapura Masrif, SKM.,M.Kes yang tidak mengikuti ajang seleksi, tiba-tiba muncul dan terpilih dari mereka yang sejak awal meniti karier menjadi dosen dan tenaga administrasi.
“Direktur Poltekkes Jayapura, Masrif, SKM.,M.Kes harus mundur dari jabatannya. Ia sangat otoriter dalam melakanakan tugas bahkan. Keputusan-keputusan yang diambil tidak dimokratis dan sangat absolut. Masrif sangat tidak memahami kondisi sosio-antropologis Orang Asli Papua bahkan bukan Orang Asli Papua yang mengabdi dengan seluruh jiwa dan raganya bagi kemajuan dunia kesehatan di Papua melalui kepemimpinannya,” demikian Direktur Ekselutif Analisis Papua Strategis (APS) Laus Calvin Rumayom Ketika dihubungi melalui telpon seluler Jumat, 10 Mei 2023.
Kegigihan para dosen dalam memperjuangkan keadilan ketika dimediasi oleh Direktur APS Laus Calvin Rumayom di kampus Poltekkes Jayapura, Rabu 8 Mei 2024 turut hadir Dirjen Nakes RI, Arianti Anaya yang menyaksikan pemalangan ruang kerja Direktur Poltekkes Jayapura dan menerima langsung tuntutan para dosen.
Direktur Eksekutif Laus Calvin Rumayom menegaskan, “Direktur Poltekkes Kemenkes Jayapura harus diganti dan dipersiapkan dengan orang-orang yang harus lebih sesuai dengan kebutuhan dari internal Poltekkes Kemenkes Jayapura sendiri. Banyak Orang Asli Papua yang memiliki kompetensi menjadi direktur. Potensi itu telah dibuktikan melalui kinerja yang nyata, mengapa Dirjen Nakes mengirim orang yang sangat tidak paham kondisi Papua bahkan sangat otoriter dalam menjalankan tugasnya seakan-akan dia lebih berkuasa penuh.”
“Para wakil direktur sampai tingkat pengelola Poltekkes Kemenkes Jayapura tidak akan mentolerir kebijakan Dirjen Nakes yang mengabaikan konsep manajerial Poltekkes Jayapura yang mendroping orang yang tidak pernah kerja di Papua, yang kinerja di bawah rata-rata. Kemampuan Orang Papua sudah seharusnya diberikan kepercayaan penuh memimpin dirinya sendiri dan Dirjen Nakes tidak boleh mengabaikan tuntutan para wakil direktur dan seluruh civitas academika Poltekkes yang sudah muak dengan kepemimpinan Masrif,” ungkap Laus.
Berbagai tuntutan para wakil direktur sampai pelaksana di kampus Poltekkes Kemenkes Jayapura oleh Laus Rumayom telah dilaporkan ke Kantor Staf Presiden RI, “Dan juga tentu kami memberikan pertimbangan bahwa SDM anak-anak Papua yang ada di lembaga ini sudah ada yang menyandang Professor (Prof) juga Doktor yang memenuhi syarat dan ketentuan, sehingga tentunya juga harus diprioritaskan oleh Kementerian Kesehatan untuk memimpin lembaga ini kedepan. Diharapkan dalam waktu yang tidak lama, Masrif segera meninggalkan Jayapura dan dikembalikan ke Kementerian Kesehatan, jangan lagi mengirim orang yang tidak pernah tahu relasi-relasi sosio-antropologis Orang Papua dengan kepemimpinan otoriter yang tidak rasional.”
Kepimimpinan otoriter Masrif sejak pekan pertama melaksanakan tugas di Japura, sudah menunjukkan taringnya.
Di tempat terpisah Direktur Eksekutif LSM Santa Lusia, Paulus Laratmase, Ketika dihubungi Suara Anak Negeri, memberikan penegasan yang sama.
“Minggu pertama bertugas di Jayapura, Masrif dengan arogannya mengganti sejumlah pimpinan Akademi Perawat dan Kebidanan di beberapa Kabupaten yang manajerialnya di bawah Poltekkes Jayapura. Bagi saya, secepatnya dikembalikan ke tempat asalnya atau dipindahkan ke Jawa,” tegas Paulus Laratmase.
“Kondisi mahasiswa Prodi D3 Keperawatan di Biak cukup memprihatinkan. Program D3 sejak awal digagas oleh Dr. La Jumu, almarhum bupati Yusuf Melianus Maryen dan Komisi III DPRD Biak diperjuangkan harus dibuka di Biak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kampung baik di pulau-pulau bahkan daerah terpencil. Perjuangan sampai ke Kementerian Kesehatan RI dan pada akhirnya diizinkan untuk dibuka di Biak dengan dua prodi, keperawatan dan kebidanan. Sayang sekali sejak kepemimpinan Marif, begitu arogan menggantikan mereka yang puluhan tahun berjasa mengabdikan dirinya bagi pembangunan dunia kesehatan di Biak,” ungkap Paulus Laratmase yang juga mengajar beberapa mata kuliah di kampus keperawatan Biak.
“Diploma tiga bertujuan, skill yang di miliki dari output Akademi Keperawatan benar-benar link and match. Fakta sekarang, para mahasiswa jarang melaksanakan praktek di rumah sakit atau puskesmas. Banyak yang bolos dan dibiarkan tidak praktek. Mereka setelah tamat akan kerja mengurus manusia yang sakit. Jika antara pengetahuan dan praksis tidak ada korelasinya, maka sudah pasti pasien yang ditangani tidak optimal dan berdampak pada kematian lebih banyak.”
Paulus Laratmase pun mendukung, segera dilantik Direktur Poltekkes Jayapura yang adalah Putera Asli Papua dan kebijakan yang dilakukan Masrif dalam mengganti posisi para pimpinan Akademi Keperawatan dan Kebidanan di kabupaten-kabupaten dengan gaya otoriternya, segera dievaluasi atau dilakukan assessment untuk mendapatkan objektifitas dalam menentukan pejabat yang memiliki bukan saja kemampuan akademik, namun kemampuan karakter dalam merangkul Orang Asli Papua di atas tanahnya sendiri.
Terlampir
* Petisi Penolakan (clik link bellow)
Dok. Foto