Dilaporkan oleh: God Samderubun
–
Dalam rangka memperinganti HUT Pertama Ikatan Dosen Katolik Indonesia Wilayah Papua dan dalam semangat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2024, maka telah diadakan Webinar Nasional melalui fasilitas zoom, dengan tema “Eksistensi Ikatan Dosen Katolik Indonesia Sebagai Wadah Pemersatu Potensi Dosen di Wilayah Papua”.
Webinar ini menghadirkan empat orang narasumber yang sangat kompeten dan pakar dalam bidang ilmu masing-masing. Keempat Narasumber tersebut adalah (1) Prof. Dr. Drs. Reimundus Raymond Fatubun, M.A dari Universitas Cendrawasih Jayapura (2) Prof. Dr. Julius Ary Mollet, SE.,MBA.,MTDev.,Dip.LED, Ph.D, dari Universitas Cenderawasih, Jayapura (3) Prof. Dr. Ir. Benidiktus Tanujaya, M.Si, dari Universitas Papua, Manokwari (4) Sri Murniani Letsoin, ST., M.Eng., Ph.D., dari Universitas Musamus, Merauke.
Suara Anak Negeri (SAN) melapokan pemaparan materi seminar dari empat nar sumber yang disusun oleh Godefridus Samderubun, Dosen Universitas Musamus Merauke yang akan dimuat dalam empat edisi berturut-turut bedasarkan judul materi dan hasil diskusi.
Bagian pertama resume laporang yang disusun Godefridus Samderubun, S.S.,M.Si terkait pemaparan Prof. Dr. Drs. Reimundus Raymond Fatubun, M.A dengan Judul: DAN BROWN’S THE DAVINCI CODE AND THE RETURN OF THE MAGNA MATERS:THE HIDDEN AGENDA.
The Da Vinci Code adalah adalah sebuah novel yang ditulis oleh Dan Brown yang sangat kontroversial, dalam sejarah sastra dunia karena kebanyakan alusinya mengarah kepada ajaran agama Kristen, terutama gereja Katolik. Salah satu isu yang diperbincangkan Brown adalah keseimbangan keilahian, divinity, antara unsur feminin dan unsur maskulin.
Menurut Brown ada ketidakseimbangan kedua unsur ini pada tingkat divinity dalam peradaban umat manusia selama berabad-abad. Brown mau mengembalikan keseimbangan antara apa yang disebut the sacred feminine dan the sacred masculineini ini.The sacred feminine menurut Brown telah ditekan keberadaanya oleh gereja selama berabad-abad.
Masalah yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah mengapa Dan Brown menggunakan alusi-alusi perkawinan dan kegiatan seks dari zaman pra Kristen sampai dengan zaman awal Kristen dan selanjutnya diproblematisasikan pada zaman sekarang. Pertanyaan yang akan dijawab dalam presentasi ini adalah tentang apa itu hierosgamos dan hierosdules dan mengapa digunakan oleh Dan Brown. Masalah lain yang hendak dijelaskan dalam makalah ini adalah apa itu Magna Mater dan bagaimana Dan Brown menjelaskannya dalam kaitannya dalam praktek sex bebas yang sangat terlihat dalam novelnya?
Sacred temple
Pertama-tama Prof. Reimundus mengajak Peserta Webinat untuk memahami dua simbol kunci yakni Phalic atau Hierosgamos dan Yonic atau Hierosdules. Dua ikon ini adalah ikon utama dominan yang dipakai Brown untuk salah satu ide novelnya. Dua ikon ini adalah dua bentuk sangat sederhana dari ikon phallic dan ikon yonic. Inilah dasar Brown mempropagandakan kegiatan seks. Ide mengagungkan kegiatan seks bebas dalam hubungannya dengan ritual keagamaan ada dalam berbagai bentuk dalam sejumlah tradisi sejak dulu kala.
Konsep Hierosgamos terkait dengan sacred, temple, atau religious prostitution yang dilakukan dalam hubungannya dengan peribadatan dimana hierosgamos adalah representasi pernikahan ilahiah. Hal ini bisa saja dilakukan dalam hubungannya dengan ritus kesuburan tetapi para ahli menyangsikan kebenaran isu ini karena bukti yang kurang cukup dari zaman purba. Hierosgamos atau sering disebut juga hierosgamy ini sebetulnya adalah ritual perkawinan antara seorang dewa dan seorang dewi yang dilaksanakan oleh manusia mewakili dewa dan dewi itu. Di Timur Dekat di zaman purba, hierosgamos ini dilakukan oleh seorang raja Sumeria dengan seorang pendeta wanita tertinggi dari dewi Inanna, yaitu dewi cinta, kesuburan, dan peperangan Sumeria.
Hierodules sebetulnya adalah seorang mantan budak yang dibebaskan dari perbudakan untuk ‘didedikasikan’ kepada satu dewa tertentu. Dalam hubungan dengan istilah ini sebetulnya bermakna sacred sex yang kemudian menjadi sacred prostitution untuk kepentingan ritual itu dimana tidak ada bayaran seperti prostitusi lazimnya. Hierodules kemudian bermakna sebagai seorang budak atau prostitusi yang melakukan hubungan badan dengan seorang pendeta perempuan atau pendeta pria.
Para Magna Mater disembah dengan jalan melakukan ritual seks ini. Dalam ritus tertentu di Babilonia, hierosgamos dilakukan oleh seorang pendeta wanita dari dewi Ishtar dan seorang budak, yang kemudian budak itu dibunuh. Dalam hierosgamos ini mereka yang melakukannya dipercayai memperoleh pengalaman religius yang mantap atau pemerolehan pengetahuan khusus lewat kegiatan ritus seks ini.
Magna Maters Pada Tataran Konsep Brown
Selanjutnya Prof. Reimundus menjelaskan tentang Magna Maters. Brown menggunakan konsep Magna Mater yang adalah the Mother goddess, bukan yang Mother of the gods dalam novelnya. Mengapa konsep ini yang diambil?
Sudah tentu Brown mengambilnya karena cara pemujaan untuk konsep ritual seks tadi. Jadi bagaimanakah mereka disembah? Inilah persembahan yang ingin dipropagandakan oleh Brown untuk dihidupkan kembali.
Dalam novel itu dikatakan bahwa orgasme itu adalah perantara atau alat orang untuk dapat bertemu dengan Tuhan karena dipercayai bahwa inilah yang terjadi di masa lalu ketika para Magna Mater ini disembah. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga keseimbangan dalam pemujaan para dewa dan dewi yaitu keseimbangan pemujaan antara unsur laki-laki dan unsur perempuan.
Menurut Brown keseimbangan ini telah terganggu dengan datangnya agama Kristen. Demi keseimbangan pemujaan inilah dewa dan dewi disembah di masa lalu. Sekarang para dewi tidak disembah secara signifikan lagi karena Tuhan saja yang disembah yang sering kali identik dengan laki-laki. Inilah yang telah terjadi selama berabad.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa hidden agenda Dan Bwoun dalam novelnya? Novel ini telah sukses dengan kembalinya paganisme di banyak belahan dunia, dan tentu saja, paganisme yang paling penting adalah kembalinya pemujaan terhadap Magna Mater.
Singkatnya, ada tiga hal yang menjadi tujuan novel dalam novel tentang Magna Mater: (1) kembalinya pemujaan terhadap dewa dan dewi kafir, dan (2) khususnya untuk pemujaan terhadap Magna Maters, yaitu seks bebas. harus didorong; (3) bahwa Maria Magdalena adalah Magna Mater yang paling terkenal di zaman kita. bagi Brown, penjaga iman Kristen yang paling kuat, Gereja Katolik, harus diserang.
Dengan melemahkan kekuatan Gereja melalui karya-karya seperti novel Brown, diharapkan masyarakat akan terdorong untuk mengikuti propaganda seperti ini. Secara antropologis, strategi seperti ini dibahas Girald dalam bukunya Violence and the Sacred (1972) dengan mencari korban pengganti, yaitu Gereja Katolik.
Dalam bukunya yang lain, Things Hidden Since the Beginning of the World (1978) Girald berbicara tentang menjadikan seseorang, institusi, dan lain-lain sebagai korban. Dan Brown telah berhasil menggunakan konsep mimesis: mimesis akuisitif dan mimesis konfliktual. Gagasan Girard tentang bagaimana keinginan mimesis dapat mengarah pada konflik dan persatuan di sekitar musuh atau objek keinginan yang sama adalah apa yang dilakukan Dan Brown di sini.
Tujuan terpenting Brown adalah agar konsep kuno Magna Mater harus dihidupkan kembali. Maria Magdalena dinyatakan sebagai Magna Mater terpenting di zaman modern seperti Isis di zaman kuno. Maria Magdalena karya Dan Brown berasal dari klaim keliru yang dibuat oleh Paus Gregorius Agung yang memerintah tahun 590-604 dalam sebuah homili yang menyatakan bahwa Maria Magdelena adalah nyonya malam, namun kesalahan itu telah diperbaiki dan dia telah dijadikan santo Katolik.
Penutup
Tulisan singkat ini membahas beberapa isu penting yang diangkat dalam The Da Vinci Code (2003) dan upaya novel tersebut untuk menyebarkan dan menghadirkan kembali Magna Maters, Dewi Kesuburan, untuk disembah melalui tindakan seksual dalam Hieros Gamos, the Sacred. Pernikahan. Itulah sebabnya simbol yang paling terkenal dalam novel ini. Dan Brown telah menyerang Gereja Katolik, penjaga dan pemelihara keyakinan dan praktik Kristen melalui penggunaan teori korban pengganti Girarld dan teorinya tentang keinginan mimesis, mimesis akuisitif, dan mimesis konfliktual. Dia telah mencapai tujuannya tetapi umat Kristen di seluruh dunia tidak boleh main-main. Mereka melawan dengan artikel- artikel di jurnal, makalah seminar dan lain-lain untuk menentang agendanya, termasuk makalah dalam diskusi ini.