Oleh: Elza Peldi Taher
–
Satu hal yang menarik untuk melihat bangsa Indonesia ke depan adalah menjadi penonton dari sebuah drama yang dipentaskan oleh tukang kayu ulung yang mahir membentuk dan membelokkan jalan, menyesuaikan alur cerita dengan keinginan..
Selama hampir sepuluh tahun, tukang kayu dengan kecerdikannya, membangun struktur kekuasaan dan memahat narasi yang seringkali sulit untuk diikuti, membuat kelas menengah kota terkecoh. Ia mengolah bahan-bahan mentah dari kekacauan politik menjadi struktur yang tampaknya kokoh, namun sering kali menyembunyikan rahasia dan celah-celah yang dapat membuat kita terperangkap tanpa peringatan.
Sebagai tukang tukang kayu yang mahir, ia memahat setiap detail dengan presisi, membentuk sesuatu yang mungkin tampak indah dari luar, namun penuh dengan mekanisme tersembunyi di baliknya. Pada setiap potongan dan sambungan yang ia buat, mengarahkan kita menuju tikungan-tikungan tak terduga, mengubah arah kita tanpa kita sadari hingga kita sudah berada di titik yang tidak kita kehendaki.
Ia merengkuh kekuasaan yang bergerak dengan cara yang sangat halus dan sulit dipahami. Tukang kayu yang hebat itu bergerak dengan angkuh di singasananya, untuk menciptakan kerumitan yang membingungkan. Bersama pendukungnya ia menggiring bangsa melalui labirin strategi dan kepentingan, sehingga kita baru menyadari ke arah mana kita dibawa ketika kita sudah sampai di persimpangan yang sudah dirancang sebelumnya.
Di sinilah bangsa ini berdiri, dibawah pengaruhnya yang besar, dalam bayang-bayang yang tidak pasti, terperangkap dalam sebuah permainan besar yang diatur oleh tangan-tangan terampil tukang kayu. Kita hanya dapat berharap agar kita memiliki kemampuan untuk membaca tanda-tanda dan memahami arah dari permainan ini, meskipun sering kali kita merasa seperti domba yang sedang diarah-arahkan tanpa kita ketahui ke mana.
####
Di awal kemunculannya, tukang kayu yang pengusaha mebel datang dengan janji besar bagi bangsa Indonesia. Dengan wajah yang tulus dan pernyataan yang sederhana, dia menawarkan harapan akan Indonesia yang lebih baik—sebuah bangsa yang terbuka, demokratis, bebas korupsi, “stop impor” dan berdiri di atas kekuatannya sendiri. Latar belakangnya yang sederhana dan pendekatan yang apa adanya menawarkan angin segar bagi bangsa di tengah krisis kepercayaan publik terhadap para pemimpin. Namun, perjalanan politiknya menunjukkan transformasi dramatis yang menjadi cerminan kompleksitas dan paradoks kekuasaan.
Pada masa periode pertama pemerintahannya, tukang kayu itu berhasil membangun citra sebagai reformis yang gigih. Menjelang dilantik ia meletakkan KPK sebagai simbol pemberantasan korupsi. Menteri yang akan dilantiknya harus mendapat restu dari KPK. Ini membawa angin segar karena negeri ini sudah lama terjerembab praktek korupsi yang luar biasa. Tetapi, seiring berjalannya waktu dan meningkatnya kekuasaan, tampaknya tekad reformasi ini mulai memudar. Pada periode kedua pemerintahannya, tukang kayu mengamputasi KPK, lembaga yang merupakan simbol reformasi dan pilar utama pemberantasan korupsi.
Dalam periode kedua ini, tukang kayu mulai menunjukkan sikap yang semakin menjauh dari nilai-nilai awal yang diusungnya. Dukungan terhadap anak dan menantunya untuk berkuasa menunjukkan keinginan untuk mendinastikan kekuasaan, sekaligus mengenyampingkan prinsip-prinsip demokrasi yang sebelumnya dijunjung tinggi. Puncak dari ambisinya terlihat ketika ia berusaha untuk memperpanjang masa jabatannya hingga tiga periode, sebuah langkah yang ditolak oleh rakyat.
Namun, meski langkah tersebut gagal, tukang kayu tidak kehilangan akal. Dengan kecerdikan politik, ia menciptakan jalan pintas untuk memastikan pengaruhnya tetap ada. Memanfaatkan ipar untuk merombak konstitusi agar anaknya bisa menjadi orang kedua di republik ini. Satu anaknya lagi disulap menjadi ketum partai dalam semalam, satu menantu kini bersiap jadi gubernur.
Puncaknya drama dari semua ini adalah ketika ia memilih bersatu dengan musuh lamanya agar anaknya bisa jadi wapres. Ini sebuah drama politik yang besar karena itu berarti ia meninggalkan partai yang telah membesarkannya selama lebih dari dua dekade. Ia juga meninggalkan ibu yang ia “sungkem” saat akan naik jadi orang nomor satu di republik ini. Ia berubah dari agen perubahan menjadi seorang figur yang siap mengorbankan prinsip demi kekuasaan.
####
Di puncak kkeuasaan yang kini dipegangnya, pertanyaan mendasar muncul: untuk apa kekuasaan ini akan digunakan? Sejarawan dan politisi Inggris Lord Acton terkenal dengan ungkapannya “Kekuasaan cenderung korup, tapi kekuasaan yang tanpa batas akan korup secara tanpa batas”. Apa yang diungkapan sejarawan itu menjadi cerminan dari apa yang sedang terjadi di tangan tukang kayu.
Tukang kayu, yang pada awalnya dianggap sebagai simbol harapan bagi demokrasi dan reformasi, kini berdiri di puncak kekuasaan dengan kekuatan besar di bawah kendalinya. Kekuasaan yang besar dan tidak terkendali juga menimbulkan risiko korupsi yang tak terhindarkan. Dan, seperti yang dikatakan Lord Acton, korupsi ini tidak hanya terbatas pada aspek tertentu, melainkan meluas secara sistematis dan mendalam.
Kini, kita melihat manifestasi nyata dari teori Lord Acton dalam strategi politik tukang kayu. Dengan kecerdikan yang terencana, dia telah mempersiapkan anak, menantu, dan ipar untuk menduduki posisi-posisi kunci di pemerintahan. Langkah ini, dilakukan dengan perhitungan yang matang, meski mengabaikan etika dan prinsip-prinsip demokrasi. Isu yang beredar, sebuah jabatan penting juga sedang disiapkan untuknya setelah lengser agar tetap bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan.
Kita hanya akan mengetahui kebenaran isu ini setelah pelantikan presiden terpilih oktober ini. Jika benar, langkah ini memperlihatkan bagaimana kekuasaan yang tidak terkendali tidak hanya mempengaruhi kebijakan dan keputusan selama masa pemerintahan, tetapi juga membentuk masa depan politik melalui strategi yang penuh perhitungan.
Lord Acton benar, kekuasaan yang tidak memiliki batasan moral dan etika akan cenderung nepotisme, diktator dan korupsi yang paling merusak. Betapa relevannya apa yang dikatakan Lord Acton untuk menggambarkan realitas politik yang ada di negeri ini saat ini.
Ciputat 14 Agutsus 2024
Elza Peldi Taher