Membicarakan Papua senantiasa menarik. Webinar Satupena pada Kamis, 29 Februari 2024 khusus berbicara tentang bagian paling timur Indonesia tersebut. Papua merupakan wilayah terluas di Indonesia. Luas Tana Papua sebanding dengan 22 persen dari total wilayah Indonesia. Wilayah ini juga menyimpan kekayaan alam yang tidak terhingga. Bahan tambang misalnya berlimpah bagai jamur di musim hujan. Sebut saja tembaga, emas, batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, minyak bumi dan gas alam. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Papua memiliki tambang emas terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 229.893,75 ha. Contoh lain adalah tembaga. Data Freeport McMoran menunjukkan bahwa salah satu hasil tambang terbesar perusahaan raksasa ini diperoleh dari Bumi Papua.

Dari segi keanekaragaman hayati, Papua juga tidak tertandingi. Pulau elok ini memiliki biodiversitas terbesar di dunia. Hasil penelitian dari 99 ahli yang mengulik flora dan fauna Papua, yang diterbitkan di majalah Nature pada 2020, menyebutkan bahwa pulau kedua terbesar di Indonesia itu memiliki 13.634 spesies tumbuhan. Jumlah ini 2.000 kali lipat lebih banyak dari jenis flora yang ada di Madagaskar. Dari segi suku dan budaya, Papua juga sangat luar biasa. Kelompok suku asli di Papua berjumlah 255 suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda. Bayangkan, apa yang tidak dimiliki wilayah cantik ini.

Namun di balik segala limpahan kekayaan alam dan budaya yang tak terhingga, Papua juga masih menyimpan banyak persoalan. Isu politik dan hak asasi manusia (HAM) masih kerap mengemuka. Belum lagi masalah lain, seperti kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, Provinsi Papua menduduki peringkat pertama provinsi termiskin di Indonesia. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tahun 2022 menunjukkan angka buta aksara di Indonesia sebesar 1,78 persen. Sementara, tingkat buta aksara di Provinsi Papua mencapai 21,9 persen.

Bagaimana kita melihat peradoks dan isu di tanah elok ini? Apa yang harus diperbaiki dari pendekatan pembangunan yang selama ini dilakukan di Papua? Seorang penulis handal asli Papua, Alex Runggeary, mengajak kita melihat Papua dari sudut pandang anak Papua. Alex, yang merupakan anggota Satupena, telah menghasilkan sejumlah buku nonfiksi, seperti Masyarakat Mandiri (2016), Teknik Menyusun Rencana Strategis (2017), Strategi Terintegrasi Membangun Papua (2017), Bernapas Dalam Air-Teknik Renang (2019) serta Malam Sakura-Kisah Remaja dan Persahabatan (2018). Sejak 2018, Alex juga telah menulis sejumlah karya fiksi, seperti The Darkened Valley (2018), Memutus Siklus (2020), Burung Murai (2020), Berpapasan dengan Kematian (2020), Penulis Pinggiran (2020) dan Drama Banti (2021).

Menurut Alex, hal penting untuk membangun dan memberdayakan Papua salah satunya bisa dilakukan melalui pembangunan ekonomi yang strategis. Strategis di sini didasarkan pada kekuatan atau aset yang ada. Pembangunan tersebut haruslah mengutamakan partisipasi rakyat, utamanya orang asli Papua. Kebijakan pembangunan di Papua saat ini menurut seorang peserta lain, Paulus Laratmese, masih banyak bersifat top-down. Ibarat memberikan kepala tapi ekor dipegang. Kebijakan otonomi khusus (otsus) juga cenderung memanjakan. Belum lagi ada isu keliru kelola dari dana Otsus ini.

Peserta diskusi lain, Soen’an mengatakan hal lain yang penting bagi pembangunan di Papua adalah memerhatikan keunikan dan perbedaan di wilayah cantik ini. Tidak bisa kita melihat Papua dari satu sudut pandang saja. Pentingnya memahami Papua dari dimensi lain ditekankan pula oleh Sandika Ariansyah. Sandika menggarisbawahi bahwa pendekatan adat dan budaya juga menjadi faktor penting yang tidak boleh dilupakan dalam membangun Papua.

Webinar Satupena, yang kali ini dimoderatori oleh saya dan Anick Ht., pasti tidak bisa mengulas secara dalam dan tuntas tentang Papua dalam waktu dua jam. Tapi paling tidak ada dari perbincangan tersebut masih ada suara tentang luka Papua, juga kritik tentang apa yang kurang. Selain itu, ada pula catatan tentang kemajuan, seiring dengan munculnya harapan dan mimpi agar Papua bisa lebih dirangkul dan dibangun dengan cinta.

Maka, ajakan cinta terhadap Papua inilah yang akan mengakhiri tulisan ini. “Apalagi yang harus kita ingkari dari Papua? Bentang alam yang luar biasa, sumber daya alam yang melimpah, keragaman budaya dan bahasa, derap adat yang beriringan dengan modernitas. Banyak lagi kekuatan Papua yang layak dibanggakan. Maka sejatinya, bagian timur Indonesia ini dibangun dengan cinta: baik pada manusia, budaya dan alamnya. Rangkullah Papua dengan hati dan nurani karena ia juga anak kandung negeri ini.