Oleh Mila Muzakkar
–
(Puisi esai ini didramatisasi dari cerita Pekerja Seks Komersial (PSK) di Surabaya, yang membawa anaknya berusia 2 tahun, saat melayani pelanggannya di kamar hotel) (1)
*
Suara adzan magrib bersahut-sahutan,
gemanya tajam menembus kedalaman hati umat Muhammad.
Ia adalah panggilan bagi hamba yang merindukan cahaya Ilahi.
Mirna salah satunya,
perempuan muslim yang wajahnya selalu basah bulir-bulir air wudhu.
Wajahnya tenggelam dalam sajadah panjang,
Di tiap sujudnya, suara-suara langit ia kumandangkan.
Air matanya tumpah, mengalir deras di sajadah panjangnya.
Pada pencipta-Nya, ia mengadu, “ya Allah, ampuni aku yang hina ini. Aku ingin berhenti, tapi bagaimana aku bisa hidup?”
Mirna menyeka pipinya,
kakinya berat melangkah, tubuhnya gemetar.
Ayu, putri semata wayangnya yang baru dua tahun itu, dibawanya.
Kota pahlawan hanya membisu,
membiarkan Mirna dan anaknya tergulung badai kegelapan.
*
Di bawah temaram lampu jalan kota Surabaya,
Mirna menanti koin-koin kehidupan.
Senyumnya dijahit dengan luka,
gema tawanya mati di udara,
menyambut pengembara malam berhidung belang.
Perempuan itu berkelahi dengan waktu.
Riasan merah di pipinya menyala,
hitam rambutnya mengalahkan pekatnya malam.
*
Lelaki berdasi mendekati Mirna, “berapa sekali main?” tanyanya.
“Seratus ribu aja Om, Mirna menggoda dalam padam api cinta.
Ia betulkan dasinya,
Bola mata lelaki itu berputar searah jarum jam.
“Ini anakmu? Dia masih nyusu di kamu?” matanya tajam menatap anak dua tahun itu.
“karena susumu becek, kamu hanya bisa saya hargai dua puluh ribu,” lelaki itu berbisik di telinga Mirna.
Mirna menangis dalam diam,
Denyut jantungnya beradu cepat.
Tubuhnya tak lebih dari harga ojek online yang ditumpanginya.
Di luar, malam tetap membisu,
menyaksikan bara api di setiap sentuhan tubuhnya,
menahan belati yang tertancap di dada.
Cahaya bulan tampak mengkhianati malam,
Membiarkan tubuh Mirna dibakar nafsu delapan lelaki pemberi koin.
Mirna menutup mata, menutup hati,
tubuhnya tak lagi miliknya.
Malam masih saja membisu,
menyaksikan bara api di setiap sentuhan tubuhnya,
menahan belati yang tertancap di dada.
*
Setiap malam adalah penjara tanpa jeruji.
Menjadi PSK bukan mimpinya.
Ingin Mirna bebas,
tapi wajah lembut Si Mbok terbayang.
Sudah setahun ibunya terbaring tak berdaya di ranjang beralas tikar.
Dua kali seminggu, ia mengadu hidup di rumah sakit.
Koin-koin Mirna adalah untaian harapan,
penyambung hidup Si MBok, Mirna, dan malaikat kecilnya.
Ingin Mirna berlari,
melepas peluh di pundak lelaki yang mencintainya.
Tapi kemana ia harus berlabuh?
Arman, suaminya, lebih kejam dari para pengembara malam itu.
Rumah yang dulu sejuk,
perlahan menjadi neraka.
Tubuhnya dihempas, digulung ombak di laut pasang.
Darahnya mengalir sederas air laut.
lalu, kemana Mirna harus mengadu,
Jika dunia hanya menghakimi tubuhnya,
seolah mereka pemegang kunci surga,
tanpa mau menyelami jiwanya?
Depok, 3 Januari 2025
CATATAN
(1) https://intisari.grid.id/read/03106903/kisah-pilu-psk-yang-ajak-balitanya-ke-dalam-kamar-hotel-saat-layani-pelanggan
(2) https://jateng.tribunnews.com/2021/12/04/cerita-psk-etan-dkr-sukoharjo-harga-miring-20-ribu-kadang-cuma-dibayar-10-ribu-mainnya-outdoor?page=all