Zulfa Muhammad Mauli

Oleh Deni Kusuma

(Sejarawan Muslim Indonesia, dari Departemen Ilmu Sejarah, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta

Dahulu penulis sempat bercita-cita ingin kuliah di Amerika Serikat tepatnya di Columbia University. Akan tetapi karena Alloh SWT tampaknya tidak merestui, akhirnya cita-cita itu pun tidak terlaksana, hingga kini. Beragam upaya telah dilakukan mulai dari persiapan berkas-berkas yang harus dipenuhi dari keterampilan hingga bahasa Inggris di Kampung Inggris selama satu tahun. Mencoba untuk kedua kalinya dengan beasiswa Australian Award Studies juga kandas dan menyisakan sesak di dada ketika sebagian teman-teman dapat beasiswa LPDP dan jadi PNS.

Lantas apakah hikmahnya? Ternyata sesuatu memang ada hikmahnya. Sekarang penulis merasa sangat bersyukur sekali, dengan tidak jadi studi di Amerika Serikat dan pula tidak jadi studi di Australia juga tidak jadi dapat beasiswa AAS dan LPDP, penulis menemukan sosok-sosok yang hebat yang mempunyai mental-mental hebat dan kuat dalam mendedikasikan diri untuk negara Indonesia. Penulis banyak dibukakan pintu-pintu keberkahan dan silaturahmi yang terus terbangun secara harmonis baik di linkungan kampus, pesantren atau pun dalam dunia jurnalistik, seperti dengan keluarga Majalah Potret Online Pak Tabrani Yunis di Aceh dan keluarga Suara Anak Negeri News media Pak Paulus di Papua.

Termasuk dalam hal ini bertemu dengan sosok pemuda yang sangat menginspirasi, yakni sosok pemuda yang bernama Zulfa Muhammad Maulidan misalnya. Sosok yang akrab disana Ang Zulfa (singkatan kakang)-untuk panggilan orang Sunda kepada sosok yang lebih tua usianya- ini adalah pemuda kelahiran 14 Juli 1999 di Kuningan, Jawa-Barat. Di samping beliau bekerja sebagai staf berkhidmat di Kampus Universitas Saefulloh Maslul Sirnarasa PPKN (USAMA), Ang Zulfa juga sebagai aktifis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang selalu mengasah talenta berpikir, berzikir dan beramal sholeh.

Sebagai pemuda lulusan perguruan tinggi “kampus ungu” ini, Zulfa adalah sosok yang kritis dan idealis akan tetapi mempunyai sikap yang bijaksana dan luwes. Hal ini tampak dari pendiriannya yang kuat dalam memandang sebuah realitas kehidupan di zaman modern yang demikian kompleks. Biasanya orang zaman sekarang akan malu dan minder mendapatkan pekerjaan sebagai cleaning service, akan tetapi Zulfa tidak. Dengan modal pemikirannya yang kuat dan filosofis, sosok pengagum Bung Rocky Gerung dan Prof. Ahmad Tafsir ini memandang sebuah pekerjaan adalah sebagai media untuk berkhidmat. Bukan dari besar atau kecilnya gajih. Baginya, “lebih hidup bermakna dari pada hidup sukses”. Bukankah itu bersebrangan dengan idealismenya?

Lantas apakah faktor yang melatar belakanginya sehingga dapat menyesuaikan antara alam idealisme dengan realitas? Ternyata sosok yang sayang sama anak-anak santri ini, disamping bekerja di kampus juga mengajar kitab Suci Al-Qur’an dan kitab kuning klasik dan terkini, yang dapat memahami realitas kehidupan di zaman sekarang. Konsep syukur menjadi aspek yang ia tanamkan. Baginya, bilamana seseorang dapat mensyukuri pemberian dari Alloh SWT dengan pemberian yang sedikit, maka ia tentu akan dapat mensyukuri nikmat-Nya yang banyak. Pun pula sebaliknya. Bahkan, Tuhan yang Maha Kuasa memberikan sugesti untuk membuka kesadaran diri, kalau tidak bersyukur maka Alloh SWT akan menimpakan siksaan yang pedih.

Pemuda fresh graduate dengan gelas sarjana sosial murni di pundaknya (S. SOS) betul-betul membuka mindset tentang keadaan realitas bangsa ini. Di sebagian tempat di Indonesia, bahkan di luar negeri (overseas/abroad) mungkin sudah banyak berdiri kampus-kampus besar dengan bangunan yang megah dan fasilitas yang super lengkap. Sedangkan di kampusnya, USAMA masih dalam tahap pembangunan. Tanpa mengurangi rasa syukurnya, kampus karya Guru Agungnya, Sayyid Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul ini dimaknainya sebagai sebuah benih ruhani dan mentalitas yang akan tumbuh subur melintasi waktu demi waktu.

Masa kecil ia lalui di Kuningan sebagai anak kecil yang baik dan terjaga dari pergaulan yang nakal, Ang Zulfa saat ini berada dalam keadaan yang sangat memuaskan. Di kampus tercintanya ini, sosok yang juga ternyata penikmat kopi ini, dapat mengaktualisasikan diri terkait dengan minat bakat dan talentanya yang terpendam. Beliau suka menulis buku dan juga berdiskusi tentang kesejahteraan sosial dan perbaikan mentalitas. Bersama koleganya, Kang Aldi Maghribi (filsuf dari PMII USAMA) dan juga Coach-nya, Pak Dzul Fahmi (artinya kaya akan pemahaman), mentor di Bursa Saham sejak tahun 2000, sosok motivator dan juga assesment psikologi yang sangat berpengalaman dengan jam terbang keliling benua Asia selama sepuluh tahun, Zulfa dapat menggali pemahaman yang mendalam tentang mentalitas seseorang dari Founder The House of Identity and Bussiness by Sirnarasa, sebuah karya kebanggaan untuk anak bangsa Indonesia.

Ketika ditanya apakah pesan buat anak-anak negeri ini, beliau menjawab: “Talqin Dzikir”. Artinya belajar mendekatkan diri kepada Alloh SWT untuk bekal kita pulang ke kampung akhirat yang kekal dan abadi melalui bimbingan seorang Syeikh. Ketika beliau ditanya tentang pandangan untuk keadaan bangsa Indonesia saat ini, beliau menjawab: “Menyala”. Iya memang, sebagaimana telah penulis unggah dalam artikel sebelumnya, Indonesia sudah berkabinet Merah-Putih, sudah menang melawan partai-partai yang korup dan semerawut. Ketika beliau ditanya tentang hobinya, beliau menjawab: “Buku, Pesta dan Cinta”.