Oleh: Selbert Lino
–
Tahun 2023, di tengah pesatnya perkembangan zaman dan teknologi, Kota Yogyakarta tetap memelihara pesonanya melalui alat transportasi tradisional, Becak Jogja. Memiliki peran lebih dari sekedar alat transportasi, becak Jogja juga hadir sebagai simbol identitas kota.
Yogyakarta adalah salah satu kota dimana becak sebagai alat transportasi tradisional masih ada hingga hari ini. Hal ini menunjukan sebuah komitmen dalam nilai tradisi dan keberlanjutan budaya, meskipun perkembangan zaman telah membawa perubahan yang besar dalam sistem transportasi. Terdapat banyak Masyarakat yang menggunakan becak sebagai alat transportasi dan simbol identitas kota.
Jika melihat dari sisi Sejarah dan biografi, terdapat satu tokoh yang memiliki peran penting terkait Sejarah becak Yogyakarta. Dalam laman nationalgeogrhapic.id menceritakan biografi seorang bernama Ong Kho Sioe, seorang pengusaha beras dan becak pada tahun 1940-an. Karena bisnisnya yang berkembang dengan signifikan, berdampak pada perkembangan becak di Yogyakarta. Ong Kho Sioe merakit becak-becaknya sendiri dan dia gunakan untuk kurir logistic selama perang melawan Jepang dan Belanda.
Becak menjadi alat transportasi yang populer di Yogyakarta selama tahun 1950-an. Selama awal Orde Baru, populasi becak meningkat pesat karena gejala Pembangunan ekonomi yang kuat pada tahun 1970-an. Akan tetapi, data terkait jumlah becak masih stabil dari tahun ke tahun selama bertahun-tahun.
Dilansir dari starjogja.com, jumlah becak di Yogyakarta berkisar antara 4.000 sampai 6.000 pada tahun 1975. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kota Yogyakarta sebelumnya memiliki 4.000 lebih becak dan jumlah becak di seluruh Provinsi Yogyakarta mencapai 6.379 becak. Berdasarkan angka tersebut maka dapat disimpulkan bahwa becak masih relevan sebagai kendaraan dan merupakan bagian penting dari sistem transportasi di wilayah ini.
Industri perbecakan di Kota Yogyakarta terus berkembang sampai tahun 1990-an. Terdapat peningkatan produksi pembuatan becak dan ekonomi persewaan becak. Akan tetapi, kecepatan becak terbatas dan tergantung pada tenaga manusia. Hal ini mulai membuat becak tersingkirkan sejalan dengan kemajuan dalam industri transportasi. Permasalahan ini yang mengubah jenis becak dan menghasilkan inovasi seperti becak motor yang marak saat ini di pinggiran kota. Dengan mempertahankan warisan budaya dan ekonomi becak Yogyakarta dengan menciptakan jenis becak yang lain, hal ini menunjukan bagaimana industri becak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan sistem transportasi modern.
Dari Kayuh ke Gas: Perkembangan Becak di Yogyakarta
Becak, ikon transportasi Yogyakarta, kini menghadapi tantangan modernisasi. Becak manual yang sarat sejarah dan budaya semakin terpinggirkan oleh becak motor yang lebih cepat dan nyaman. Para tukang becak manual pun memiliki persepsi berbeda tentang kedua jenis becak ini. Di masa depan, becak listrik diharapkan menjadi solusi yang lebih ramah lingkungan dan menguntungkan bagi semua pihak.
Seiring arus modernisasi transportasi dan teknologi yang telah berkembang dengan pesat di Indonesia, becak sebagai moda transportasi tradisional yang lambat dan membutuhkan tenaga kayuh manusia semakin terpinggirkan secara perlahan. Munculnya kendaraan bermotor yang lebih cepat, murah, dan nyaman, seperti sepeda motor, mobil, angkot, bus dan Transjogja yang sekarang kian ramai membuat becak semakin sulit bersaing. Selain itu, faktor usia dan kesehatan juga menjadi alasan bagi para tukang becak untuk beralih ke becak motor yang lebih ringan dan mudah.
Sudaryanto, 54 tahun, seorang penarik becak di Malioboro, bercerita tentang keputusannya beralih dari becak kayuhke becak motor. “Usia saya sudah 54 tahun, nafas saya sudah tidak kuat lagi untuk mengayuh becak manual. Saya juga ingin mengikuti perkembangan zaman, karena banyak tukang becak lain yang sudah menggunakan becak motor. Becak motor juga lebih menguntungkan karena bisa mengangkut penumpang lebih banyak dan lebih sering,” kata Sudaryanto, yang sudah menarik becak sejak 1992 pada Minggu, 12 November 2023.
Sudaryanto mengatakan bahwa ia sudah menggunakan becak motor selama 8 tahun. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah Yogyakarta berencana untuk menyediakan becak listrik di kawasan Malioboro pada tahun 2025. Hal yang berbeda di sampaikan oleh Rajiman, penarik becak kayuh di Malioboro sejak 1994, mengungkapkan pendapatnya tentang becak kayuh.
“Saya lebih suka becak manual, karena lebih nyaman dan resikonya lebih kecil. Tapi, sekarang orang-orang sudah jarang naik becak, karena becak motor lebih cepat, murah, dan nyaman. Apalagi, saat krisis moneter dan pandemi, becak manual sangat terasa berat. Selain itu, becak manual juga sering sepi penumpang di Malioboro, karena banyak wisatawan yang lebih memilih becak motor,” kata Rajiman pada Minggu, 12 November 2023.
Becak di Jogjakarta merupakan salah satu transportasi tradisional yang memiliki nilai sejarah dan budaya. Becak juga menjadi salah satu pilihan transportasi bagi masyarakat dan wisatawan, terutama di kawasan Malioboro yang merupakan pusat perdagangan dan wisata di Yogyakarta. Namun, becak mengalami perubahan dari becak manual ke becak motor, karena alasan kecepatan, kenyamanan, dan kesehatan. Para tukang becak memiliki pandangan yang berbeda tentang becak manual dan becak motor, tergantung pada pengalaman dan preferensi mereka. Di masa depan, becak listrik diharapkan dapat menjadi solusi yang lebih ramah lingkungan dan menguntungkan bagi semua pihak.
Menyusuri Jejak Tradisi: Peran Becak di Yogyakarta
Becak, sebuah ikon transportasi tradisional, merajai jalanan kota Yogyakarta, menghadirkan nuansa khas dan kehangatan dalam keramaian kehidupan kota. Meskipun zaman terus berubah dan teknologi modern menggurita, becak tetap bertahan sebagai bagian penting dari identitas budaya Yogyakarta. Perannya tidak hanya terbatas pada fungsi transportasi, tetapi juga membentuk pemandangan dan kehidupan sehari-hari kota ini.
Dari segi ekonomi, becak menjadi tulang punggung mata pencaharian bagi sejumlah warga Yogyakarta. Banyak pengemudi becak mengandalkan profesi ini sebagai sumber pendapatan utama mereka. Di tengah arus modernisasi dan persaingan dengan transportasi modern, becak berhasil menjaga keberlanjutan ekonomi mikro di tingkat lokal. Pemandangan seorang pengemudi becak mengayuh sepeda dengan penumpangnya, seringkali dengan senyum ramah, tidak hanya menunjukkan peran ekonominya tetapi juga menjaga kearifan lokal dan keramahan Yogyakarta yang melekat pada budaya becak.
Kemudian menurut Rajiman, salah satu tukang becak di daerah Malioboro sejak tahun 1994 menceritakan bahwa tarif yang diberikan oleh becak ini tidak bisa menyaingi transportasi lain seperti Grab dan Gojek.
“ya kalo dari segi tarif sulit tidak bisa menyaingi lebih murah, kalo becak kan sekarang Cuma satu arah tapi singkat kan kalo becak bisa, ya mungkin rata-rata ke pasar beringharjo dari sini, lalu ke keraton.” kata Rajiman, seorang tukang becak manual sejak tahun 1994 pada Minggu,12 November 2023.
Lalu sedangkan pak Sudaryanto menyatakan bahwa ia terkendala dengan adanya ojek online seperti Grab dan Gojek,karena dengan adanya transportasi online tersebut pendapatannya mengalami sedikit penurunan.
“Ya itu kendala saya itu, kan dulu kan tidak ada namanya Gojek dan yang online itu tidak ada ya jadi itu yang menjadi masalah, kalo dulu sebelum ada Gojek dan lain-lain itu,pendapatan saya sehari bisa mencapai 290 lebih…kalo sekarang sejak ada Gojek ini sehari kadang Cuma 100 kadang tidak ada sama sekali.” kata Sudaryanto, salah satu tukang becak dari tahun 1992 pada hari Minggu,12 November 2023.
Becak juga terus memberikan solusi transportasi yang praktis di tengah kepadatan lalu lintas dan pertumbuhan kota. Terutama di pusat kota yang padat penduduk, becak menjadi alternatif yang fleksibel dan ramah lingkungan untuk menjangkau destinasi dalam jarak dekat. Keberadaannya memberikan opsi transportasi yang lebih praktis bagi masyarakat yang mungkin tidak memiliki akses mudah ke kendaraan pribadi atau transportasi umum. Dengan ini, becak tidak hanya menjadi sarana pergerakan fisik, tetapi juga sarana inklusi sosial, menyatukan lapisan masyarakat dalam pengalaman bersama di kota ini yang penuh warna.
Tukang Becak Sebagai Potret Perkembangan Sosial Dan Ekonomi
Di Yogyakarta, seperti di banyak kota di Indonesia, penggunaan becak sebagai alat transportasi tradisional menghadapi beberapa kendala dan tantangan. Jalan-jalan di Yogyakarta cenderung sempit, tidak sesuai untuk kendaraan besar seperti becak. Hal ini membuat sulit bagi becak untuk beroperasi di beberapa area atau di jalan yang ramai. Keberadaan ojek online, mobil, dan angkutan umum lainnya menjadi pesaing utama bagi becak.
Beberapa orang lebih memilih moda transportasi lain yang dianggap lebih cepat atau lebih nyaman. Beberapa kebijakan pemerintah daerah mungkin tidak sepenuhnya mendukung penggunaan becak sebagai moda transportasi utama. Pembatasan operasional, peraturan lalu lintas, dan perizinan bisa menjadi kendala bagi para pengemudi becak. Masyarakat kini cenderung memilih kendaraan pribadi atau transportasi daring karena dinilai lebih praktis dan efisien. Hal ini membuat minat terhadap penggunaan becak menurun di kalangan generasi muda. Pendapatan yang tidak menentu dan kondisi kerja yang keras membuat profesi pengemudi becak kurang diminati oleh generasi muda.
Hal ini menyebabkan penurunan jumlah pengemudi becak yang tersedia. Beberapa becak masih menggunakan tenaga manusia sebagai sumber tenaga, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi pengemudi becak. Selain itu, polusi udara juga menjadi masalah jika banyak becak yang menggunakan mesin pembakaran dalam. Untuk meningkatkan peran becak dalam transportasi di Yogyakarta, diperlukan upaya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, dan pengemudi becak sendiri. Ini bisa meliputi program pelatihan, peningkatan infrastruktur, pengaturan lalu lintas yang lebih baik, promosi keberlanjutan, serta regulasi yang mendukung keberlangsungan penggunaan becak sebagai bagian dari identitas budaya dan transportasi lokal.Untuk mengatasi kendala ini, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, pengemudi becak, dan masyarakat untuk meningkatkan peran serta dan keberlanjutan penggunaan becak sebagai bagian dari identitas budaya dan transportasi lokal. Upaya tersebut bisa meliputi regulasi yang mendukung, program pelatihan, promosi keberlanjutan, serta peningkatan infrastruktur yang memadai untuk mendukung operasional becak.
Daftar Pustaka
Octanio, W., Almira, R., & Ahmad Rieskha Harseno. (2022). PERAN BECAK TRADISIONAL DALAM MENDUKUNG PARIWISATA DI KAWASAN MALIOBORO
YOGYAKARTA. ASKARA Jurnal Seni Dan Desain, 1(1), 73–80. https://doi.org/10.20895/askara.v1i01.730
Deni, Deni, Lia, & Lia. (2018, February 3). Ini Sejarah Becak di Jogja. Star Jogja FM. https://www.starjogja.com/2018/02/03/ini-sejarah-becak-di-jogja/
Dewi Purita, E. (2013). PENGELOLAAN TRANSPORTASI UMUM.
https://eprints.uny.ac.id/18038/1/Skripsi%20Full%20AN%2009417144018.pdf