Oleh: Alex Runggeary
–
Pada akhirnya Elisabeth Keen yang biasa disebut Agen Keen mantan anggota satuan khusus FBI itu ditembak mati di tepi jalan malam itu. Seharusnya malam itu adalah malam terakhir bagi Reymond Redington yang dicurigai sebagai mata-mata Rusia yang telah berganti nama sebagai seorang penjahat dunia yang paling dicari.
Redington telah merencanakan kematiannya sebagai penjahat kaliber dunia dengan tujuan untuk menyerahkan kerajaan hitam itu ke Liz, nama akrab agen Keen, si anak yang selama ini ia lindungi dari ancaman jaringan kelompok penjahat yang berlatar-belakang mata-mata sejak runtuhnya Uni Soviet.
“Pada malam itu, aku akan merayakan pesta perpisahan dengan teman-temanku. Kamu harus datang tetapi tidak masuk bergabung dalam pesta itu. Kamu tunggu di sudut jalan dalam mobil. Pada waktunya nanti aku akan keluar dan berjalan sendiri dalam temaram lampu malam. Dembe sang pengawalku akan sengaja terlambat keluar untuk bergabung denganku. Pada waktu itulah kamu datang dan menembakku. Kemudian akan ada wartawan di sana mengambil foto kamu sedang berdiri dekat mayatku. Ini pesan kuat bagi lawan dan kawanku kalau kamulah anak yang akan mewarisi kerajaan hitamku”
Ketika waktu itu tiba, justru Liz tidak mampu menembak Pelindungnya, Reymond. “Aku tak tak dapat melakukannya”, pistol dalam gemgaman Liz tak mampu menyalak. Dan seseorang datang dari belakang Liz dan menembaknya. Mati di tempat. Hanya dalam hitungan detik, Raymond menghabisi lawannya.
Kisah dalam filem ini menggambarkan dunia kaum kriminal di Amerika dan jaringan mereka di seluruh dunia. Satu dunia bawah tanah yang digambarkan berjejaring sampai ke pusat kekuasaan Amerika.
Apakah di Indonesia ada jejaring kejahatan seperti itu? Sepertinya ada. Walau tidak memiliki latar belakang mata-mata. Tetapi kejahatan di manapun ada, walau bentuknya bisa berbeda. Ingat kejahatan korupsi Timah? Atau kepemilikan ratusan rekening salah satu bintang nasional yang diduga ICW sebagai sumber pencucian uang? Atau Pilpres yang tak kunjung beres? Bahkan mungkin saja Indonesia jauh lebih parah karena kejahatan menunggangi hukum.
Dalam kondisi masyarakat yang terpecah karena alasan politis yang mengakibatkan kemiskinan menjadi nyata, saya pikir, mereka akan mencari jalan keluar sendiri. Membentuk wadah kelompok sendiri yang pada awalnya mungkin saja bermaksud baik. Tetapi karena dipaksa oleh keadaan terhimpit oleh kenyataan, dalam perjalanan waktu bisa saja berobah menjadi organisasi kriminal yang berusaha mendapatkan bagian dari kekayaan negara yang juga dirampok para elit dan segelintir orang kaya itu.
Semoga saja ini hanyalah mimpi buruk saya gara-gara filem itu.
——-
Bandar Lampung, 31 Maret 2024