Oleh Deni Kusuma, S. SEJ)*
–
Seseorang boleh percaya atau tidak bahwa seorang guru mempunyai kekuatan spiritual yang sangat luar biasa dalam membukakan jalan kesuksesan bagi murid-muridnya. Tentu saja bukan sembarangan murid akan tetapi murid yang mau berkhidmat kepadanya, apakah itu yang berkaitan dengan secara personal atau pun secara instansi. Oleh karenanya dalam tugas-tugas abdi negara sekalipun kata yang selalu ditanamkan ke dalam jiwanya adalah berkhidmat. Karena memang berkhidmat itu adalah jalannya seseorang untuk sukses, bahagia dan berkah. Dari khidmat inilah seorang guru akan memberikan dorongan energi spiritualitasnya kepada para murid agar sukses dan teguh pendirian.
Tanpa berkhidmat, maka kecil kemungkinan seorang murid akan sukses. Khidmat adalah jalan dimana seseorang akan dapat menemukan pelajaran-pelajaran kehidupan yang bisa jadi mungkin tidak betul-betul bersifat text book akan tetapi sebuah pengalaman yang dapat menjadi ilmu baginya. Memang dalam proses berkhidmat ini tidak selalu berjalan dengan mulus. Tak sedikit pula ujian-ujiannya datang menghampiri sosok yang sedang berkhidmat ini. Akan tetapi bilamana telah dikerjakan dengan baik dan sabar, ujian-ujian ini pun ternyata dapat menjelma menjadi pintu-pintu yang membukakan cerita jalan kehidupan yang baru dan indah baginya.
Oleh karenanya, janganlah takut untuk berkhidmat. Karena dengan berkhidmat seseorang sebetulnya sedang dibuang kegagalannya, dibuang penyakit hati dan mentalnya lalu dibukakan pintu kesuksesan dan kebahagiaan selebar-lebarnya. Kesuksesan ataupun ketertundaan sukses dalam berkhidmat sendiri bukanlah sesuatu yang bersifat khayalan melainkan sesuatu yang nyata, kongkrit dan betul-betul terjadi. Oleh karenanya, para u’lama seringkali memberikan sugesti kepada santri di pesantren-pesantren untuk bukan hanya sekedar mengaji saja, akan tetapi juga melatih mentalitasnya untuk mau berkhidmat. Terkadang santri harus diajarkan menyapu dan mengepel, memasak, mencuci pakaian para santri lainnya untuk melayani santri yang baru, menjadi mudarris dan pengurus di pesantren.
Ketika santri yang baru naik jenjang lagi, ia pun melayani lagi dan seterusnya, sehingga sampai terjadi keaneka-ragaman khidmat dari satu jenjang ke jenjang yang lain. Semuanya dilakukan semata-mata sukarela mengharapkan keridhoan dari Alloh SWT dan saling tolong menolong dalam kebaikan (wata’awanuu a’lal birri wat taqwa). Sepintas bagi sebagian orang yang masih belum pernah berkhidmat mungkin memandang bekerja dengan tanpa bayaran atau bayaran rendah itu sia-sia. Namun bagi medan-medan yang lain, dalam konteks pendidikan misalnya, khidmat tidaklah sia-sia. Malahan, niatan khidmat itu sendiri mesti ditanamkan sejak dini, dimana seseorang tidak langsung diperkenalkan dengan kesuksesannya, akan tetapi diperkenalkan dengan budayanya orang-orang sukses.
Karena pada realitasnya, tidak ada orang sukses di dunia ini yang tidak berkhidmat. Semuanya menempuh jalur berkhidmat. Bahkan untuk menjadi presiden sekalipun slogannya adalah masa khidmat. Dan tentu saja semuanya medan khidmat tidak ada yang tanpa ujian. Akan tetapi karena khidmat itu sendiri adalah sebuah agenda pembelajaran, maka akan selalu ada ilmu atau faedah dari setiap perjalanannya. Bahkan salah satu u’lama tashowuf yakni Tuan Syeikh Imam Ibnu Ath-Thoilah as-Sakandari dalam kitab monumentalnya Al-Hikam menyampaikan; Man Hasunat Khidmat uhu Wajabat Karomatuhu. Maknanya; “Seseorang yang bagus dalam berkhidmatnya, maka wajiblah baginya untuk mendapatkan kemuliaan”. Artinya, orang yang berkhidmat pasti berkah dan bahagia.
)*Sejarawan Muslim dari Departemen Ilmu Sejarah, Universitas Gadjah Mada