
/1/
Pulang Mencari Cahaya Surga di Matamu
Puisi: Leni Marlina
<1>
Langkahku berdarah di atas duri-duri bayangan,
jejak masa kecil yang tersayat memori,
aku berjalan, menggenggam angin pagi,
menghimpun rintih, suara-suara yang terpendam.
Pintu itu, pernah kuhantam keras dengan marah,
kini bisu, memanggil wajah ibu yang remuk oleh waktu,
kursi tua, membekukan tangisku yang dulu,
tempat pangkuan hangatmu menjelma luka dingin.
<2>
Tetesan air jatuh, satu-satu seperti irama hujan,
tapi ini bukan hujan—ini darah dari luka yang diam,
panas, tajam, membakar kulit yang rapuh,
Ibu, engkau tersenyum di cermin retak itu,
senyum yang memecah buram menjadi perih.
Rambutmu, uban-uban seperti sarang duka,
tanganmu menyisir dalam lengkung melodi lelah,
di balik itu, engkau sembunyikan air mata,
yang menyentuh jiwa anakmu dengan rasa bersalah.
<3>
Aku pulang, Ibu, tapi ini bukan tubuhku,
hanya jiwa yang hancur, membawa debu penyesalan,
bersenandung namamu di antara keretakan waktu,
menyentuh tanah di mana engkau pernah menjadi perlindungan.
Ibu, aku melangkah ke dalam peluk rindumu,
tapi rindu itu adalah pisau,
mengoyak tiap sisi jiwaku yang berlubang,
aku pulang, Ibu,
untuk tenggelam dalam cahaya surga di matamu.
Melbourne Square,
Australia, 2013
/2/
Jejak yang Membakar
Puisi: Leni Marlina
Langkahku bukan kembali, melainkan menyayat tanah,
jejaknya membara,
debu yang kutinggalkan adalah kesalahan,
dulu kuhempaskan daun pintu, menggetarkan dinding rindu,
suara marahku menggores hatimu.
Ibu, peluhmu adalah hujan yang tak pernah reda,
menitiskan doa di bawah luka tak bersuara.
darah di tanganmu—adakah itu dari panas cinta?
atau tajam pengorbanan yang terus engkau genggam?
Kini aku pulang, ibu,
tapi bukan tubuhku,
hanya bayangan,
maafkan arang yang kusematkan di rumah ini,
biar kubakar diriku sendiri untuk terang surga bagimu.
Burwood, Melbourne,
Australia, 2013
/3/
Rumah yang Ramah
Puisi: Leni Marlina
Aku adalah rumah yang ramah,
yang berdiri dalam sunyi,
kayuku berkerut, retak-retak menjadi puisi.
di sini aku menyimpan tangis yang engkau usap,
dan teriakan anakmu yang menikam ruang dalam.
Jendela ini pernah menghentak marah,
dinding ini pernah pernah ikut membentak,
lantai tua ini pernah menampung air mata,
tapi engkau, ibu, tetap menjadi api yang menjaga,
meski angin waktu mencuri kekuatanmu perlahan.
Kini anakmu itu telah kembali,
membawa langkah yang basah,
bukan air mata,
tapi rindu yang terpendam dalam.
dan aku, rumah yang ramah, hampir runtuh,
tetap setia menjadi saksi,
cinta dan kasih sayang ibu yang tak berubah.
Burwood, Melbourne,
Australia, 2013
/4/
Tetesan Waktu
Puisi: Leni Marlina
Aku adalah waktu,
berjalan di atas punggungmu, ibu,
setiap detikku menanam uban di rambutmu.
Engkau biarkan aku berlalu tanpa keluh,
menyerap peluhmu yang mengalir seperti hujan tak berhenti.
Cermin retak itu adalah jejak yang kutinggalkan,
garis-garis di sudutnya bercerita tentang luka yang engkau pendam.
Namun engkau tersenyum dalam senandung,
seolah aku tak pernah mencuri senggal napasmu.
Kini anakmu itu kembali, membawa luka yang tak terganti,
namun aku tahu,
engkau tetap memberi pelukan,
karena aku sang waktu, menghantarkan doa-doamu,
kepada Tuhan yang Pengampun, kepada Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Clayton, Monash,
Australia, 2013
/5/
Mata yang Berbicara
Puisi: Leni Marlina
Aku adalah cermin,
saksi bagi yang datang dan berlalu,
retakku adalah riwayat tangis yang tak pernah sembuh.
Dulu, kulihat ibu menyisir uban dengan cinta,
melantunkan nada kecil, menggema di dinding waktu.
Namun kini hanya bayangan yang buram terpantul,
sisa anaknya yang kembali dengan mata berair pilu.
Aku tak lagi memantulkan kebanggaan,
hanya luka dan rindu yang memaku pandangan.
Ibu, senyummu menyelimuti setiap pecahanku,
meski anakmu itu datang membawa dosa dan debu.
Dan aku, cermin tua yang hampir musnah,
tetap merekam kasihmu yang tak pernah berubah.
Clyayton, Monash,
Australia, 2013
/6/
Aku Pulang, Bu
Puisi: Leni Marlina
Aku pulang, ibu,
tapi bukan tubuh ini yang sampai di ambang pintumu.
hanya jiwa yang terkoyak oleh rindu,
menyusuri kamar tempat tangisku pernah berlalu.
Kulihat cermin retak, tempat aku berkaca dulu,
setiap sudutnya melukis wajahmu yang kian memudar.
Rambutmu, ibu, adalah benang putih yang menjahit luka,
tapi luka itu, ibu, adalah aku—anakmu yang kembali.
Engkau tersenyum,meski tanganmu gemetar,
pelukanmu adalah api yang membakar rasa bersalahku,
kini aku tak ingin melangkah lagi,
karena di sini, di dalam rindu ini, surgamu telah menanti.
Clayton, Monash,
Australia, 2013
/7/
Pulang ke Tempat Asal
Puisi: Leni Marlina
Langkahku terjal, kembali ke asal,
jiwa kecil, memohon restu di ambang pagi.
rautku kini, serupa sembilu yang mengental,
menghentak pintu, mengoyak sunyi.
Di sana, tempat duduk tua mengintai,
menakar tangis, menyulam mimpi di pangkuan.
kini kusimak air jatuh perlahan mengurai,
luka tak bersuara, terpendam di bayangan.
Adakah ini tetesan karena panas membakar?
atau tajam yang diam-diam mencabik hati?
kaca usang retak di sudut yang memudar,
bayangmu menyisir uban dengan kelembutan hati.
Dulu senandungmu adalah doa tak bertepi,
kini gema itu memburu ruang bisu,
langit-langit rindu menggantung tinggi,
aku terdiam, hatiku tertunduk pilu.
Ibu, cahaya yang kugenggam dalam redup,
maafkan aku, atas jerit yang mengiris nafasmu,
kepulanganku ini bukanlah sekadar tubuh,
melainkan jiwa yang lebur dalam peluk rindu.
Di ambang waktu,
kusemat namamu suci,
tempatku pulang,
akar napas yang tak mati.
Wajahmu, Ibu, lentera di lembah sunyi hati,
kini aku kembali, menemanimu di sini.
Melbourne Square,
Australia, 2013
———————————-
Kumpulan puisi ini awalnya ditulis oleh Leni Marlina tahun 2013. Puisi tersebut direvisi kembali 12 tahun kemudian serta dipublikasikan pertama kalinya melalui media digital tahun 2025.
Leni juga merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat sejak berdiri tahun 2022. Selain itu, ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair dan Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Leni pernah terlibat dalam Victoria’s Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Leni juga mendirikan dan memimpin komunitas digital/ kegiatan lainnya yang berfokus pada bahasa, sastra, literasi, dan sosial, di antaranya:
1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
2. Poetry-Pen International Community
3. PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat), the Poetry Community of Indonesian Society’s Inspirations: https://shorturl.at/2eTSB; https://shorturl.at/tHjRI
4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia):
https://rb.gy/5c1b02
5. Linguistic Talk Community
6. Literature Talk Community
7. Translation Practice Community
8. English Languange Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)