Oleh: Paulus Laratmase

***

Epikurus pernah berkata, “Let no one when young delay to study philosophy nor when he is old grew weery of his study.  For no one can come too early or too late to secure the health of his soul”.

Mungkin saja pernyataan Epikurus ini menginspirasi saya mengikuti kuliah-kuliah filsafat yang diprakarsai seorang Neomis Referendus Pater Yohanes Wahyu Prasetyo OFM yang baru ditahbiskan oleh Mgr. Adrianus Sunarko OFM bersama dengan tujuh diakon lainnya di Gereja Paskalis, Paroki Cempaka Putih Jakarta Pusat, 12 Maret 2024 pagi tadi.

Hampir tiga tahun saya mengikuti kuliah bersama “Frater Wahyu” kala itu, bersama maha gurunya Dr. Budhy Munawar Rachman, menghadirkan pemikir-pemikir filsafat dari berbagai kalangan pada tataran promosi peace building fondasi JPIC OFM yang menjadi spiritualitas tarekat yang dipilihnya.

Swary Utami Dewi mengucap syukur, katanya  “Ya Tuhan, Aku berbahagia karena pada hari ini, sahabatku, Yohanes Wahyu Satrio, ditasbihkan menjadi seorang Imam Katolik. Mas Wahyu yang baik ini akan menjadi seorang Romo. Aku mau mengatakan Tuhan, berapa bangga dan bahagianya aku, karena aku mengenalnya sebagai sosok yang baik, rendah hati, cerdas dan penuh bersemangat. Aku doakan agar Mas Wahyu selalu kukuh, teguh dan berdedikasi dalam menjalankan tugasnya sebagai imam yang baik, imam yang mencerahkan dan membawa kedamaian dan kebaikan, tidak hanya bagi umat Katolik, tapi juga bagi bangsa ini. Semoga Tuhan dan semesta mengabulkan doa ini, Aamin ”.

Lanjut Swary Utami Dewi, “Romo Wahyu itu orangnya cerdas, bersama berbagai kelompok intelektual dari semua kalangan dengan caranya sendiri mempromosikan perdamaian”.

Kehadiran Bapak Elza Peldi Taher pada acara penthabisan di Gereja Paskalis Cempaka Putih Jakarta, menjadi kebahagiaan dan dukungan moral para pejuang pluralisme bagi Romo Yohanes Wahyu Prasetyo OFM yang memilih jalannya dengan tidak menikah bahkan seluruh dirinya dipersembahkan bagi pelayanan gereja katolik, pelayanan  kemanusiaan bagi bomun communae dalam dan melalui tarekat OFM.

Saya menelpon Frater Wahyu dan menanyakan alasan mengapa ia memilih tarekat OFM untuk menjadi imam? Jawabnya, “Saya dulu tertarik dengan dua orang pastor yaitu Pastor Prof. Dr. C. Groenen OFM dan Pastor Prof. Dr. Nico Syukur Dister OFM. Keduanya merupakan pastor yang sangat pintar dan cerdas”.

Sontak tanpa disadari, saya katakan, “Frater… Kedua pastor itu sering mempersembahkan misa di paroki kami di Jayapura. Mereka berdua dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur Abepura Jayapura”. Demikian sekilas dua tokoh  yang juga pastor itu menjadi motivator pilihan terekat OFM.

Pastor Wahyu bersama mentornya Dr. Budhy Munawar Rachman melalui pengetahuan filsafat mereka mendorong berbagai macam mazhab, entah itu mazhab sofis, positivisme, empirisme, rasionalisme, eksistensialisme, strukturalisme, politik, lingkungan hidup bahkan teologi sekali pun bersama para ahli yang memiliki pengetahuan terkait, mau membagi ilmu pengetahuan bagi pembangunan bangsa Indonesia.

Kala itu Pastor Wahyu membawakan materi dengan judul “Evaluasi terhadap Utilitarianisme” dan ia mengatakan, Sokrates pernah berkata, “Hidup yang tidak diselidiki tidaklah layak untuk dihayati”. Itulah  alasan mengapa harus berfilsafat.

Pada momentum ini, seorang Pastor Wahyu ingin mengatakan kepada kita semua, bahwa hampir semua orang semasanya mengisi hidup mereka dengan berbagai tujuan seperti nama harum, harta, jabatan alias tahkta, kenikmatan, tanpa pernah bertanya pada dirinya secara serius apakah hal-hal itu penting atau tidak?

Pastor Wahyu pun menegaskan, “Karena  tanpa mengajukan pertanyaan secara serius mendapatkan jawabannya, maka niscaya tak pernah mereka mendapatkan atau mengetahui  apakah  tindakan mereka benar atau tidak. Dengan demikian mereka disia-siakan dalam mengejar tujuan-tujuan yang tak berguna atau bahkan berbahaya”.

Berfilsafat adalah mencari akar terdalam realitas. Filsafat mendorong manusia hidup bijak, berpikir kritis terhadap semua fenomena dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan. Bahwa pilihan menjadi imam adalah bukan hanya sebuah refleksi kritis-filosofis, namun telebih pilihan penghayatan terhadap spiritualitas Santo Fransiskus dalam penghayatan pelayanan umat Allah terlebih pluralitas hidup berbangsa dan bernegara pada promosi peace building.

Proficiat Pastor Wahyu. Tuhan Yesus Menyertai Karya Penggembalaanmu sebagai seorang Imam Katolik bertugas untuk menguduskan,  sebagai nabi,  menggembalakan umat dan  raja yang  memimpin dan mewartakan kabar gembira Tuhan. Salam Hormat dari Papua.