Oleh Gunawan Trihantoro
–
Di era digital dan kecerdasan buatan (AI) yang semakin maju, Bahasa Jawa tetap memiliki peran penting sebagai warisan budaya yang harus terus dilestarikan. Namun, para pengajar bahasa daerah menghadapi tantangan yang lebih kompleks, terutama ketika generasi yang mereka didik tumbuh dalam lingkungan serba digital. Mas Cipto, seorang guru Bahasa Jawa di MTs Darul Falah Cepu, berbagi pandangannya tentang bagaimana peran teknologi, khususnya AI, bisa bersinergi dengan pengajaran Bahasa Jawa di era modern.
Mas Cipto, atau Djati Sucipto, adalah alumni Universitas Semarang (USM) yang kini mengajar di sekolah menengah berbasis Islam di Cepu, Kabupaten Blora. Sebagai seorang ayah dari dua anak, ia sangat paham tantangan yang dihadapi orang tua dan guru dalam mendidik generasi muda yang lekat dengan teknologi. Uniknya, sebelum menjadi seorang guru, Mas Cipto pernah bercita-cita menjadi dalang wayang kulit—sebuah profesi yang sangat lekat dengan budaya Jawa. Walau cita-citanya tidak tercapai sepenuhnya, kecintaannya pada budaya Jawa terus mewarnai peranannya sebagai pengajar Bahasa Jawa.
Menyesuaikan Pengajaran di Era Teknologi
Sebagai pengajar yang memiliki latar belakang tradisi Jawa, Mas Cipto mengakui bahwa perkembangan teknologi, termasuk AI, tidak bisa dihindari. Menurutnya, teknologi dapat menjadi alat bantu yang efektif dalam pembelajaran Bahasa Jawa. “Guru tidak perlu memaksakan diri mengajar dengan pola lama karena yang diajari sekarang adalah generasi digital,” ungkap Mas Cipto dengan bijak. Anak-anak saat ini hidup di dunia yang dikelilingi teknologi, sehingga metode pengajaran tradisional seperti menghafal kosakata atau membaca teks kuno mungkin tidak lagi efektif.
Mas Cipto menekankan bahwa guru Bahasa Jawa harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi agar bisa berkomunikasi lebih efektif dengan siswa. Ia tidak mengharapkan semua guru menguasai teknologi canggih, tetapi cukup memahami bagaimana teknologi dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran. “Yang penting adalah bagaimana kita bisa menjembatani pengetahuan tradisional dengan teknologi yang dekat dengan anak-anak sekarang,” tambahnya.
Sebagai contoh, teknologi AI dapat digunakan dalam aplikasi pembelajaran bahasa yang interaktif, di mana siswa dapat berlatih percakapan atau tata bahasa Jawa secara lebih menarik. Selain itu, melalui teknologi, budaya Jawa juga bisa dipelajari dalam format yang lebih interaktif, seperti video animasi atau permainan edukatif, yang memungkinkan siswa untuk memahami nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya Jawa secara menyenangkan.
Nilai Tata Krama yang Tidak Boleh Hilang
Walaupun teknologi menawarkan berbagai keuntungan, Mas Cipto menegaskan bahwa inti dari pengajaran Bahasa Jawa adalah tata krama dan etika. “Bukan hanya mengajari agar anak bisa menulis dan berbahasa Jawa, tetapi yang lebih penting adalah mengajarkan tata krama,” ujarnya. Dalam budaya Jawa, bahasa tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk menunjukkan rasa hormat melalui penggunaan tingkatan bahasa, seperti krama inggil yang digunakan saat berbicara dengan orang tua atau orang yang lebih dihormati.
Mas Cipto percaya bahwa meskipun dunia semakin maju, nilai-nilai seperti tata krama tetap harus dipertahankan. Bagi Mas Cipto, generasi yang cerdas saja tidak cukup; mereka juga harus memiliki akhlak yang baik. “Generasi cerdas saja tidak cukup, tetapi juga harus berakhlak,” tambahnya. Meskipun teknologi dapat membantu proses pengajaran, peran guru dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika tetap tidak bisa digantikan oleh mesin.
Bahasa Jawa dan Pendidikan Karakter
Dalam pandangan Mas Cipto, Bahasa Jawa bukan hanya tentang cara berkomunikasi, tetapi juga tentang nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kata-kata dan ungkapan. Nilai-nilai seperti tepa selira (toleransi) dan eling lan waspada (ingat dan waspada) adalah bagian dari warisan budaya Jawa yang harus diajarkan kepada siswa. Melalui pengajaran Bahasa Jawa, Mas Cipto berharap dapat menanamkan nilai-nilai luhur ini kepada generasi muda.
“Bahasa Jawa mengajarkan kita bagaimana hidup dalam harmoni dengan sesama, menghormati orang lain, dan menjaga kesopanan. Ini yang tidak boleh hilang, meskipun teknologi berkembang pesat,” kata Mas Cipto. Ia percaya bahwa pendidikan karakter melalui Bahasa Jawa adalah hal yang sangat penting, dan meskipun teknologi bisa membantu proses pembelajaran, hanya guru yang bisa menanamkan nilai-nilai ini melalui interaksi langsung dengan siswa.
Membangun Masa Depan dengan AI dan Tradisi
Bagi Mas Cipto, kunci untuk membangun masa depan yang seimbang adalah kolaborasi antara teknologi dan tradisi. AI dan teknologi digital dapat memperkaya proses belajar, tetapi nilai-nilai tradisional seperti tata krama dan etika harus tetap menjadi fondasi dalam pengajaran. Ia menekankan bahwa meskipun AI dapat membantu siswa memahami aspek teknis Bahasa Jawa, hanya melalui interaksi manusia, siswa dapat memahami nilai-nilai yang lebih dalam dari budaya tersebut.
Melalui kombinasi antara teknologi dan tradisi, Mas Cipto berharap pengajaran Bahasa Jawa di sekolah-sekolah bisa lebih relevan dengan kebutuhan zaman tanpa meninggalkan akar-akar budayanya. “Kita harus bergerak maju, tetapi jangan sampai melupakan asal kita. Teknologi harus kita manfaatkan, tetapi tradisi harus tetap kita jaga,” pungkas Mas Cipto.
Dengan pandangan tersebut, Mas Cipto menjadi salah satu guru yang mencoba memadukan kecanggihan teknologi dengan kearifan lokal. Di tangan guru seperti Mas Cipto, Bahasa Jawa tidak hanya diajarkan sebagai pelajaran sekolah, tetapi juga sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai luhur yang sangat relevan dengan kehidupan modern.
_______
Penulis adalah pegiat Kreator Cerdas AI pada Forum Kreator Era AI Jawa Tengah, dan penulis buku-buku Moderasi Beragama, tinggal di Blora