Guru Injil Laurenz Tanamal mendapati bahwa rekomendasi Pendeta Kepala di Serui kalau penduduk Kurudu adalah lahan subur untuk menebar bibit-bibit agama Kristen, ternyata berbanding terbalik. Walaupun ia didukung sepenuhnya oleh pendeta Albert Jan de Neef yang secara berkala datang berkunjung hampir tak dapat membantu sedikitpun.[ de Schetsen van Papua, Albert Jan de Neef 1930 ]

“Orang-orang kafir ini keras kepala”, Guru Injil itu hampir putus asa. Atas bantuan Adolf si perantau dan Perempuan Tamakuri, istri MangBa si Kepala Suku, pemberitaan Injil di Kurudu terseok-seok hanya di tempat.

“Adolf, kamu dekat kan dengan Manwen Aninwan?”, tanya Guru Injil. “Dekat sih tidak. Tapi kenal. Semua orang berusaha menjauh darinya. Ia suanggi yang top disini”, jawab Adolf mencoba menyimak apa maksud Guru Injil sebenarnya. “Mengajak Suanggi ternama itu kedalam urusan Pekabaran Injil?”, Adolf dalam hati

“Saya dengar dia kepala pasukan siluman Kurudu ketika melawan pasukan Kaipuri kemarin”

“Benar bapak”

“Saya rencana kamu panggil dia menghadap. Saya mau ajak dia agar dibaptis menjadi orang Kristen pertama disini. Kalau orang seperti dia bisa dibaptis, punya pengaruh kuat diantara penduduk untuk mereka bersedia ikut dibaptis juga. Besok kamu panggil dia kesini”

Besoknya, “Manuen Aninwan kamu orang hebat sebagai kepala pasukan siluman. Kamu akan lebih hebat lagi kalau kamu bersedia saya baptis”

“Apa itu?”, Manuen Aninwan memasang kuda kuda prasangka.

“Mengganti nama kamu dari nama kamu yang sekarang yang kafir menjadi Kristen”

“Apa bedanya?”

“Sangat berbeda Manuen. Apalagi menjadi orang Kristen pertama”

“Saya tidak tertarik”, jawab Manuen sambil berdiri hendak meninggakan bangunan kecil yang sekarang menjadi ruangan bermain anak anak dan betfungsi juga sebagai gereja.

“Baiklah kalau begitu”, jawab Guru Injil hampir putus asa. “Saya akan mengundang kamu kesini lagi bila kamu berubah pikiran”

“Saya sudah putuskan, saya tidak mau melakukan hal hal aneh”

“Tapi tugas kamu yang sekarang bukankah itu lebih aneh dari apa yang saya tawarkan, mengganti nama”

Manuen tak ambil pusing dengan kata kata terakhir Guru Injil. Ia nyelonong pergi begitu saja.

Setelah beberapa minggu berlalu, sesuai arahan Guru Injil, yang tak mudah menyerah itu mengarahkan Adolf. Siang itu Adolf mengajak Manuen makan siang dirumahnya. Setelah makan dilanjutkan dengan ngobrol ngobrol sambil makan pinang santai di bawah pohon ketapang rindang terhembus angin Timur yang lembut membuat ngantuk

“Ayoh kita jalan pulang sambil singgah di pondok gereja lihat bapak Tanamal”, ajak Adolf.

“Saya sebenarnya tidak suka orang itu. Tetapi kamu yang ajak jadi tidak masalah. Kita singgah kesana sebantar saja”, jawab Manuen terpaksa

“Ah, marya sewi (selamat sore)”, Guru Injil Tanamal menyambut mereka. ” Saya sudah memilih nama baptis untuk menggantikan nama kamu Manuen Aninwan”. Adolf bereaksi gembira sedangkan Manuen hanya menyeringai sambil menggertak giginya. Pertanda tidak senang

“Nama baptis kamu adalah – ArnoLis -”

Manuen kemudian berusaha keras melafalkan nama aneh itu. Dan setelah mengulang melafalkan namanya diam diam beberapa kali, rupanya bermasalah. Wajahnya tiba- tiba nampak garang, ” Kamu coba-coba menghina saya ya? Itu kan nama perempuan. Kamu kira kamu siapa?”

“Manuen itu nama laki-laki”

” Saya tahu kamu mencoba mempermainkan saya dengan memberi nama perempuan, jelek pula kepada saya”

” Tidak Manuen”

Tanpa diduga samasekali, tiba-tiba si Manuen merangsek maju hendak menyerang Guru Injil dengan pisau terhunus ke arah perutnya. Saat ia akan menghujamkan ujung pisau tajam itu, tangan Adolf yang kekar itu secepat kilat mendorong lengan Manuen sehingga tusukannya meleset beberapa senti saja. Pak Guru Injil pucat pasi. Manuen mencoba untuk menyerang lagi tetapi Adolf dengan gesit mengunci gerakannya sehingga ia tidak berdaya. Manuen kemudian memaki maki tuan Guru sambil mendorong dengan tenaga penuh bangku bangku gereja itu berhamburan jatuh saling menindih

Malam itu Adolf mencoba untuk memahami sikap Manuen yang sangat membahayakan nyawa Guru Injil siang tadi. Esok harinya, ” Pak Guru, saya baru paham masalahnya. Manuen telah berusaha keras melafakan namanya tetapi tidak bisa. Itulah mengapa ia naik pitam”

“Apa itu Adolf”

“Manuen ataupun orang orang Kurudu tidak punya konsonan ‘L”. Semua “L” menjadi ” R”. ArnoLis seharusnya menjadi – ArnoRis -”

“Oh, kiranya begitu alasannya. Hanya gara gara “R”, hampir saja nyawa saya melayang”

Akhirnya pada tanggal 16 Oktober 1930 setelah hampir setahun pergumulan, hanya tujuh orang Kurudu pertama yang dibaptis menjadi Kristen, salah satu dari dua orang dewasa itu namanya – ArnoRis si Pembunuh –
———

Dari – Di Tapal Batas Peradaban – novel sejarah Alex Runggeary 2020

 

Alex Runggeary