“Tetapi itu bukankah kewajiban Anda sebagai pemimpin untuk selalu mencari dan menemukan solusi untuk mencapai perdamaian ? Tidak perlulah menyombongkan diri seolah hasil perdamaian ini hanya karena jasa Anda semata !”, si Perempuan Tamakuri bergumul dengan bathinnya sendiri ketika perahu yang ia tumpangi melepas pantai pulau Kurudu nan indah. Menuju kampung halamannya, Tamakuri
Di atas perahu yang meluncur tenang di musim Timur ini, ia sedang membayangkan kembali para Kepala Suku itu berpidato memuji lawan sekaligus berlomba menyombongkan diri seolah ialah yang paling berjasa. Orang seperti si Perempuan Tamakuri yang lebih paham – rahasia kemenangan pada perang terakhir itu, hanya bisa tersenyum mencibir. Ia pergi pulang ke negerinya karena ia tak mau dimadu. “Dari pada saya harus membunuhnya”
Tak pernah seorangpun tahu peran besar Perempuan ini dalam perang malam itu melemahkan musuh. Ia bersama perempuan perempuan kampung Kurudu telah melakukan sesuatu yang sangat berarti dan mematikan gerak pasukan andalan musuh. Rahasia itu, sampai hari ini tak pernah terungkap kepada siapapun. Tetapi perempuan perempuan itu tahu benar apa yang terjadi karena merekalah yang menebar daun kering kecil kecil itu kedalam gundukan dedaunan kering atas perintah si Perempuan Tamakuri.
Asap api dari dedaunan kering pada malam perang itulah yang melumpuhkan pasukan andalan musuh yang disewa Kepala Suku Kaipuri dari pulau Yapen. Akhirnya pada hari berikutnya Guru Injil Laurenz Tanamal memimpin doa syukur atas perdamaian kedua pihak yang telah bermusuhan turun temurun
——-
Dari – Di Tapal Batas – novel sejarah. Berkisah tentang tantangan pekabaran Injil di Papua pada masanya (1929-30 di Kurudu).
Alex Runggeary