Oleh: Paulus Laratmase
Tulisan ini merupakan sebuah kenangan masa lalu sejauh mengenal seorang tokoh Faisal Basri, Dosen, Guru, Pendidik yang mendedikasikan dirinya bagi kemajuan ekonomi Indonesia. Ia telah tiada, namun meninggalkan begitu banyak kenangan, ilmu pengetahuan bagi generasi Indonesia kini dan di waktu mendatang.
Hari itu, 17 September 2003, saya satu-satunya diundang dari Papua menghadiri Konferensi Nasional Rekonsiliasi Masyarakat Sipil Indonesia Yang Demokratis di Lantai 4 Hotel Mandarin, Jl. Moh. Thamrin Jakarta.
Lebih dari 500 undangan yang datang dari seluruh penjuru Nusantara memenuhi ruang pertemuan yang begitu besar.
Para nara sumber duduk di bagian depan menghadap peserta konfererensi. Tampak Abdul Hakim Garuda Nasution, SH.,LLM, (Ketua KOMNAS HAM), Dr. Djohan Efendy (Ketua ICRP), Dr. Djisman Simanjuntak (Peneliti CSIS), Ifdhal Kasih (Direktur Eksekurif ELSHAM), Prof. Paulus Wirutomo (sosiolog UI), Prof. Saparina Sadli (Ketua KOMNAS PEREMPUAN), Prof. Dr. Siti Musda Mulia (KOMNAS PEREMPUAN), Myra Diarsi (KOMNAS Perempuan), Teten Masduki (Indonesian Corruption Watch), Tjung Joe Lhan, Ph.D (LIPI), Elga Sarapung, M.Th (Dian Interfidei) dan Fasial Basri, MA (Ekonom UI).
Sang moderator pada sesi kedua setelah makan siang, mengundang Faisal Basri, MA, dengan gaya tampil seorang aktivis, membawakan materi berjudul, “Keadilan Ekonomi”. Pemaparan materi yang lebih menampilkan data statistik dan tabel, dibawakan dalam situasi santai dengan analogi-analogi yang lucu namun sangat edukatif.
Ekonomi dan Politik Tak Terpisahkan
Faisal Basri menjelaskan, “Ekonomi dan Politik Tak Terpisahkan.” Ia mengutip beberapa pandangan para politisi dan ekonom dunia, seperti Charles Lindblom, “In all the political system of the world, much of politics is economics, and most of economics is politics. Bahkan John Kenneth Galbraith lebih menekankan lagi, “Econoics does not usefully exist apart from politics.”
Bagaimana konsep “Keadilan Ekonomi” dapat dijelaskan pada tataran “Ekonomi dan Politik Tak Terpisahkan?”.
Faisal Basri menawarkan Conceptual Framework, bawha Ekonomi memiliki tujuan yaitu prosperity (kemakmuran) di mana suatu keadaan yang berkembang, berkemajuan, memiliki keberuntungan baik dan/atau memiliki status sosial yang sukses. Kemakmuran itu terkait kekayaan, tetapi juga meliputi faktor-faktor lain yang mungkin saja terpisah dari kekayaan pada berbagai tingkat, misalnya kebahagiaan dan Kesehatan.
Bagi Faisal Basri institutional area bagaimana sebuah negara menggapai prosperity adalah market (pasar). Dan actor dari aktifitas pasar adalah individu/ setiap orang atau manusia yang ingin menggapai prosperity.
Di mana tanggunjawab negara?
Faisal Basri menjelaskan fungsi politik pada ranah ekonomi adalah sebuah tujuan menggapai prosperity. Baginya, fungsi politik negara di sini adalah justice (keadilan). Keadilan itu diwujudkan dalam good governance bagi cociety.
Untuk itu dibutuhkan legal framework bagi social walfere melalui strong nation state, outonomous social groups dan outonomy of individuals.
Ia pun akhirnya menyimpulkan bahwa prosperity hanya bisa digapai bila sebuah negara terdapat pertumbuhan ekonomi (growth), adanya kestabilan (stability) dan efficiency melalui permintaan dan penawaran, menurunkan biaya transaksi dan memperkuat keunggulan komparatif.
Apa Itu Keadilan Ekonomi?
Keadilan menurut Faisal Basri, hal pertama dan utama adalah freedom. Freedom of expression, freedom of association dan freedom of the press. Kedua, negara harus menjamin social order melalui penegakkan hukum, check and balances dan yang ketiga adalah equity di mana tidak hanya tentang perbedaan antara aset dan kewajiban, melainkan cerminan dari kontribusi pemilik, investasi, dan hasil usaha yang terakumulasi dari waktu ke waktu.
Demikian keadilan bagi Faisal Basri adalah freedom dan social order menjadi sebuah kepastian/ certainty dan kredibilitas kebijakan negara/ pemerintahan yang bersih (credibility of government policies).
Dengan kata lain, kesejahteraan diperoleh jika ada pertumbuhan, kestabilan dan efisiensi factor-faktor produksi setiap individu manusia Indonesia. Dan keadilan ekonomi rakyat diperoleh jika negara menjamin kebebasan, social oreder dan equity yang pada akhirnya menjadi tunnel effect bagi keadilan kesejahteraan anak bangsa.
Faisal Basri menganalogikan keadilan ekonomi pada term theology dengan mengatakan, “Kekuatan penguasa (al-mulk) tak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi syari’ah (penegakkan hukum), syari’ah tak dapat dilaksanakan kecuali oleh penguasa (al-mulk), penguasa tak dapat memperoleh kekuatan kecuali dari masyarakat (al-rijal) dan masyarakat tak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan (al-maal)”.
“Demikian pula, kekayaan tak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan (al-imarah), pembangunan tak dapat dicapai kecuali melalui keadilan (al-‘adl), keadilan merupakan standar (al-mizan) yang akan dievalasi Allah pada umatnya dan penguasa dibebankan dengan adanya tanggunjawab untuk mewujudkan keadilan,” demikian Sang Ekonom Indonesia, Faisal Basri mengakhiri pemaparan materinya.
Dua Momentum Pertemuan
Pertemuan pertama di Hotel Mandarin, pertemuan kedua tanpa disadari menginap di satu hotel yang sama pada Munas Partai Hanura di Hotel Sangrilla Surabaya tanggal 5-10 Februari 2010.
Di restoran tiba-tiba kami berpapasan dan tanpa disadari Faisal Basri menyapa, “Pak Paulus, ada apa hadir di sini?”
“Saya mengikuti Munas Partai Hanura. Kebetulan saya menjadi pimpinan partai Hanura di Kabupaten Biak Numfor,” jawabku.
Pagi itu Faisal Basri bersama Dr. Fuad Bawazier (mantan Dirjen Keuangan), Akbar Faisal (Anggota DPR RI dari Partai Hanura) sedang duduk makan di restoran hotel Sangrilla Surabaya. Diskusi pun semakin asyik sampai akhirnya mereka pamit karena harus mengikuti kegiatan lain.
Tahun 2011, tepatnya bulan November lupa tanggalnya, Faisal Basri menelpon saya dan mengatakan, “Pak Paulus, saya akan mencalonkan diri maju pilkada DKI. Kalau ada keluarga di Jakarta, jangan lupa beritahu untuk mendukung saya.” Saya pun menjawab, “Abang, kalau keluarga saya di kampung di Papua, di Maluku banyak. Saya orang kampung… tidak punya keluarga di Jakarta.” Ia pun tertawa sambil berkata, “Benar juga ya… Pak Paulus!”
Tahun 2006, saya pernah mencalonkan diri sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Saya kalah pada waktu itu. Berdasarkan pengalaman, saya sekedar sharing dengan Abang Faisal Basri dan dia pun mendengar dengan seksama apa yang saya share dalam dialog via telpon seluler.
Selamat Jalan Ekonom Indonesia
Tampilnya di publik sebagai akademisi, pemikir, ekonom, Faisal Basri selalu mengedepankan “kesejahteraan rakyat Indonesia”. Pemikiran kritisnya terkait ekonomi mikro dan makro selalu bermuara pada kesejahteraan rakyat (prosperity) dalam kesederhanaan hidupnya.
Demikian konsep keadilan ekonomi, bagi Faisal Basri, “kekayaan tak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan (al-imarah), pembangunan tak dapat dicapai kecuali melalui keadilan (al-‘adl), keadilan merupakan standar (al-mizan) yang akan dievalasi Allah pada umatnya dan penguasa dibebankan dengan adanya tanggunjawab untuk mewujudkan keadilan”.
Ia telah memperjuangkan keadilan ekonomi bagi rakyat Indonesia sejauh ilmu yang dimilikinya. Keadilan pengetahuan ekonomi bagi rakyat Indonesia ia tabur bagi bagaimana mencerdaskan anak bangsa menggapai kesejahteraan ekonomi yang berkeadilan.
Perjuanganmu, merupakan standar (al-mizan) bagi Allah dalam memberikan evaluasi bagi hidupmu kelak. Selamat Jalan Sahabatku Faisal Basri, Bahagia di Surga Abadi, Amin.