
/1/
Zaitun dan Persahabatan di atas Tanah Gaza
Puisi: Leni Marlina
[Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]
<1>
mengalirlah doa yang membasuh debu,
di tanah luka yang dipenuhi jejak kaki bocah tanpa sandal.
langit Gaza muram, memeluk tangis,
sementara zaitun, tua dan berdarah, berdiri di tengah reruntuhan.
Assalamualaikum, bisik peluru memecah hening,
menggetarkan dahan-dahan yang dulu teduh,
kini menjulur, menggenggam puing dan air mata.
masih segar bayangan masa lalu,
ketika tanah ini bernyanyi bersama ladang zaitun.
buah-buahnya berkilauan seperti lampu kecil,
menyala di bawah bulan Palestina,
sekarang, hanya bau mesiu yang mewarnai udara.
<2>
maka,
pohon itu tetap kokoh,
meski akar-akarnya terhimpit beton yang retak,
dan daunnya basah oleh darah manusia.
kita pernah duduk di bawahnya,
mengunyah buahnya yang asin,
menatap senja yang kini dipenuhi asap hitam.
zaitun, pohon abadi itu,
masih berbisik di antara desingan peluru:
“Jangan berhenti. Jangan menyerah.”
kisahmu, Gaza, terpatri dalam batangnya,
lukanya adalah kisah umat manusia, yang mebuat jiwa menangis di berbagai sudut dunia,
dan minyaknya,
menetes seperti air mata yang tak pernah kering.
<3>
maka berdirilah,
meski reruntuhan mengelilingimu,
meski tanah ini basah oleh duka yang tak berkesudahan.
karena zaitun tahu:
persahabatan tidak dilahirkan dari keputusasaan,
tapi dari doa-doa yang mengalir tanpa henti.
hanya persahabatan itu,
yang ingin kupersembahkan untukmu, Gaza, Palestina
seperti pohon zaitun,
berakar di bumi,
namun bermimpi di surga.
Padang, Sumbar, 2023
/2/
Inilah Rezekiku, Kekasihku?
Puisi Anto Narasoma
[Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI]
inikah rezeki anak-anak palestina itu, Kekasih?
sepiring nasi dibubuhi lapuk pauk berbau mesiu
yang kau luncurkan
dengan tembakan
dan suara bom ;
menghancurkan
perasaan dari balik pecahan masa depan anak-anak palestina yang ambruk tak bersisa?
sejak pagi mulai membuka matanya,
matahari meluncurkan
cahaya dari ribuan
titik air mata anak-anak palestina
kapan kami tertawa
dari sisi pernainan
yang hancur berantakan,
dilanda keserakahan
suara-suara pertempuran, Kekasihku?
apakah dari menit ke jam
dan dari hari-hari penuh badai itu tak tersisa lagi
hari libur yang penuh pesta tembakan mitraliyur dan bombardir
impianku semalam?
kapan Kau datangkan kembali orang-orang yahudi yang penuh air mata di tanah penjajahan,
setelah kami berikan
kasih sayang yang dibalas ribuan peluru
di dada ini, Kekasih?
Palembang, Sumsel,
29 Oktober 2023
—————————
Anto Narasoma merupakan penyair nasional, jurnalis/wartawan senior, mentor senior komunitas PPIPM-Indonesia, anggota Poetry-Pen International Community.
Penulis menerima Anugerah Penghargaan Sastra dari Asosiasi Sastra Internasional Spanyol tahun 2022.
/3/
Tangis dan Doa untuk GAZA
Puisi: Zulkifli Abdy
[Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Jatim, Kreator Era AI]
Lewat jendela malam
Kulihat mereka menangis
Mayat-mayat bergelimpangan
Roket-roket pemusnah menghunjam
Bumi Gaza dan tanah harapan Palestina
Ya Allah, Engkau selamatkan masjid Al- Aqsha
Lewat jendela malam
Mata memandang hampa
Tanah jazirah berlumuran darah
Jerit tangis di bibir kelu tak berdosa
Mereka itu adalah saudara-saudara kita
Ya Allah, lindungi kaum muslimin di Palestina.
Banda Aceh,
12 Oktober 2023
————————
Zulkifli lahir di Jambi dan berdomisili di Aceh sejak tahun 1970. Ia seorang Sarjana Ilmu Komunikasi; menekuni dunia kepenulisan secara otodidak sejak remaja; menghasilkan artikel dan menulis puisi dengan semangat sastra yang kuat. Menulis baginya bukan sekadar aktivitas, tetapi juga cara menuangkan perasaan dan menggantikan catatan harian.
/4/
ANGKARA
Puisi: Muslimin
[Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC; Satu Pena Jatim; Kreator Era AI]
Palestina, puisi-puisi panjangmu ditulis dengan tinta darah
selubung keranda melesap tangis bocah tanpa air mata
tulang-belulang rengkah patah menopang runtuhan
senyum dan tahlil merona wajah-wajah surga
sampai kapan angkara sirna
meski api membakar membara barbar
rudal makin brutal menembus jantung pejuang
rumah sakit-rumah sakit dimusnahkan
bantuan kemanusiaan dilenyapkan
bahkan selimut-selimut hangat dijadikan lap sepatu lars
bayi-bayi mati kedinginan membiru betapa pilu
maafkan aku, Palestina, hanya doa kulirihkan
mengapa sejarah bantai tragedimu, Palestina
tak ada waktu mencandai langit dan hujan
tak ada waktu memantai pesona burung camar
tak ada libur tawa bocah bermain kegirangan
hanya kelam, pekat, dan tenggelam kehampaan
Lamongan, Jatim,
13 Januari 2025
—————
Muslimin, panggilan Cak Mus. Lahir di Lamongan, Jatim, 20 Mei 1969. Setamat dari SMAN 2 Lamongan, kuliah di IKIP Negeri Surabaya jurusan Bahasa Indonesia. Mengajar sejak 1991 di MTs A. Wahid Hasyim Tikung, SMP-SMA Tashwirul Afkar Sarirejo, SMP Islam Tikung, PKBM Mahayana dan PKBM Mizan Lamongan. Aktif di PERGUNU Lamongan dan Lembaga Bahtsul Masail MWC NU Tikung Lamongan.
/5/
Jeritan Hati Anak-Anak Palestina
Puisi: Ramli Djafar
[Komunitas Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat: PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC, ACC SHILA; Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI]
Kami lahir di negeri Palestina
Negeri nenek moyang kami
Tetapi
Kami seperti orang terbuang
Nyanyian yang selalu kami dengar
Bukan canda dan tawa
Tetapi
Raungan sirene ambulan
Bunyi rentetan peluru senapan mesin
Dentuman meriam
Jerit kesakitan
Tangis nan tiada daya
Kami lahir di negeri sendiri
Bernama Palestina
Tetapi
Kami seperti orang asing
Tinggal di puing reruntuhan
Makan dan minum
Bukan olahan negeri sendiri
Namun
Bantuan dari siapa saja
Kami anak Palestina
Tiada pernah tahu berasal dari mana
Tetapi
Yang pasti lahir dan dibesarkan disini
Mengapa kami lahir di arena konflik ?
Mengapa harus berada di daerah peperangan ?
Mengapa tiada rasa damai dialami ?
Mengapa ?
Oh mengapa ?
Kami rindu
Seperti anak-anak di negara lain
Bermain-main dengan boneka
Berlari-lari di taman
Bukan
Dan bukan seperti yang dialami saat ini
Bermain-main dengan kengerian
Penuh rasa takut
Berlarian dikejar bayangan maut
Belajar untuk bertahan hidup
Hidup kami penuh impian
Adakah itu bisa terjadi ?
Kapan bisa menjadi nyata ?
Wahai tuan-tuan
Kami juga ingin seperti anakmu
Bermain-main dengan tawa riang
Bukan
Dan
Bukan seperti saat sekarang ini
Padang, Sumbar,
3 Agustus 2024
——————————
Ramli Djafar, selain anggota aktif PPIPM-Indonesia dan penulis aktif Satu Pena Sumbar, anggota Kreator Era AI Sumbar, juga merupakan anggota aktif komunitas Penyair dan Penulis ACC Shanghai Huifeng International Literary Association; dan Poetry-Pen International Community. Sejumlah puisinya sudah diterbitkan dalam bahasa Cina di jurnal puisi ACC Shanghai International Literary Association (ACC SHILA).
/6/
Tangis di Wadi Gaza
Puisi: Leni Marlina
<1>
Kami, anak-anak debu, lahir dari rahim langit yang koyak,
di mana peluru meliuk seperti ular memagut fajar.
Biru telah pergi, terkoyak dentang bom,
tinggal hitam, menyelimuti siang yang tak pernah tenang.
Wadi Gaza, aliran kecil penuh bisik durjana,
airnya tak bening, tapi pekat membawa sejarah luka.
Kami duduk di bawah tin yang lunglai,
menampung daun-daun renta yang tak sempat bernapas.
“Ibu, kenapa langit menangis darah?”
Kami bertanya pada senja yang terbakar merah.
Langit menjawab lewat jerit api,
seolah mengabarkan surga yang jauh dari sini.
<2>
Ladang zaitun di Ramallah bergetar diam,
buahnya hijau kecil, memeluk doa-doa yang terpendam.
Tapi doa itu seperti mimpi yang terkubur,
dilindas jejak sepatu yang tak kenal nur.
Pantai Gaza, gelombangmu tak lagi ramah,
ombakmu menggulung pasir yang berbau luka.
Kami berlari di tepinya,
mencoba meninggalkan jejak-jejak harapan
yang terus diburu oleh bayang perang.
Kami, anak-anak kecil dengan tangan gemetar,
menghapus air mata yang tak sempat kering.
“Kenapa dunia tak melihat, Ayah?”
Ayah hanya menunduk,
mencari jawaban di tanah yang berlubang peluru.
<3>
Pohon Sidr memanggil kami dari kejauhan,
“Datanglah, berlindunglah,” katanya.
Tapi kaki kami terpasung pagar kawat,
dan angin hanya membawa suara doa yang lelah.
Kami ingin melompat ke langit,
menangkap biru yang direnggut kasar.
Kami ingin dunia tanpa peluru,
tanpa malam yang retak oleh sirene pilu.
<4>
Tapi untuk kini,
kami hapus air mata dengan debu di pipi,
kami titipkan nyawa pada Tuhan yang kami panggil,
dan kami berdiri—meski tubuh kami kecil—
sebesar keberanian pohon Sidr di tengah gurun Gaza.
Kami adalah Gaza – Palestina,
kami adalah doa yang tak henti dilantun,
kami adalah nyala kecil yang tak pernah padam.
Meski langit runtuh,
kami akan terus bertahan,
menggenggam senja kelam,
dan menanam harapan pada fajar terang berikutnya.
Padang, Sumbar, 2023
————
Kedua puisi (no. 1 dan no. 6) yang ditulis oleh Leni Marlina tahun 2023 di atas, pertama kalinya dipublikasikan melalui media digital tahun 2025.
Leni Marlina merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat sejak berdiri tahun 2022. Selain itu, ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair dan Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Leni pernah terlibat dalam Victoria’s Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga mendirikan dan memimpin komunitas digital / kegiatan lainnya yang berfokus pada bahasa, sastra, literasi, dan sosial, di antaranya:
1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community
3. PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat), the Poetry Community of Indonesian Society’s Inspirations: https://shorturl.at/2eTSB; https://shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia):
https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community
6. Literature Talk Community
7. Translation Practice Community
8. English Languange Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)