Oleh:Muhammad Solihin Oken

1
Tak ada keheningan di sini
Aku harus pergi
Lewati keranda musim
Kata-kata yang asing dan terasing
Kematian tatap kabut gurun
Kering tiada air
Kersik angin bagai cula
Telisik dalam dapur
Semut-semut berisik rebutan gula
Aku tinggal gumut malam
Tak ada pagi
Tak ada roti
Tak ada Mentega

2
Hanya suara seperti ingin memecah malam dan aku terbangun dari tidurku yang panjang atas ranjang tua pada kelambu usang tinggalkan mimpi para serdadu tinggi mencari tepi daratan

Karena laut suara kejauhan dan kata tak kawinkan musim bagai burung terpaku memandang batas cakrawala di sana terbang keluar hanya tuk tebalkan sarang

Aku keluar mencari suara-suara di luar diriku yang teguh menatap bayangan sayap yang rapuh mau kaubawa kemana burung-burung itu terbang?

3
Di tanah gersang berkapur ini
Orang hidup dari perkabungan ke perkabungan
Kematian seperti lembaran-lembaran daun jati gugur di pekarangan
Banyak yang pergi, tapi tak ada yang datang
Entah, berapa lama lagi cahaya kehidupan
Daerah ini seperti daerah mati

Di tanah gersang berkapur ini
Dahulu dikenal daerah jati
Tiap keluarga menanam 10-100 bibit pohon jati
Bertahun pohon jati ini tumbuh membesar
Batangnya kokoh dan lurus
Tingginya sampai sepuluh tumpuk orang dewasa
Tapi, saat hendak dipanen
Tiba-tiba pohon-pohon jati ini raib
Tak satu pun tersisa
Penduduk marah, jengkel sekaligus takut
Bagaimana jati-jati itu hilang tanpa jejak
Desas-desus pun muncul
“Daerah kita sudah dimasuki hantu!” teriak seseorang
Tapi kekacauan tak sampai di sini
Esoknya anak-anak gadis mereka hilang perawannya
Tanpa hubungan atau perkosaan
Dan berikutnya lebih mengenaskan
Perempuan-perempuan yang hamil muda hilang bayi-bayi yang dikandungnya
Semua orang kalang kabut, marah, kesal tapi tak tahu berbuat apa
“Pak Kades, Bapak harus segera membuat pernyataan situasi darurat!”
“Kita harus tinggalkan daerah ini!” seru yang lain
“Tidak perlu. Jangan gegabah! Ini tanah leluhur kita. Ratusan tahun atau mungkin ribuan kakek buyut moyang kita sudah hidup di sini,” kata lelaki berjubah hitam
“Lantas bagaimana? Apa yang bisa kau perbuat?” tanya semua serempak
“Kita harus buat acara ritual.”
“Upacara ritual? Ritual apa?” tanya semua
“Biar hantu-hantu itu pergi dan tak mengganggu lagi, kita buat Upacara Telanjang.”

Di tanah gersang berkapur ini aku berjalan tanpa tahu aku berjalan

Perang kemarin itu bukan perang puputan karena raja tinggalkan banyak keturunan

4
Perang kemarin itu bukan perang puputan karena raja tinggalkan banyak keturunan

5
Di tanah gersang berkapur ini sejarah (raja-raja) ditulis panjang-panjang tanpa suatu irisan tanpa suatu pemandangan tanpa suatu pemikiran- sebatas kata putih dan sekapur sirih

6
Wahai, raja
Kemana kau bawa kursi dan mahkota

Bila mata pedang terselubung kabut
Kekuasaan adalah perang
Tak ada perang tanpa kekuatan

Kuasa
Raja, kursi dan mahkota
Raja dan kursi tanpa mahkota
Raja tanpa kursi tanpa mahkota
Tanpa raja, kursi, tanpa mahkota

7
Bila sayap malam datang kepadaku terbangkan aku dan mimpiku jauh; seindah-indah mimpi adalah mimpi akan kekasih; sejauh-jauh mimpi adalah mimpikan kebijaksanaan

Aku yang berjalan bersama sayap malam terbang dari bukit-bukit kegelapan ke langit putih rembulan ke sisi-sisi terluar dan terdalam waktu kan tiba- yang tiada jadi ada yang luka jadi cinta yang lalu jadi rindu

Mimpi yang jauh kan kembali membawa kata pagi bersama cahaya-:cahaya yang kaurindukan; siapa tak merindukan cahaya? Karena cahaya itu hangat dan teguh basahkan jiwa, hati siapa kan menolaknya? Aku datang, wahai paduka raja, siapa dapat menolak kedatangan pangeran?

8
Sang Pangeran itu aku!

Omelet, kata yang gugur pada cerita atas meja
Atas penantian dan penantian
Waktu, tak berujung
Kuasa adalah kehendak- kenapa tak bergeming hati kaum Peragu

Di tanah gersang berkapur- adakah cerita kautanam
Kuasa dan kutukan; dunia yang indah tinggal setumpuk tragedi
Hidup dan hiduplah! Hidup dan hiduplah Pangeran! Karena matahari tiada kembar, cahaya itu Aku!

9
Aku adalah mata yang kaurindukan
Mata yang mengejar pagi mata yang menyusup malam tanpa pernah lepas dan kehilangan cahaya-Nya

Mata yang hidup dan mencari dirinya ke ruang-ruang kehidupan pada benda-benda bernama dan tak bernama pada objek-objek yang bicara dan tak bicara mata yang mengecap segala warna membawanya ke putik mata di antara hitam dan putih bola mata yang pergi dan tak pernah berhenti di titik keraguan: mata pangeran

Mata itu berkata-kata sebelum mulut mengucap dan letakkan suara di sisi terdalam mata bathin

10
Malam hitam langit hitam dan segala yang hitam
Malam gelap langit gelap dan segala yang gelap
Datanglah, wahai terang, mata manis rembulan

11
Adakah kau lihat mataku sebuah tatapan penuh kesangsian?
Janganlah berdebat bila kita tak punya waktu untuk berdebat
Janganlah berdebat saat kau tak punya argumentasi
Dan segalanya t’lah kusiapkan masak-masak
Di ruang cipta padamu menatap bayang dan batas
Kau letakkan di sana bayang
Kau letakkan di sini batas
Dan aku tak pernah sungguh-sungguh menunjuk pada bayang dan batas itu
Karena telah kutemukan jalan berongga di antara bayang dan batas
“Adakah kau lihat pada mataku sebuah tatapan penuh kesangsian?” demikian Pangeran

12
(Percakapan Tiga Penjahat)
Perampok : Berjalan di bawah langit merah atas tanah hitam sehitam hatiku. Di tanah gersang berkapur ini padat udara dan iklim yang tajam masuki ruang-ruang penderitaan dan abadi. Kekacauan yang kita buat adalah sebentuk duka cita bagi mereka-mereka yang kalah. Dan setelah senja berangkat dan bintang di timur tunjukkan kerlipnya, ada sebuah pesan singkat: “Bila angin berhembus ke utara, kabut surut dan senja jatuh dalam pelukan. Itu pertanda, esok adalah waktu beraksi, dan kita berkumpul di tempat ini sebelum fajar memerah. Di batas kemungkinan, bila hujan menjulurkan jato-jarinya hingga membasah dan memenuhi ruang menciptakan bianglala di tanah berkapur ini, itu berarti kematian sedang mengarah kepada kita

Pencuri: Tepian sungai padat batuan melebar wangi daun jati sebelum sunyi bawakan kematian luka hitam pada angkasa kurobek hati. Di tanah gersang berkapur ini aku adalah lelaki yang tak perduli arti kemarin dan esok, karena tubuhku tak terjerat waktu, tapi oleh hasrat dan kebathilan

Dukun Bintang Laut : Terang bintang di laut lebih terang kata-kata Si Bintang Laut. Takdirku adalah takdir kebathilan- yang terang ku jadikan gelap yang baik ku buat jahat hingga kegelapan dan kehancuran abadi. Aku, Dukun Bintang Laut lahir berselimut kabut hitam, dan tak pernah surut kekejamanku, kemana angin berhembus ke sana kubawa kejahatan. Setiap hari kuteguk sari pati ayam biar penduduk jadi anak-anak ayam

erampok: Di tanah gersang berkapur ini kita ditakdirkan untuk membuat kekacauan.

Pencuri : Ya, untuk itu kita tak boleh gamang

Dukun Bintang Laut : Siapa? Memang ada di antara kita yang gamang

Pencuri : Tak ada. Aku bilang begitu hanya untuk mengingatkan

Perampok : Ah, kau! Jangan macam-macam. Bicara yang perlu saja

Dukun Bintang Laut : Ngomong-ngomong, ini pertemuan kita yang ke berapa ya…Sebaiknya kita jangan sering bertemu

Pencuri : Ah, kau, sukanya bertanya bertanya dan bertanya…Meski terkadang aku kangen juga dengan pertanyaanmu itu

Perampok : Kudengar ada orang baru datang kemari, dan dia menyebut dirinya Pangeran. Berhati-hatilah kalian! Dan cari informasi tentang dia. Penduduk katanya sungguh percaya dan kagum padanya. Kharisma dan wibawanya begitu kuat. Dia sedang mengumpulkan penduduk untuk membuat upacara ritual

Pencuri : Iya, aku dengar juga. Katanya, semua orang harus mengikuti upacara, kalau tidak dianggap perusuh

Dukun Bintang Laut : Bagaimana kita? Wah, berabe dong kalau begitu, kesaktianku bisa hilang mendadak. Kita harus menghindar atau menggagalkan upacara itu!

Perampok : Ya, kita harus menggagalkan upacara itu!

Pencuri : Ya, kita mesti menggagalkannya. Karena menghindar, itu tak mungkin. Karena semua yang ikut upacara di data

Dukun Bintang Laut : Tapi, bagaimana caranya?

Perampok : Kita mesti buat penduduk takut keluar rumah

Pencuri : Ya, betul, aku setuju

Dukun Bintang Laut : Terusss….caranya….?

Perampok : Kau kan ahlinya menakut-nakuti… Kau pikirkanlah caranya

Pencuri : Nah!

13
(Sabda Pangeran)
Aku datang padamu dengan hati terbuka
Adakah kau juga menerimaku dengan hati terbuka?
Karena hati yang tertutup itu seperti selubung kabut hitam yang menghalau pandang dan langkah kita ke depan
Keterbukaan lapangkan langkah kita berjalan
Keterbukaan lepaskan sekat-sekat ruang
Dan labirin itu dimana tak kau temukan jalan keluar
Aku di sini bawakan jalan keluar dari segala kebimbangan dan ketidatahuanmu itu

14
“Di tanah gersang berkapur ini masih adakah tempat bagi kehadiranku?” kata Pangeran, “Bila ku bawa kata-kata ke sisi kalian adakah kalian kan mengikuti dan menanggungnya?”
“Kami bersedia mengikuti dan menanggungnya,” jawab warga serempak
“Tapi…”
“Tapi apa?”
“Tapi kami mesti menyiapkan putri terbaik bagimu. Dan masalahnya…”
“Masalahnya apa?”
“Putri-putri atau gadis-gadis tak ada lagi di sini. Kegadisan mereka telah direnggut para hantu!”
“Hantu?”
“Ya, hantu-hantu itu telah mengacaukan dan merusak kehidupan kami. Anak-anak kami direnggutnya, bayi-bayi dalam kandungan gugur dibunuhnya, dan pohon-pohon jati kami ludes dibabatnya tanpa sisa
“Hantu-hantu itu seperti apa?
” Itulah satria Pangeran, kami menyebutnya hantu-hantu, karena segalanya terjadi begitu cepat dan tanpa terlihat. Entah, dia siluman atau manusia? Kehidupan kami benar-benar hancur seolah tak ada lagi cahaya di sini sampai Pangeran datang. Beri kami perlindungan beri kami penghidupan beri kami pemandangan, wahai Pangeran! Kau harus segera jadi raja kami, dan raja harus didampingi permaisuri. Tapi, kami tak memiliki putri sebagai permaisurimu itu.”
“Bagaimana kalau kita ambil calon permaisuri itu dari negeri sebrang Barat? kata sebagian warga
“Tidak bisa! Dia harus dari keturunan kita! Kita mau anak-anaknya itu nanti asli keturunan kita. Kita tak mau anak yang hibrid.”
“Kenapa perbincangan melebar soal asli dan hibrid? Lalu dimana hantu-hantu itu?” tanya Pangeran

15
Adakah kau tahu cerita tentang tujuh bidadari turun dari kayangan dan mandi di sungai yang bening dan sejuk itu? demikian Pangeran memulai cerita. Tujuh bidadari itu tak hanya cantik jelita, tapi dia membawa arti tentang keindahan dan tubuh, saat melepaskan selendang dan pakaiannya. Seorang Jaka mencuri selendang salah satu bidadari hingga dirinya tak dapat terbang kembali ke kayangan

Setelah kejadian itu, seorang tetangganya bertanya, “Jaka, demi sungai yang menjadi sumber kehidupan, kenapa sedemikian beraninya kau mengintip bidadari bermandikan cahaya surga dan mencuri selendang miliknya?” “Aku suka keindahan, dan keindahan itu sungguh nyata adalah tubuh,” jawab Jaka. “Apa itu keindahan? Memangnya kau belajar di mana berani-beraninya kau bicara keindahan, sementara itu tak sejalan dengan norma?” ” Aku bergerak dari hasrat dan gelora, dan aku meletakkan itu di atas kata norma, dan aku berhasil memperistrinya!” ” Lalu dengan keindahan itu, apa yang kau dapat? Kepuasan? Kebahagiaan? Bukankan cuma kekecewaan? Petaka? Kehancuran?”

“Tugasku adalah meraih dan mencapai keindahan itu. Karena dengan begitu, aku telah meretas jarak bumi dan langit, yang dapat kusentuh dan yang tidak, dan segala yang mungkin dan tak mungkin. Bila ada luka di kemudian hari, itulah hidup, yang tak selamanya dapat aku dan engkau kemudikan.”

16
Apa arti ketelanjangan atas tubuh?
Luka camar padam gelora sebelum subuh
Laut mengaduh batas rindu
Ombak membasuh bibir pantai
Kata yang lalu diam di mana?
Lekas menepi sunyi suara
Kerlip gempit remang cahaya
Jauh batas tinggi angkasa
Padang bulan gurun sahara

17
Dunia hitam
Basa hitam
Kata-kata hitam

Dunia gelap
Basa gelap
Kata-kata gelap

Dimana cahaya? Aku merindukanmu, wahai cahaya, bawakan aku kata pagi sejauh senja menapak malam kaki-kaki yang lemah kaki-kaki yang rendah gelora yang entah tapak-tapak yang pudar bayang hujan samar di pintu kamar

18
Seribu tahun katamu! Detik pun tiada kamar sepi tanpa jendela atas gerbong-gerbong tak pernah berangkat. Ini perbincangan serius! Biar cuma omongan lepas sebelum takdir bicara dan kuhapus nama sekali bertanya: kenapa kematian berikau nama? Sedang hidup tiada selain harapan rindu dan cinta

19
Kubawakan kaubunga, biar kematian abadi!

20
Perampok : Lukisan langit datang padaku tinggi cahaya kata Pangeran sosok yang tangguh wajah nan teduh kata-kata menyentuh hati siapa saja kan luluh logam emas tembaga lebur olehnya detik waktu berdiri atasnya gunung-gunung tersenyum padanya palung laut bergumam karenanya bintang bulan planet matahari terpisah dan bersatu olehnya kematian tanggal dan nasib buruk seburuk wajah kita punya

Hari-hari panjang telah berlalu, dan kita tak sanggup lagi tertawa

Pencuri :
Tempik segala suara
sempit jalan ke surga
neraka lebar di sana

Kebathilan akar jiwaku
keculasan darah tubuhku
oh, usia kejahatan hanya sebentar

Dukun Bintang Laut : Jerami dalam kandang erami telur induk ayam, kau telur atau ayam? Kata lahir di gunung-gunung kata lahir di lembah-lembah tinggi sendiri di puncak bukit katan mati terbelah satu pergi ke selatan yang lain ke Utara membersih tubuh dalam bak mandi tiada jua bersih-bersih sebentar aku dalam semedi bangun tersadar dalam neraka

Laut yang tenang dapat kuguncangkan sungai yang lurus dapat kubengkokan gunung yang batuk dapat kusembuhkan. Tapi, oh rahasia langit terpusat padanya matahari bulan bintang planet bergerak di sisinya oh, tiada daya aku menghadapi Pangeran. Tuhan, ini permainanmu, bukan?

Sepi hari dalam kurasa sepi kata cari dimana tinggal bisu bisu bisu…tinggi panas api neraka semoga kita bisa berkumpul kembali di sana berbagi kemesraan

21
Di tanah gersang berkapur ini adakah padamu kebijaksanaan? Kebijaksanaan adalah kata yang ada padaku meski dia hanya sebentuk garis berpendar pada sketsa samar.

****** —–******